1. Truth or Dare?

10 1 0
                                    

Seharusnya hari ini masih libur karena tanggal 11 Maret diperingati sebagai Hari Raya Nyepi sekaligus awal bulan Ramadhan, akan tetapi justru hari ini Hanan berangkat ke sekolah untuk mempersiapkan kegiatan pesantren kilat yang akan dilaksanakan besok selama tiga hari.

Setelah membersihkan mesjid yang di mulai dari menyapu lantai, membersihkan debu yang menempel pada jendela, mencuci karpet, sampai mengepel, Hanan membantu beberapa teman-temannya yang lain mengangkat karpet yang selesai dijemur, lalu digelar kembali ke dalam masjid.

Tak lupa ia mendokumentasikan kegiatan bersih-bersih saat ini, sebab sudah menjadi tanggungjawab nya bila nanti ada yang meminta hasil dokumentasi acara maupun kegiatan.

Keringat sudah membanjiri tubuhnya, seharian penuh bekerjasama satu sama lain demi kenyamanan dan berjalannya rangkaian kegiatan pada hari esok, akhirnya selesai.

Seorang gadis yang masih memegang sapu berkata, "terima kasih ya, teman-teman atas bantuannya!"

"Sama-sama."

Satu per satu teman ekstrakurikuler Ikatan Remaja Masjid (IRMA), perlahan meninggalkan sekolah.

"Han, Hanan kamu belum pulang?" tanyanya, setelah menyimpan sapu pada tempatnya, melihat Hanan sedang duduk sambil bermain ponsel.

Ia menoleh, menjawab apa adanya tanpa berekspresi. "Belum."

Gadis itu memilih mengangguk, tanpa melanjutkan pertanyaan lagi. "Ya udah, aku pulang duluan, gapapa kan di tinggal?"

"Iya." Hanan tersenyum kecut. "Hati-hati di jalan."

Setelah teman-teman nya pulang, tersisa Hanan—gadis berwarna kulit sawo matang itu, memilih untuk mendinginkan tubuhnya dengan berdiri di bawah kipas angin yang menggantung di kelas seraya bersenandung kecil.

Perlahan Hanan sedikit mendongakkan kepala memperhatikan jam dinding. Sudah jam 3 siang lewat 15 menit. Seperti ada yang mengganjal dipikiran, ia pun memilih duduk dengan kedua kaki selonjoran pada dua kursi sekaligus, sedangkan kedua tangannya sibuk mengutak-atik membuka kata sandi ponsel, menghidupkan data internet, hingga aplikasi warna hijau berlogo telepon berwarna putih.

Banyak sekali pesan masuk dari grup, akan tetapi ia lebih tertarik untuk membaca satu pesan belum dibaca yang dikirim oleh teman lamanya.

Seketika kedua matanya membulat sempurna, spontan menepuk pelipis dengan rintihan kecil. Satu pesan tersebut berhasil mengingatkannya akan suatu hal, bahwa saat ini seharusnya ia sudah sampai di rumah, menepati janji untuk bertemu setelah berbulan-bulan lamanya tak bertemu karena teman dekatnya itu memilih untuk pesantren.

Bergegas memasukan ponsel ke dalam kantung rok, mematikan kipas angin, menutup pintu kelas, dan sedikit berlari ke arah parkiran mendekati sepeda rinjing miliknya. Mengayuh sekuat tenaga, hingga sampai di tempat tujuan.

🌸🌸🌸

Dari sekian rutinitas membosankan dalam hidup, Syaima kira itu adalah merapikan dan membersihkan rumah. Seperti yang dilakukannya pagi ini, gadis itu sudah berdiri di ujung ruangan yang berantakan—hendak memulai bersih-bersih.

Menyambar sapu, Syaima merapikan setiap benda yang berserakan, setelahnya mengepel. Belum sampai situ, tangannya bergerak untuk memutar kran air, mengumpulkan pakaian kotor, dan menyalakan mesin cuci. Syaima juga bergerak untuk mencuci piring, lalu menata piring tersebut di rak.

Hal yang sama terjadi setiap hari.

Gadis dengan netra mata coklat tua itu menghembuskan napas panjang. Lega, sebab pekerjaan rumah akhirnya selesai.

Syaima menghampiri keluarganya ketika Mamah berseru, “Ima, mari sarapan bersama!”

Iya, Mamah memasak sementara Syaima bersih-bersih. Gadis itu duduk lesehan dengan posisi saling berhadapan  bersama keluarganya, di tengah terdapat menu sarapan pagi hari ini. Syaima mengambil piring, sementara Mamah mengisinya dengan nasi. Tidak ada sarapan roti seperti orang-orang kebanyakan.

7 Day ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang