01. Alam Adrian

28 5 0
                                    

Setelah penerimaan siswa––para orangtua dipersilahkan untuk berpamitan dahulu dengan anak-anaknya sebelum pergi ke rumahnya masing-masing dan meninggalkan anak-anak mereka di asrama Thorny roses.

"Ayah pulang ya," pamit Pratama kepada Meyra sedih. Ia harus meninggalkan putrinya disini untuk tiga tahun ke depan, demi masa depan putrinya juga dan wasiat dari Mira, ibunya.

Ya, Mira pernah berpesan padanya jika dirinya ingin Meyra bersekolah di sekolah yang sama dengan mereka dulu. Jadi mau tak mau Pratama harus melakukannya, walaupun sangat berat harus meninggalkan putri kecilnya yang ia rawat sendirian selama sepuluh tahun.

"Ya..." balas Meyra acuh.

"Kau jangan nakal-nakal disini ya? Karena disini kau jauh dari ayah, kau akan susah mengadu. Jadi siapa yang akan membelamu nanti jika kau berulah?" kata Pratama mengingatkan. Walaupun semisalnya Meyra mengadu dan menelepon ayahnya––Pratama memang akan datang, tetapi sekolah ini dengan rumah mereka jaraknya sangat jauh. Perjalanan kesini pun 14 jam naik mobil.

Dengan santai Meyra menjawab, "Ya aku akan mengadu pada pacarku saja, dia pasti akan membelaku."

Pratama menahan tawanya. "Memangnya kau punya pacar disini? Kau bahkan baru menginjakkan kaki kesini."

Meyra mengibaskan rambutnya dengan angkuh. "Aku cantik, menarik dan memiliki segalanya. Masa tak ada yang mau padaku? Pasti beberapa hari kemudian banyak pria yang mengantre untuk menjadi kekasihku," balas Meyra tanpa ragu.

Pratama sudah tak heran dengan sikap putrinya ini, karena Meyra memang seperti itu adanya.

"Baiklah sampai jumpa ayah..."

Perpisahan dengan orangtua pun selesai. Kini setiap murid diberikan kunci kamarnya masing-masing. Meyra agak kesal karena tak ada yang membawakan kopernya yang sangat berat ini. Ia harus berjalan kaki sampai ke kamar yang dia tuju.

"Berat ya?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada dihadapan Meyra. Orang itu adalah seorang pria, sepertinya seumuran dengannya. Namun apa yang dia lakukan di asrama perempuan?

"Kau pikir?" balas Meyra sambil memutar bola matanya malas.

"Mau dibantu?" tawar lelaki itu dengan senyuman manisnya.

"No, thank you!" timpal Meyra. Sejujurnya gadis itu ingin sekali dibantu, tetapi melihat ekspresi pria itu membuatnya kesal.

"Namaku Baskara, biasa dipanggil Bara. Senang mengenalmu." Lelaki itu, Baskara atau lebih sering dipanggil Bara mengelurkan tangannya untuk berkenalan.

Meyra tersenyum miring sambil melepaskan kecamata hitamnya. "Aku tidak peduli jika namamu Baskara, Bara ataupun Kara."

Bara tetap tersenyum––Meyra benar-benar berbeda menurutnya. "Kau tak akan memperkenalkan dirimu?"

Dengan senyuman meremehkan Meyra menjawab, "Nanti juga kau akan tahu namaku karena aku akan sangat terkenal disini. Jadi tunggu saja ya? Kau akan tahu sendiri tanpa ku beritahu."

Bara terkekeh. "Oke, aku akan cari tahu namamu..."

"Ya, silahkan. Baiklah aku harus segera pergi ke kamarku!" Meyra melangkahkan kakinya lagi, saat melewati Bara––gadis itu menyenggol kasar lengan lelaki itu.

Bara tersenyum senang. "Menarik..."

---

Meyra membuka pintu kamarnya dengan sangat ketus karena gadis itu mendapati mood nya jelek. Pertama; ia membawa koper yang sangat berat itu sendirian. Kedua; ia harus mencari-cari kamarnya yang ternyata sangat di ujung. Dan terakhir; dia malah bertemu pria yang menyebalkan, namanya Baskara atau Bara.

Thorny Roses Where stories live. Discover now