Part 35 | About Her

70 9 31
                                    

Hi readers, thank you for 3K times read-nya, ya. Sebelumnya, aku mau minta maaf kalau cerita ini terlalu banyak konflik, tapi aku usahakan konflik itu ringan alias hanya sekilas. Jadi, secepat mungkin selesai. Aku harap kalian dapat mengikuti alurnya🙏

Nah, kalau tadi cerita dari sisi Aleena, sekarang dari Adrian, ya!

*****

[Adrian POV]
Om Chandra telah keluar dari ruang konseling lebih dulu dariku. Kulihat dia tampak berhenti sebentar di depan pintu. Dia seperti berbicara dengan seseorang, kemudian tersenyum sebelum meninggalkan orang itu. Karena penasaran, aku bergegas menuju pintu juga dan kudapati Aleena yang sedang diam menatap kepergian omku itu.

"Ngapain di sini?" tanyaku dengan nada suara sangat cuek yang mungkin tidak enak didengar.

"Kak Adrian nggak papa, kan?" tanyanya memastikan.

Kujawab dengan santai dan ogah-ogahan sambil menggeleng kecil. Aku yakin itu akan membuatnya kesal. "Ih, kok santai banget, sih?"

Bukan tanpa sebab, aku melakukan ini agar Aleena tidak berpikir macam-macam. "Gua kan emang santai gini. Nggak mau dibawa pusing."

"Kenapa tadi ada polisi segala? Nik ngadu, kan?"

"Ya, kurang lebih gitu."

"Kak Adrian kena pasal karena nyerang dia, kan? Atau gara-gara password hp yang ganggu privasi dia? Semua jelas salah Nik, saya siap jadi saksi kok!!"

Benar, kan, tebakkanku? Pikirannya sudah kemana-mana. Sepertinya dia belum tahu kalau polisi yang tadi berbicara dengannya adalah omku. Jadi, dia mengira polisi ini datang untuk menangkapku atas kekerasan yang kulakukan? Sejujurnya, iya. Itu benar. Nik memanggil omnya yang merupakan anggota kepolisian juga. Panggilan atas kekerasan itu sudah kuterima di hari Minggu malam. Jika Nik berani membawa omnya yang polisi itu, maka aku juga berani membawa Om Chandra untuk pembelaan.

Mulanya, tuduhan atas kekerasan yang menimpa Nik diberikan kepadaku. Namun, bersama Om Chandra aku melaporkan adanya tindak pelecehan yang dilakukan oleh Nik kepada salah satu siswi. Sesungguhnya, aku tidak ingin menyebut namanya, tapi aku terpaksa. Bu Vini berkata bahwa ini untuk data korban pelecehan yang katanya mereka akan mendapat perhatian khusus. Ck, omong kososng. Itu hanya untuk profesionalitas saja. Padahal, selama ada kasus pelecehan seperti ini aku tidak pernah melihat atau tahu perhatian khusus apa yang diberikan guru BK kepada para korban itu.

Ucapannya itu membuatku tertawa kecil. Apa dia mengkhawatirkanku?

"Hey, kamu mikirnya jauh banget, ya! Nggak usah repot-repot. Intinya sekarang masalah udah beres, paham?" balasku.

Kemudian, aku berjalan meninggalkannya. Sejujurnya itu karena aku ingin tersenyum. Geer sedikit tidak apa-apa, kan? Tapi, jangan sampai gadis ini melihatnya. Yang ada nanti dia malah jijik denganku.

"Kalo emang udah selesai, kenapa pake ada polisi? Kenapa Nik ngeliat ke saya aneh gitu? Apa dia mau balas dendam?" tanyanya dengan nada suara meninggi.

Senyumku memudar seketika dan langkahku terhenti. Balas dendam seperti apa? Apakah Aleena sedang ketakutan? Aku ingin kembali kepadanya, tetapi sebaiknya tidak perlu daripada dia menganggapku modus apalah. Jadi, aku hanya memutar kepala 90 derajat dan meliriknya singkat.

"Bilang saya kalau dia berani macam-macam! Saya nggak akan biarin si cabul brengsek nyentuh kamu satu titik pun."

Eh, tunggu. Barusan aku bilang apa? Mengapa kesannya jadi sok pahlawan begitu? Tapi, sungguh, siapapun yang berani menyentuhnya, lebih tepatnya melecehkannya lagi, aku tidak akan tinggal diam.

Before We Meet AgainWhere stories live. Discover now