6. Jual Mahal

65 12 1
                                    

stop pencet 🌟 dulu
udah? oke maaciw

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Happier – Olivia Rodrigo

~~~~~

“Jika kecewa adalah resiko mencintaimu, maka aku akan mundur. Sorry lo ya masa cewek yang berjuang?”

~~~~~

Keadaan lapang dada harus dihadapi untuk menerima kenyataan pahit yang menimpa kita, lapan dada juga perlu dilakukan untuk memaafkan segala kesalahan seseorang yang tidak sengaja kepada kita. Tentu setiap orang memiliki hati kecil pemaaf yang bisa memaafkan semua orang termasuk keluarganya sendiri, namun sepertinya hal itu tidak berlaku pada sosok orang yang tengah duduk termenung di atas ranjang itu.

“Bahkan di saat sekaratpun tidak ada orang yang peduli kepadamu Tam,” ucapnya kepada diri sendiri.
Pria bernama Tama itu melihat ke arah tangan kanannya yang dibalut dengan perban yang sepertinya dililit berkali-kali hingga membuat tangannya tidak bisa bergerak sama sekali. Bola matanya bergerak menelisik ruangan yang cukup mewah dimana dia berada, mengalihkan pandangan saat seseorang mengetuk pintu dan memasuki ruangannya.

“Tangan saya patah, Sus?” tanya Tama.

“Tangan Pak Tama memang patah, kemarin sudah di operasi dan di gips untuk pemulihan satu sampai tiga bulan.”

Suster itu memeriksa infus yang terpasang di tangannya dan menyuntikkan sesuatu yang entah apa dia tidak ketahui, jika memang racun yang diberikan oleh para ibunya maka dia akan tiada tidak lama lagi.

“Sarapan Bapak akan tiba sekitar dua puluh menit lagi mohon di makan agar bisa minum obat setelahnya, dan dokter akan berkunjung di jam sembilan pagi. Saya permisi, Pak.”

Tama menganggukkan kepala mendengar ucapan suster, pria itu meraih ponsel yang kebetulan di atas meja hingga merasakan ada sesuatu di bawah casing ponselnya.

halo Mas tanpa nama... aku rani bakal calon istri Mas

aku ijin pulang dulu yah, lagian udah malem juga mana aku ditinggalin sama papa lagi, kan bahaya ya anak cewe pulang malem-malem. haha bercanda Mas, aku pulang dulu soalnya besok harus kerja, aku usahain habis pulang kerja ke sini lagi jengukin Mas tanpa nama

cepet sembuh Mas tanpa nama

note “rani”

Satu sudut bibirnya melengkung ke atas setelah membaca pesan singkat yang terkesan memaksa itu. Ia tidak habis pikir masih saja ada orang jadul yang menggunakan pesan tertulis di saat zaman sudah begitu maju seperti ini.

“Kampungan sekali perempuan ini, seberapa jadul penampilan si Rani?” tanyanya kepada diri sendiri.
Berbaring dan duduk secara berulang kali membuat dirinya bosan setengah mati, sang ibu yang mengunjunginya sama sekali tidak merubah mood yang berada di dalam hatinya. Tama tidak menyangka orang yang sangat dia benci ternyata orang pertama di hari ini yang mengunjunginya.

“Sini ponselnya biar Ibu charger daripada kamu kesusahan jalan kayak gitu.”

Tama menyambar dengan cepat ponsel di genggaman sang ibu dengan mata nyalang. “Nggak usah repot-repot, gue bisa sendiri.”

Ketegangan kedua orang itu beralih saat seseorang mengetuk pintu kamar inapnya, perempuan paruh baya itu berjalan membukakan pintu sedangkan Tama fokus kepada ponselnya.

Assalamualaikum Mas tan- eh Mamanya Mas tanpa nama?” ucap seseorang itu dengan sedikit terkejut.

“Rani ya? Panggil Ibu aja nggak papa, sini masuk Nak.”

Perempuan muda itu tersenyum canggung menghadapi sang calon mertua yang entah jadi atau tidak, ia berjalan mengekor di belakang bagaikan anak ayam yang mengikuti induknya. “Duduk Nak, kamu bawa apa kok ngerepotin banget.”

