14. Oddyseia Pacific Place

343 31 2
                                    

Pernikahanku tinggal tiga minggu lagi.

Hari ini, aku bertemu Rosy. Kami bertemu di Odysseia Pacific Place. Aku berpikir untuk menemui Julian setelah ini, jadi aku memilih tempat yang cukup dekat dengan kantornya.

Aku datang setengah jam lebih awal dari janji temu kami. Aku menyempatkan diri ke salon terlebih dahulu untuk potong rambut dan creambath. Ternyata prosesnya lebih cepat dari perkiraanku.

Sudah lama aku tidak pergi bersama temanku. Biasanya aku lebih sering di rumah atau perpustakaan. Terutama dengan persiapan pernikahan, aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Julian.

"Wah wah, ada siapa nih?"

Seorang perempuan kurus duduk di hadapanku. Aku tidak terkejut karena awalnya kupikir Rosy sudah datang, ternyata perempuan ini bukan Rosy.

Aku tak kenal dia, meski ia bilang ia mengenalku.

"Maaf, siapa?" tanyaku dengan sopan.

"Oh, udah lupa? Gue Alice. Gue pernah ketemu lo di PIM sama Julian."

Dua perempuan lain datang menghampiriku. Aku merasa sangat terancam saat ini. Mereka jelas tidak datang dengan niat baik.

"Oh, iya, Alice. Apa kabar?"

"Ini tunangannya si Julian?" Seorang perempuan dengan kaca mata hitam berdiri di belakangku lalu memainkan rambutku. Ia mengangkat-angkat rambutku sampai berantakan.

"WOW! Ini bukannya cincin buat ngelamar Ci Chloe itu?" Perempuan lainnya mengangkat tangan kiriku lalu melihat cincin pertunanganku dengan seksama.

"Maaf, kalian ngapain?"

Baru aku mengucap hal itu, tiba-tiba aku diguyur sebotol cuka apel dari belakangku oleh salah satu perempuan tadi.

Mataku perih bukan main. Aku langsung menutup mata berusaha mencari tisu di atas meja. Mereka malah menepis tanganku dari meja dan mendorong badanku sampai bersandar ke kursi. Aku masih belum bisa membuka mataku.

Aku panik, tapi mulutku terkunci rapat. Aku takut.

"Kasihan banget ya. Padahal Julian selama ini masih sayang banget sama Ci Chloe. Mending ga usah nikah, deh. Soalnya udah nikah juga Julian pasti tidurnya sama Ci Chloe," ucap Alice yang kukenali dari suaranya.

"Aduh bau banget lu!" Perempuan dengan kaca mata hitam tadi melemparkan botol cuka apel itu ke wajahku dan membuat mataku tersiram cuka apel lebih banyak.

Aku hanya meringkuk dan menunduk. Aku sama sekali tak tahu harus apa. Yang kupikirkan hanya mataku dan berharap agar aku tidak buta.

Saat itu juga, aku merasakan seseorang mengambil cincin pertunanganku. Aku mencoba menahannya, tapi tak bisa, mataku tertutup rapat dan tanganku licin.

Aku mendengar mereka mengambil beberapa foto sambil menyolek tubuhku dengan, entah, garpu, kurasa?

"Gak usah nikahin Julian kalau mau hidup lo tenang. Kita masih baik sama lo, tahu? Kalau aja Ci Chloe sadar, hidup lo udah lebih sengsara."

"Awas ya lo kalo ngadu ke Julian."

Aku tak dapat mendengar apa-apa lagi dari mereka setelah itu. Aku mencoba mengelap mataku berkali-kali, tapi yang ada malah mataku semakin perih.

"Ya ampun, Nak, ada apa ini?" Kudengar seorang perempuan tua menghampiriku dan mengelap wajahku dengan sapu tangannya.

"CARLINA!"

Rosy datang dan langsung membantu perempuan itu mengelap tanganku. Ia melihat botol cuka apel yang masih tergeletak di lantai. Baunya yang menyengat membuat orang-orang tidak nyaman.

Rumah Putih GadingWhere stories live. Discover now