7. Spa at Apurva Kempinski

351 39 3
                                    

Aku terbangun ketika wangi makanan yang dengan lembut memasuki hidungku. Tadi, aku tertidur lagi setelah mimpi aneh itu.

Saat aku membuka mata, sebuah meja penuh makanan telah tertata di samping kasurku. Aku tak tahu bagaimana aku bisa tidak sadar ketika semua makanan itu masuk.

Julian duduk di atas meja itu sambil menikmati buah potong dan membaca laporan bulanan di laptopnya.

"Kamu udah bangun? Sini makan dulu," ucap Julian dan langsung menutup laptopnya.

Aku bangun perlahan dan duduk di sebrangnya. Aku sedikit terkekeh. Resor dan meja penuh makanan ini mengingatkanku akan Pulau Surga di Singles Inferno.

Walau tak terlihat dari kaosnya yang sopan, aku tahu Julian memiliki badan kekar. Oh ini semakin lucu. Maka siapakah aku? Nadine?

Buah potong, Caesar salad, bakery basket, kombucha (kurasa), dan sebuah kelapa muda yang dihias dengan bunga cantik.

"Aku belum pesan makanan utama buat kamu. Aku takut kamu ada alergi. Jadi aku pesan yang umum dulu. Oh iya, minum dulu kelapa mudanya. Bagus buat kamu yang lagi sakit. Apa kamu mau makan bubur aja?" Julian langsung sibuk menyingkirkan laptop dan barang-barangnya.

Aku mengambil kelapa muda sesuai sarannya. Ia kelihatan sangat sibuk dan sigap merawatku. Padahal ini hanya penyakit sepele.

"Mau. Kamu udah makan?"

"Belum. Aku sekalian pesen sekarang. Atau kamu mau yang lain? Pasta? Sup?"

"Bubur aja."

Julian mengangguk dan menghubungi room service. Selagi menunggu, aku mencoba sebuah pain au chocolat yang terdapat di keranjang berisi pastry.

Julian kembali duduk di hadapanku dan ia melahap apel yang sudah dipotong itu. Kami saling bertatapan selama beberapa detik.

"Kamu baik-baik aja, kan?"

Itu pertanyaanku, bukan Julian. Wajahnya terlihat cemas. Ia sempat melamun saat mengunyah apel dan hanya menusuk apel yang berbeda tanpa memakannya.

"Ah, iya. Aku cuma kepikiran sesuatu tiba-tiba."

"Kenapa?"

"Tweet Chloe tentang kamu udah nyebar ke berbagai portal berita online. Aku lagi coba hubungin pemiliknya untuk takedown semua foto dan informasi kamu."

Tidur yang mirip hibernasi tadi membuatku melupakan masalah Chloe tadi malam. Aku yakin saat ini media sosialku yang berisi 16 followers itu sudah dipenuhi pesan hujatan.

"Julian, aku gak begitu peduli sama apa aja yang orang pikirin tentangku."

"Kamu nangis kan tadi malem setelah baca tweet viral itu?"

Aku terdiam. Aku juga lupa bahwa aku menangis dengan konyol seperti anak kecil yang kehilangan boneka kesayangannya.

"Tapi aku gapapa. Serius. Kamu gak usah minta takedown juga gapapa kok. Aku gak main sosmed," ucapku mencoba menenangkan Julian.

"Aku telepon Chloe tadi. Aku tegasin biar dia gak ganggu kamu lagi."

"Serius? Terus dia bilang apa?"

"Dia gak percaya kita dijodohin. Dia pikir itu cuma akal-akalanku biar dia cemburu. Yah, kubilang aja buat dateng ke pernikahan kita bulan depan."

"Bentar, bulan depan?!"

Aku melotot tak percaya. Hey, bukankah kita masih dalam tahap pendekatan?

"Itu cuma gertakan aja. Tapi tujuan sebenernya kita ke resor ini untuk survey tempat pernikahan. Antara ini, atau Amanjiwo. Kayaknya Amanjiwo, karena di Jawa. Papa gak mau anaknya lupa kalau mereka orang Jawa."

Rumah Putih GadingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