“Ah nggak repot Ibu, aku cuma bawa dada ayam fillet saum tiram kan katannya yang patah tulang harus makan yang tinggi protein.”

Rani bisa melihat senyum sumringah dari calon ibu mertuanya itu, wah sepertinya dia sudah bisa masuk ke dalam keluar Waluya.

“Pinter masak kamu yah, ibu pindahin dulu ke piring biar langsung di makan Mas Tama.”

Rani mengangguk mendengar itu, pandangannya beralih ke arah pria bernama Tama yang sialnya juga tengah menatapnya. Rani mengerjapkan matanya berkali-kali beralibi untuk mengalihkan pandangan, sial ia tidak tahu jika Tama memiliki mata yang tajam.

“Ayo makan Tam, udah dibuatin calon istri kamu loh.”

“Iya nanti aku makan, taruh aja di situ.”

Kening Rani mengkerut mendengar ucapan judes Tama kepada ibunya sendiri, entah ini hanya perasaannya atau memang nada suaranya begitu?
Rani tidak ingin memikirkan masalah apa yang sedang terjadi diantara keduanya karena ternyata mengobrol dengan calon ibu mertuanya begitu menyenangkan. Keluarga Waluya memang luar biasa bukan mengenai hartanya saja, namun juga dengan kedaimaian dan kerukunan keluarga yang terjalin. Bagaimana tidak jika tiga istri mampu hidup di satu atap yang sama dan saling rukun.

“Rani mohon maaf ibu pulang dulu yah, kamu mau bareng atau masih mau ngobrol sama Mas Tama?”

Rani tersenyum dan menggeleng sejenak. “Ibu duluan aja, aku masih mau ngobrol sama Mas Tama.”

Perempuan paruh baya itu tersenyum kepada Rani, dia kemudian berjalan ke arah Tama yang senantiasa bermain ponsel miliknya yang lain. “Ibu pulang ya Abang, cepet sembuh,” ucapnya dengan mengusap kepala Tama sebentar karena pria itu segera menepis tangannya.

Kepergian sang calon ibu mertua hanya bisa Rani pandang dengan bingung, bayangan harmonis dalam pikirannya sepertinya salah setelah melihat hal yang baru saja terjadi di depan matanya.

“Gimana keadaanmu Mas Tama, merasa lebih baik?” tanyanya dengan sopan.

Rani menarik kursi di samping brankar dan menatap Tama yang fokus dengan ponselnya. “Aku nggak bermaksud mau morotin Mas atau gimana, kalau Mas nggak bisa nerima niat baik ini yaudah aku yang bilang ke Papa aku sendiri enaknya gimana.”

Masih merasa belum mendapat jawaban dari pria tampan yang sayangnya tidak sopan, Rani memutuskan berbalik dan mengambil tas miliknya yang tergeletak di sofa.

“Nggak ada salahnya Mas buka hati buat orang baru, setiap orang punya karakter yang berbeda-beda. Jangan mendoktrin pikiran kita sendiri untuk memukul rata semua karakter orang, itu salah,” ucap Rani.

Rani mengambil makanan yang dia bawa dan ditaruh di atas nakas samping Tama. “Ini kalau sampai besok nggak di makan mending kasih ke OB aja yang bersihin kamar Mas setiap pagi daripada mubazir. Fokus recovery aja, kasihan karyawan mas kalau ditinggal terlalu lama oleh direkturnya.”

Perempuan itu berjalan keluar menuju pintu dan kembali mengucapkan sesuatu yang mampu membuat Tama merubah niatnya. “Soal perjodohan ini Mas nggak perlu khawatir, aku bakal ngasih alasan yang nggak ngerugiin salah satu dari kita.”

Rani yang memastikan pintu kembali tertutup dengan sempurna kemudian bergegas menjauh dari jangkauan penglihatan Tama.

“Anjay…. Lo keren banget bisa ngomong kayak gitu Ran, oh my God proud of you Ran. Sumpah baru kali ini gue bangga sama drama gue sendiri, perjodohan nggak jadi and lu nggak bisa dimarahin Papa karena yang nolak bukan lo kan Ran, aman hidup lo setelah ini,” ucap Rani bersorak gembira di sepanjang lorong rumah sakit.
.
.
.

STAY SAFE

selamat hari kartini yeorobun

21 April 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang