~ Bintang dan Masa Lalu ~

7 2 0
                                    

Tales of Gods

| God of Sun and Maiden of Moon |
| Bintang dan Masa Lalu |

Mentari bersedia menemaniku sejenak sebelum dia menjelajah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mentari bersedia menemaniku sejenak sebelum dia menjelajah. Dia membiarkanku berada di pelukannya, seperti hari pertama aku tercipta. Rasa hangat menghias kegelapan bulan membuatku tenang, elusan pada rambut beriringan suara lembut yang melantun.

"Hm... Hm... Hm..." Mentari bersenandung pelan, berpadu dengan keheningan bulan. Sementara tubuhnya bergoyang perlahan sembari memelukku, teringat suasana saat dia dulu menimang.

Teringat kisah dua anak yang kini jadi kaki tangan Kematian, mereka tercipta langsung dalam keadaan sudah bisa berjalan dan bicara sendiri, sementara aku harus melalui tahap itu dengan belajar perlahan di bawah telapak tangan Mentari. Dia tidak pernah memberitahu mengapa selain bercerita bagaimana dia menjalani hidup sebagai pengasuh, jadi satu-satunya temanku selama ini.

Sudah lama kami biarkan waktu berlalu tanpa sepatah kata, membiarkan desiran angin berbisik–terasa tipis dan dingin, baru kusadari perbedaan itu saat mendarat ke bumi, merasakan embusan angin untuk pertama kalinya. Aku mengamati tanah luas tempat tinggalku di bulan, meski tidak ada banyak hal di sini layaknya tempat tinggal lain, aku merasakan ketenangan khas menyelimuti setiap butiran pasir semenjak belajar melangkah. Kawah-kawah bulan kini tampak begitu asing bagiku setelah menghabiskan waktu singkat di bumi, barangkali karena di sini tanpa adanya makhluk beragam rupa dan penuh warna. Membayangkan rasanya hidup di Bumi, ingin meresapi kehangatan sinar matahari, angin yang sepoi-sepoi, dan keramaian manusia.

Mengenang saat pertama kali turun ke bumi, telapak kaki merasakan sensasi berbeda dari saat aku selama ini melangkah. Ingat juga hari Mentari mengajari berjalan, begitu besar usahaku untuk meraih genggamannya, saat mencapai pun hadiahnya sekadar pelukan dan pujian. Saat ingat akan hari itu, betapa lama waktu telah berlalu, pada saat ini di mana aku tidak perlu lagi menggenggam jarinya setiap kali melangkah, maupun merentangkan tangan agar dapat meraih wajahnya, kini semua terasa berbeda. Aku bahkan merasa canggung saat dia merentangkan tangan, mengundangku ke pelukannya.

Pada pelukannya, aku pejamkan mata, merasakan kehangatan pelukan Mentari diselimuti ketenangan bulan, jauh dari hiruk pikuk dunia bawah sana. Saat pandanganku kembali terbuka, kutatap Mentari, langit gelap disinari bintang bersinar lembut menyelimuti wajah Mentari yang teduh.

Menyadari tatapanku, dia menunduk. "Raana sudah besar sekarang, ya." Mentari menceletuk, seakan membaca pikiranku. Matanya memandang ke arah tempatku menjelajah semalam–bumi. Di kejauhan, bumi memantulkan sinar layaknya permata biru di tengah kegelapan angkasa, mengingatkanku akan rumah temanku yang jauh. Entah kapan kami akan kembali ke sana, teman manusiaku barangkali sedang menunggu.

Aku masih duduk pada pelukannya, mempererat pelukan pada Bintang sembari memandang dengan canggung. Samira membahas peran Mentari dalam hidupku, kini setelah berpikir cukup lama aku yakin ikatan kami lebih dari persahabatan, lebih dekat ke jiwa dan darah.

Tales of Gods : Gods of Dunya [✓]Where stories live. Discover now