Enam

19 5 1
                                    

"Raana di mana, nih?"

Mendengar suara Mentari membuatku langsung berlari ke arah sumber suara, yaitu menuju pintu luar.

Melihat dirinya berdiri di depan, aku melompat. "Mentari!" Aku memeluk perutnya.

Mentari tertawa kecil sambil mengelus rambutku. "Bagaimana tadi?"

"Tidak buruk, Ramini bercerita sedikit tentangmu." Aku menjawab.

"Oh, ya? Apa katanya?" Mentari terdengar tertarik.

"Mentari ke sini untuk mengusir iblis, bukan?" Aku memastikan.

Mentari tersenyum. "Betul. Itu bukan perkara yang sulit lantaran dewa mana pun bisa melakukannya."

"Apa itu berarti aku bisa melakukannya?" tanyaku.

Wajah Mentari yang biasanya cerah kini tampak murung, bahkan dia berusaha mempertahankan senyum meski tampak jelas dia tampak tidak senang mendengar ucapanku.

"Ra ... Raana tidak perlu berburu iblis." Baru kali ini kudengar Mentari terbata-bata. "Karena iblis sudah dilarang untuk mengusik titisan dewa."

"Ah, begitu." Aku yang waktu itu tidak begitu paham hanya mengiakan. "Kukira mereka akan memburuku."

"Oh, tidak." Mentari kembali tersenyum seperti biasa. "Mereka takut kepadaku."

Aku mengiakan tanda mendengar.

"Bagaimana tadi?" Kudengar suara Ramini dari balik ruangan sana.

"Sejauh ini aman," lapor Mentari. "Namun, aku menemukan sejumlah kejanggalan yang mungkin akan terlihat jelas di malam hari."

"Berarti kau perlu berjaga juga malam ini," simpul Ramini. "Sudahlah, sebaiknya tunggu baru beraksi."

Mentari mengiakan, dia kemudian menatapku. "Raana mau berkeliling?"

Aku mengangguk dengan antusias. Inilah yang kutunggu.

"Baik, mari bertualang!" Mentari meraih tanganku kemudian berjalan. Tidak lupa juga dia pamit kepada tuan rumah. "Ramini, kami pergi sebentar!"

Ramini hanya mengiakan dan kami pun keluar dari rumahnya.

***

Desa ini tampak sunyi meski matahari sudah tinggi, keherananku semakin bertambah ketika rumah-rumah tampak begitu tertutup seakan tidak berpenghuni.

Mentari rupanya menyadari kebingungan yang kualami sehingga dia menjelaskan selagi melangkah. "Warga desa tengah dilanda ketakutan. Mereka tahu iblis tengah berkeliaran di sekitar mereka. Jadi, aku suruh mereka menetap di rumah dan membiarkan aku mengurusnya."

"Apa tugas dewa itu membasmi iblis?" tanyaku. Tugas seperti itu terdengar merepotkan.

"Kami melakukannya sekehendak hati, manusia sudah belajar cara melawan musuh mereka," jawab Mentari. "Nanti, di desa ini, akan kedatangan pelindung bagi mereka. Untuk sementara, biar aku jaga dulu desa ini."

Aku mengiakan tanda mengerti.

"Raana lihat jejak itu?" Mentari menunjuk ke arah depan, sebuah tanah yang terlihat telah ditekan ke dalam hingga membentuk lubang dangkal.

Aku mengiakan, aku melihatnya. "Apa itu?"

"Itu jejak iblis," terang Mentari. "Mereka berkeliaran setiap malam dan meninggalkan sejumlah jejak. Malam ini, dia akan berburu lagi."

"Lagi?" beoku. Berarti ini bukan kali pertama?

Mentari mengiakan. "Betul. Nah, karena malam nanti akan sedikit menakutkan, Raana lebih baik menunggu di rumah, ya."

Tales of Gods : Gods of Dunya [✓]Where stories live. Discover now