Kedua telapak tangan kecil Lou yang tengah mengusap bekas gigitan pada pipi chubby nya, kini beralih menutupi kedua telinga.

Tadi saat didalam Lift, Ravel benar-benar tidak menahan diri untuk menggigit dan mencubiti pipi chubby Lou sampai puas. Ia baru berhenti saat sang adik mengamuk hingga menangis.

"Tidak dengar, tidak mau dengar." gumam Lou, menggelengkan kepala dengan mata terpejam.

Ravel menunduk, menatap malas wajah Lou yang selalu tidak mau kalah. "Seharusnya tadi pipimu kakak telan sekalian."

Lou langsung membuka mata, menatap wajah Ravel dengan ekspresi horor. Namun saat bibir mungil Lou akan terbuka untuk mengomel, Lean datang menghampiri keduanya seraya merentangkan tangan.

"Kak Lean." Lou bergerak heboh. Bahkan tanpa sadar telapak tangan kecilnya mendorong wajah Ravel menjauh.

"Aduh!" ringis Ravel, menatap tak bersahabat pada kedatangan sang kakak. Lean yang melihat itu hanya mengangkat sebelah alis, kemudian mengambil alih tubuh mungil Lou dengan paksa.

"Kakak, lihat. Pipi Lou digigit kakak itu." adu Lou, menunjuk Ravel dengan penuh dendam. Kemudian, memperlihatkan bekas gigitan yang nampak memerah pada pipi chubby nya.

Ravel memasang wajah garang. "Hei chubby! 'Kakak itu' yang kau maksud adalah aku! Kakak kandungmu!" protesnya tak santai.

Lou menyandarkan kepala pada bahu lebar Lean dengan bibir mencebik. "Kakak, sekarang lihat sendiri kan? Kakak itu baru saja memarahi Lou." adunya lagi.

"Berhenti mengganggu adikku." datar Lean, mengikuti drama si bayi beruang agar tak semakin merajuk.

Ravel menggeleng dramatis. "Fine! Big bro! You and me, end!"

Lean langsung melangkahkan kaki jenjangnya kearah ruang makan, mengabaikan gerutuan Ravel sepenuhnya. Lou mengintip dari balik bahu lebar Lean, memasang wajah sombong pada Ravel yang kini bersedekap dada.

"Dasar anak kecil! Si gembul, chubby, mini, squishy, minta ku cubit!" gemas Ravel mengepalkan tangan.

✦◌✦

Sedangkan diruang makan. Lovisa dan para Maid terlihat sibuk menyajikan makan malam. Levan sendiri yang telah duduk nyaman pada kursinya, menyandarkan tubuh seraya menggeser layar iPad dengan alis sedikit mengerut.

"Selamat malam, Papa."

Lou yang baru tiba, melambaikan tangan kecilnya ragu. Menyapa sang Papa yang tampak sibuk dengan iPad ditangannya. Levan mengangkat pandangan, menatap kedatangan si bungsu yang berada dalam gendongan Lean.

"Malam." Levan langsung meletakkan iPadnya diatas meja. Bangkit dari sandaran, kemudian meminta Lou untuk mendekat.

"Kemari." panggil Levan.

Lean berjalan mendekati Levan. Ia mengecup kilat pipi chubby Lou, sebelum menurunkannya dari gendongan. Lou tiba-tiba terdiam kaku ditempat, menoleh pada Lean yang kini berjalan pergi untuk duduk di kursinya sendiri.

Levan yang melihat Lou enggan mendekat, bangkit dari duduknya mendekati si bungsu. Ia berlutut, kemudian menunjuk pipi sebelah kanannya tanpa kata.

Lou mengerjap polos, tak mengerti maksud sang Papa. "Kiss Papa?" tanyanya ragu.

Levan mengangguk. Dengan segera, ia mengangkat tubuh mungil Lou kedalam gendongan koalanya. "Tidak mau kiss Papa?"

Lou menggeleng cepat, telapak tangan kecilnya langsung menangkup wajah tampan Levan. Kemudian, menempelkan hidung serta bibir mungilnya pada pipi sang Papa lama.

"Mwah!"

Bibir mungil Lou menyudahi ciuman dengan suara lucu. Membuat Levan, menatap gemas pada pipi chubby kelebihan lemak yang ikut bergoyang.

