3. Pondok Indah Mall

478 37 3
                                    

Aku tak bisa tidur dengan tenang malam ini.

Julian tidak keberatan dalam perjodohan denganku. Aku tak tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Apakah selama 20 menit percakapan mengenai trilogi Crazy Rich Asian membuatnya tertarik? Oh, aku terlalu percaya diri.

Umurnya sudah 30. Wajar kalau dia sudah pasrah dijodohkan dengan siapa saja asal punya istri.

Sejauh ini memang tak ada faktor yang membuatku keberatan. Aku hanya merasa aneh.

Aku kembali membaca pesan dari Rosy saat ia membahas Julian tadi. Ia memberikan tautan Linkedin Julian padaku. Aku membacanya dengan cepat karena aku kurang tertarik dengan pengalaman kerjanya. Aku ini calon istrinya, bukan calon perekrut pekerjaannya.

Oh, tidak tidak. HAMPIR jadi calon istrinya. Masih belum diputuskan.

Julian Bimantara. Ia berkuliah di University of Edinburgh. Oh? Rupanya itu untuk gelar masternya. Peraih beasiswa LPDP rupanya. Ia sarjana dari Universitas Indonesia juga.

Mantan kepala divisi FMCG, manajer umum FMCG, founder and CEO of Joseon Galbi, yah yah. Global Volunteer AIESEC ke Chiang Mai, Delegasi MUN, lain-lain, Sebuah prestasi yang baik.

Oh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan sekarang?

***

Seperti hari-hari lainnya, aku hendak menghabiskan waktuku ke perpustakaan, tadinya. Tapi aku merasa bosan dan ingin berjalan-jalan tanpa berpikir apa-apa. Mungkin tempat yang ramai akan membuat aku tak memikirkan banyak hal.

Gilanya aku. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke Pondok Indah Mall. Akan aku arungi ketiga mall itu sampai target 10.000 langkahku tercapai. Aku memulainya dari PIM 3. Tak ada alasan. Aku pilih secara random dan kebetulan Mas Budi tidak mau lewat jalan Metro Pondok Indah. Jadi kami berputar sedikit sehingga turun di PIM 3 lebih mudah.

Aku berjalan jalan dari lantai satu sampai lantai paling atas. Hanya melihat-lihat. Aku mampir ke Sociolla untuk melihat beberapa skincare. Aku turun lagi ke bawah. Aku sempat berpikir kenapa aku tak mampir ke Chanel sebentar dan berpura-pura menjadi orang kaya. Siapa tau ada parfum yang mau aku beli untuk ulang tahunku tahun depan.

Aku melihat-lihat sejenak sambil meminta tester beberapa parfum dan kurasa, beberapa parfum tercium seperti bau nenekku. Bukan dalam konotasi yang baik, aku merasa parfumnya seperti bau orang tua.

"Uh, Carlina?"

Aku menoleh saat ada yang memanggilku.

Oh Tuhan. Inikah yang dinamakan 'you attract what you fear' ?

Julian berada di hadapanku saat ini. Tunggu, untuk apa dia berada di dalam toko Chanel?

"Eh, Kakak. Kok di sini?" tanyaku, sedikit mengintrogasi karena ia mulai terasa seperti penguntit.

"Lagi cari kado untuk Mama. Minggu depan ulang tahun," ucapnya lalu menghampiriku dan ikut melihat-lihat display parfum.

"Oh, gitu."

"Kamu lanjut aja. Aku mau cek ke sebelah dulu," ucapnya seperti menyadari bahwa aku tidak mengharapkan kehadirannya.

Tapi aku ini people pleaser.

Tak mungkin aku membiarkannya pergi dari Chanel hanya karena ada aku di sana.

"Eh, gapapa, Kak. Aku juga mau liat toko yang lain," ucapku dan buru-buru berjalan keluar. Herannya, ia malah mengikutiku, bukannya lanjut berbelanja di Chanel.

"Loh, Julian! Ngapain lo di sini?"

Seorang perempuan berambut coklat terang dengan tas Dior Saddle Bag berwarna pink cerah itu menghampiri kami yang baru keluar dari Chanel. Julian tersenyum dan melambaikan tangan ke perempuan itu.

Rumah Putih GadingHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin