09 - Cute Sticker

Start from the beginning
                                    

Melihat Ravel terdiam, Lou langsung mengambil kesempatan merebut sticker miliknya dengan kasar.

"Ambil ambil barang orang tanpa izin." cibir Lou melirik Ravel tajam.

Ravel mengulum bibir, kembali menutup tas ransel sang adik dengan wajah menahan tawa.

Lion memiringkan kepala, menatap datar sebungkus sticker tadi yang kini Lou sembunyikan kedalam pelukannya

"Apa pentingnya sebuah sticker?" gumam Lion tak mengerti.

"Aiya~ Adik siapa ini, jelek sekali." Ravel kembali mendekat, ingin menoel pipi chubby Lou namun langsung ditepis.

"Apa sih?! jangan dekat-dekat." sinis Lou membalikkan tubuh, duduk miring di pangkuan Lion memunggungi Ravel.

Ravel bersedekap dada, ingin mengusap rambut Lou namun Lion ikut memukul tangannya.

"Apa sih?!" sewot Ravel ikut sinis.

✦◌✦

Mobil yang dikendarai oleh Felix memasuki area parkiran khusus WL School. Theo yang baru keluar dari Mobil bersama Travis, langsung melambaikan tangannya seperti seorang tukang parkir saat melihat salah satu Mobil milik keluarga Wang tiba.

"Maju lagi, maju lagi, ayo maju terus pantang mundur." ucap Theo menggerakkan tangannya serius.

Setelah Mobil terparkir dengan rapi, Theo segera mendekat dan mengintip kedalam Mobil dari kaca disamping Ravel.

"Ada Loulou!" seru Theo heboh. Membuat Travis yang hanya berdiri diam tanpa minat, ikut mendekat begitu mendengar seruannya.

Melihat wajah konyol Theo, Ravel membuka pintu Mobil. Dengan membawa tas ransel Lou ditangannya, ia melangkah keluar dan menyeret kerah seragam Theo agar menjauh.

"Kau seperti penguntit!" Ravel ingin menendang kaki Theo, namun Theo segera menghindar dengan gesit.

"Tuan Muda Wang, Anda keterlaluan!" Theo mendorong Ravel tak terima.

Lion menggendong Lou yang masih setia memeluk sebungkus sticker keluar dari Mobil. Kemudian, ia menurunkan sang adik yang tampak berbinar saat melihat Ravel dan Theo bertengkar.

Theo yang sadar jika Lou tengah menatap kearahnya, langsung berjalan menghampiri dengan antusias.

"Loulou, perhatikan baik-baik. Apa menurutmu wajah kakak ini seperti penguntit?" tanya Theo, mengedipkan mata penuh harap.

Mata bulat Lou mengerjap, meneliti wajah tampan Theo sebentar. "Iya." jawabnya polos.

"Lihat! Anak kecil saja tahu." Ravel kembali menarik Theo agar menjauhi Lou.

Mendengar ucapan sang kakak, seakan tersadar Lou langsung menggeser pacifer yang terkalung dilehernya kebelakang tubuh. Travis yang telah menyadarinya sedari tadi, hanya membuang pandangan dengan senyum miring.

"Siapa yang anak kecil?!" seru Lou tak terima. Merebut tas beruangnya dari tangan Ravel, dan segera memakainya untuk menutupi pacifer.

Lou mencebikkan bibir, menatap Ravel penuh permusuhan dan berlari kecil pergi dari sana. Felix yang melihat itu segera menunduk hormat, sebelum pamit untuk mengejar Lou dengan langkah lebar.

"Tuan Muda jangan berlari!" panggil Felix panik.

Lion yang tengah menatap tajam kepergian sang adik, sedikit terhuyung saat Theo mendorong bahu Ravel kearahnya.

"Ini semua salahmu!"

"Apa katamu?!"

Lion berdecak. Tanpa kata, langsung berjalan pergi seraya menarik tas Ravel yang tersampir pada bahu kiri sang kakak. Ravel yang tak siap, refleks juga menarik tas Theo hingga sang sahabat ikut terseret bersamanya.

"Yaish, lepas!" Theo yang terseret berusaha melepaskan tangan Ravel.

"Rasakan!" ejek Ravel, menguatkan pegangannya pada tas Theo dengan sengaja.

Travis mendengus dengan wajah dingin, mengikuti ketiganya dari belakang dengan jarak yang cukup jauh.

"Memalukan." batin Travis meringis.

✦◌✦

Didalam kelas Lou, hampir semua murid telah datang. Lou melangkah masuk tanpa menatap sekitar, membuat beberapa murid yang tadinya duduk diatas meja langsung berpindah pada kursi masing-masing.

Setelah memastikan Lou masuk kedalam kelas, Felix beranjak ketempat yang tidak jauh dari sana untuk berjaga seperti biasa.

Lou berjalan kearah kursinya yang terletak ditengah-tengah dekat jendela. Meletakkan sebungkus sticker dan tas ransel berbentuk beruang keatas meja, Lou mendudukkan diri dengan kepala tertunduk dalam. Berusaha melepas tali pacifer dari lehernya secara diam-diam.

"Aman." gumam Lou, perlahan membuka tas beruangnya dan memasukkan pacifer dengan gesit.

Seluruh murid dikelas ini telah diberi peringatan agar tak mengganggu ataupun mengusik Lou. Meski mereka juga berasal dari keluarga kalangan atas, tapi Lou adalah permata berharga milik 'si penguasa' di dunia bisnis.

Dan lagi, mereka masih waras untuk tidak menjemput kematian sendiri dengan mencari masalah pada keturunan keluarga Wang.

Bel masuk berbunyi, beberapa murid yang masih berada diluar segera berlarian masuk kedalam kelas.

Karena kursi di sampingnya kosong, Lou meletakkan tas beruangnya disana setelah mengeluarkan beberapa buku pelajaran.

Tidak lama, terdengar suara ketukan high heels guru wanita yang datang bersama seorang pemuda berkacamata bulat dibelakangnya.

"Wah, ada murid baru." batin Lou, menatap si pemuda berkacamata bulat yang kini membungkuk didepan sana dengan kepala tertunduk dalam.

✦◌✦

"Tunggu, Nona Yanzhi!"

Lean, yang tengah bersandar pada kursi kerjanya membaca laporan. Langsung mengalihkan pandangan kearah pintu ruangannya yang dibuka kasar.

"Lean! Kau keterlaluan! Apa maksudmu melarangku datang untuk menemuimu?!" Yanzhi menghampiri Lean dengan kaki menghentak.

Chris yang mengejar dibelakang, segera membungkuk hormat saat melihat Lean mengkode dirinya agar keluar.

Lean menaikkan satu kaki, kembali membaca laporan seraya menopang kepalanya dengan satu tangan.

"Kau siapa sampai berani bersikap lancang kepadaku?"

Mendengar nada dingin Lean, Yanzhi meneguk ludah dengan gugup.

"Bukan begitu maksudku." Berusaha tak terpengaruh oleh aura intimidasi yang semakin menekan, Yanzhi beralih meletakkan sebuah paper bag berwarna merah keatas meja Lean.

"Aku mengerti, kau pasti marah karena aku tidak sengaja membuat adikmu menangis, kan?" Yanzhi mendudukkan diri dihadapan Lean dengan wajah memelas.

Tanpa tahu, jika kini Lean telah mengepalkan tangan erat. Merasa muak saat mendengar kata 'tidak sengaja' keluar dari mulutnya.

"Lean, aku sungguh minta maaf. Sebagai gantinya, tadi aku bangun pagi sekali demi membuatkanmu cupcake."

"Cukup, Yanzhi." jengah Lean, menghentikan gerakan tangan Yanzhi yang ingin membuka paper bag.

Tanpa menatap Yanzhi sedikitpun, Lean kembali berkata, "Aku hanya memakan cupcake buatan adikku."

"A-apa?" pupil mata Yanzhi membulat tak percaya. "Adikmu yang mana? Tidak mungkin Lou, kan?"

"Menurutmu?" Lean memiringkan kepala, menurunkan berkas ditangannya untuk menatap Yanzhi.

"Aku hanya memakan cupcake buatannya." ulang Lean, sengaja memperjelas. Bibir tipisnya menarik senyum miring, saat melihat tangan Yanzhi terkepal erat.

TBC
—✦◌✦—

paypay readers Loulou 🧸🐻🤎👋🏻

jangan lupa happy happy karena hidup cuma sekali 👊🏻‼️

ㅤㅤ

LOUISE Where stories live. Discover now