13 - Les Embûches Se Présentent

Start from the beginning
                                    

Ajeng, panggilan akrab istri Sandro terlihat sudah mantap dengan pilihannya untuk menjalani program di rumah sakit ini. Ia tidak terlalu peduli dengan percakapan Sandro dan staff rumah sakit tadi. Di kepalanya, dia sudah tidak sabar untuk bercerita ke teman-teman satu pergaulannya tentang ini.

Mendapatkan tempat untuk menjadi pasien Shaqila memang hampir mustahil dan somehow para sosialita itu berhasil membuat hal ini jadi salah satu bragging rights terbaru mereka. Bagi orang biasa, antrian untuk bisa konsultasi ke anak sulung Marla ini sudah mencapai setidaknya tiga bulan, namun JMC punya program layanan VIP tersendiri yang rupanya laris manis ketika dijual ke kalangan atas.

Shaqila sebenarnya kurang setuju kalau harus menyisihkan waktu lebih di luar jam praktik regulernya hanya untuk melayani orang-orang yang menurutnya, pada kebanyakan waktu, lebih terasa seperti sok penting. Tapi sekeras-kerasnya Shaqila, dia tetap tunduk oleh mandat dari Marla.

Dari sudut pandang bisnis, program ini sebenarnya tidak seberapa menguntungkan. Namun Marla tetap mempertahankannya just for the sake of keeping the exclusivity. And it works. It keeps the rich people's ego afloats and at the same time, it makes them want more. People love to chase something they can barely have.

"Silakan ditunggu sebentar Bapak, Ibu. Service director kami, dr. Masayu, sebentar lagi akan ke sini untuk ngobrol lebih lanjut dengan Bapak dan Ibu," jelas staff tersebut.

Otot wajah Sandro seketika menegang. Ajeng yang sudah terlanjur senang masih sibuk merekam suasana ruangan yang menghadap langsung ke jajaran gedung-gedung tinggi di pusat Jakarta itu, tidak menghiraukan perubahan air muka sang suami.

Sandro sebenarnya tahu kalau Yuna bekerja di sana. Dia juga tahu kalau rumah sakit ini dipimpin oleh Marla Sadewo istri dari lawan politiknya–Arizal Aziz–sekaligus ibu dari Shaqila Aziz. Itu semua tidak seberapa mengganggu pikirannya karena toh kedua wanita itu tidak pernah ikut campur urusan politik Arizal. Ditambah, Ajeng sudah merengek kalau dia hanya mau diperiksa oleh Shaqila dan tidak mau kalau harus datang ke rumah sakit lain di luar negeri.

Tapi mendapati Masayu Ilana sebagai orang utama yang akan membimbing mereka selama perawatan, itu di luar perhitungannya. Terakhir Sandro bertemu Yuna, dia berada di departemen berbeda yang tidak terlalu banyak bersinggungan dengan pasien. Rumah sakit ini besar, jumlah karyawannya pun ribuan. Pria itu kira, kemungkinannya bertemu Yuna cenderung tipis. Kalaupun harus berpapasan sesekali, itu juga bukan masalah untuknya.

Tapi ini? Sandro tidak suka berada di situasi yang tidak masuk dalam perhitungannya.

"Selamat pagi, Bapak Sandro, Ibu Bimala." Yuna menyapa pasangan itu dengan tenang begitu masuk ke ruangan. Ekspresinya ramah namun sulit terbaca oleh Sandro yang memperhatikannya dalam diam.

"Pagi, dok. Apa kabar?" Sandro mengulurkan tangannya. Yuna membalas ajakan jabat tangan itu dengan santai. Sementara itu, Ajeng memperhatikan interaksi ini dengan tanda tanya tergambar di wajah.

"Dokter Masayu ini sebenarnya temanku juga, Sayang. Kami sama-sama ambil master di Sydney waktu itu," jelas Sandro. Pria itu benar-benar politikus ulung. Tidak ada sedikitpun jejak gugup di wajahnya padahal dia sedang menyampaikan kebohongan besar di depan istrinya sendiri.

"Kenapa kamu nggak pernah cerita punya teman secantik ini?" Dan cara Sandro berhasil. Ajeng terlihat terpesona dengan sosok Yuna yang tidak hanya ayu, tapi juga memancarkan kharisma tidak biasa, seolah bisa menyedot semua perhatian orang di ruangan yang dimasukinya.

"Terima kasih, Ibu Bimala, tapi sepertinya saya masih kalah, deh, kalau dibanding sama Ibu," canda Yuna. Nada bicaranya ringan, membuat Sandro semakin penasaran.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 18 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Three Words TheoryWhere stories live. Discover now