Pipi Lou semakin tumpah, karena semua lemak berkumpul disana. Ditambah, kini Lovisa memanjakan bayi beruang ini dengan banyak makanan manis.

"Bagus sekali, aku bahkan selalu ditolak saat meminta ciuman." cibir Ravel, yang baru datang bersama Lion dibelakangnya.

Lou menoleh, menatap aneh pada Ravel yang memasang wajah merajuk.

"Apa? Aku tidak iri, jangan menatapku seperti itu." acuh Ravel, seraya berjalan mengitari meja makan.

Lou mencebikkan bibir. Pipinya yang menjadi korban, tapi sang kakak yang merajuk. "Lou juga tidak marah, pipi Lou tidak sakit sama sekali!" serunya sengaja, membuat Ravel langsung membuang muka.

Levan, yang merasakan ada hewan berbulu menubruk kaki jenjangnya, segera membawa Lou untuk duduk. Tanpa menoleh kebawah, Levan mengangkat tubuh mungil si bayi beruang menghadap pada meja makan.

Lion yang hendak duduk di kursinya, kini menunduk seperti mencari sesuatu dibawah meja. Lean yang melihat gerak-gerik sang adik, ikut melihat kebawah meja sekilas.

"Apa yang kau cari?" tanya Lean.

Lion segera mendudukkan diri. "Asfar." jawabnya tanpa suara. Lean mengangguk mengerti, ia menoleh pada Lou, yang sepertinya belum menyadari kedatangan Asfar.

"Kalian tidak bosan bertengkar?" tegur Lovisa, yang baru datang dengan membawa nampan berisikan sepiring pudding dan segelas susu strawberry.

"Kakak duluan, Ma. Bukan Lou." bisik Lou membela diri. Saat Lovisa meletakkan sepiring pudding dan segelas susu tadi kehadapannya.

"Benarkah?" Lovisa yang hendak menarik kursi disamping Levan, ikut berbisik pada si bungsu.

Lou mengangguk serius, membuat Lovisa tersenyum gemas. "Biar kakak saja yang nakal, Lou jangan ya."

Mengabaikan tatapan menusuk dari Ravel, Lou mengacungkan jempol kecilnya pada sang Mama. "Siap, Ma!"

"Anak pintar." puji Lovisa, seraya menyerahkan nampan ditangannya pada salah satu Maid yang akan kembali ke dapur. "Lou mau makan pakai apa? Mau Mama suap?"

Lou menggeleng, tangan kecilnya lebih memilih meraih segelas susu yang dibuatkan sang Mama. "Lou mau minum susu dulu, Ma."

Lovisa mengangguk mengerti. "Baiklah. Jangan dihabiskan, Lou juga harus makan nasi." peringatnya, yang dibalas anggukan patuh oleh si bungsu.

Disaat semuanya mulai menyantap makan malam, Levan, justru sibuk memperhatikan bibir mungil Lou yang tengah menyesap susu seperti bayi.

Lou yang tak sadar jika sang Papa memperhatikan, mengernyit geli saat merasakan ada sesuatu yang lembut menyentuh pergelangan kaki kecilnya. Tanpa berhenti meminum susu, Lou sedikit memiringkan kepala untuk mengintip kebawah meja.

Uhuk!!

Lou tersedak hingga menyemburkan sedikit susu yang diminumnya. Levan yang terkejut, langsung merebut gelas susu dari tangan kecil Lou. Ia segera berdiri, membawa tubuh mungil Lou kedalam gendongan seraya mengusap dadanya pelan.

"Yaampun!" Lovisa meraih tissue dengan panik. Berjalan mendekati Levan, lalu ikut mengusap dada Lou sembari mengelap wajahnya dengan telaten.

Melihat netra emas Lou berkaca-kaca dengan wajah memerah, Lean langsung berdiri menghampiri. Sedangkan Lion, menatap nyalang pada Asfar yang kini menunduk takut karena merasa bersalah.

"Asfar!" geram Ravel, berdiri dari duduknya dengan kasar.

Asfar, si serigala jantan penyebab Lou terkejut hingga tersedak barusan. Langsung berlari gesit meninggalkan ruang makan, saat melihat Ravel hendak berjalan mendekatinya dengan wajah garang.

TBC
—✦◌✦—


papay readers Loulou 👋🏻💘

ㅤㅤ

LOUISE Where stories live. Discover now