Kembali

3 0 0
                                    

***


Aku pernah terasing dalam penjara

Ombak menghanyutkanku seakan mengajak bercanda

Tapi tenggelam menyekap wajah menjadi akhirnya

Hingga tangan terulur membuat bangkit dan berjalan

Suara 'Kembali' terdengar memanggil di telinga


***


K

embali. Setiap orang memiliki langkah untuk pergi, bukan sekedar pada hakikat langkah namun juga pikiran yang terbang. Langkahku tak selamanya benar, nafsuku terkadang menderu. Aku pun hanya manusia, yang diberi nafsu yang terkadang lalai terhanyut, terkadang taat menggebu. Namun kupikir banyak sekali lalai yang menuai dosa.

Nafsu diikuti akan candu dinikmati. Waktu yang biasa bermanfaat menjadi terbuang sia-sia. Semakin kumelangkah pada semua yang kupikir ini salah, semakin hari semakin berat dan terbayang-bayang.

Kuteringat bagaimana Allah akan murka, kuterbayang raut wajah Nabi yang terpampang penuh derita melihat aku umatnya dengan sengaja terbawa nafsu seketika. Dan yang jelas terpancar dalam mataku tanpa ada jarak sekali pun, aku teringat wajah kedua orangtuaku yang akan kecewa. Melihat wajah ayah yang diadili hanya karena ulahku, melihat bagaimana kesedihan karena berhadapan dengan malaikat seram yang kekar karena kecerobohanku. Semakin ku berjalan di jalur ini, semakin aku takut dan merasa bersalah.

Menghentikan dosa bukan perkara mudah. Melawan nafsu sesulit itu. Apalagi untukku, yang hidup begini-begini melulu. Tapi ketakutan berada dalam murka dan kecewa mereka, membuatku terus berfikir dan menyesal. Semakin hari semakin terbayang-bayang segala hidup yang gelap dengan corak hitam pekatnya. Aku rindu cahaya. Gawai ini tak ada manfaatnya, sungguh buruknya lebih banyak, terlalu. Banyak hiburan yang bersemayam. Segala gelisah ini membuatku termenung tepat di bawah bulan purnama.

"Wajahmu gelap sekali, padahal bulan purnama sedang bersinar terang?" tanya lelaki dengan alis tebalnya.

"Dan lagi-lagi wajahmu mengalihkan indahnya purnama malam ini" jawabku dengan tidak antusias.

"Lalu bagaimana denganmu, ada apa?"

"Mengapa sulit sekali mengalahkan nafsuku? Dan semakinku terpaut padanya, aku teringat murka-Nya, murkamu, dan betapa kecewanya orang tuaku" aku pun tertunduk lesu, seperti tak ada daya untuk apapun itu.

Dia hanya tersenyum melihatku lekat-lekat, "Allah masih sayang sekali padamu" ucapnya kemudian yang masih terus memandangku lekat-lekat.

Aku pun mengangkat kepalaku yang ingin memandangnya juga ingin bertanya maksud perkataannya, namun rasanya tak mampu memandang wajah itu yang begitu terang penuh cahaya, sedangkan aku dalam gelap gulita. Tapi aku tahu saat ini dia dengan tulusnya sedang tersenyum padaku.

"Mengapa begitu? Apa maksudnya?" tanyaku yang tak mengerti juga.

"Dia tak mau membiarkanmu jatuh dalam dosa dan hawa nafsu yang kau ikuti. Dia balikan hatimu dengan penyesalan. Bagaimana mungkin, Dia menyelamatkan sedangkan Dia tak sayang padamu?" jelasnya kemudian.

Aku pun memikirkannya. Benar juga. Dia balikan hatiku hingga aku menyesal dan di sini aku berada. Aku hanya terdiam, sungguh tak bisa berkata apa-apa. Derai air mata menjadi lampiasku, "Tuhan baik sekali" pikirku seraya berkata dalam hati.

Dua Sayap MenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang