Extra Part

29.5K 2.7K 114
                                    

"Ini bagus."

"Nggak, yang ini lebih bagus."

"Ish, bagusan pilihanku."

"Nggak. Masih lebih bagus pilihanku."

Gama menarik napas panjang, sudah mulai lelah mendengarkan perdebatan Alula dan Aruna yang tak ada habisnya. Sudah lebih dari sepuluh menit ia menyaksikan dua anak kesayangannya memperdebatkan model cincin yang akan dibeli untuk Jenia.

Hari ini Gama mengajak Alula dan Aruna jalan-jalan ke mall tanpa Jenia. Ia masuk ke store perhiasan, berencana membelikan cincin nikah untuk Jenia. Meski pernikahannya masih tahun depan, ia mulai mencari cincinnya mulai dari sekarang. Ia melibatkan anak-anaknya untuk ikut memilih cincin.

"Papi, pilih yang ini aja. Lebih bagus," ucap Aruna sambil menunjuk sebuah model cincin di etalase.

"No. Itu terlalu simple. Lebih bagus yang ini," balas Alula.

Gama memperhatikan dua model yang berbeda. Cincin yang dipilih Aruna lebih simple, dibanding cincin yang dipilih Alula.

"Bisa digabung aja, Pak. Jadi, modelnya two in one."

Gama seperti mendapat secercah penyelesaian untuk perdebatan antara Alula dan Aruna. "Yaudah Mbak, digambung aja pilihan dari anak-anak saya," ucapnya. "Saya nggak bisa milih soalnya. Kalo salah satu ada yang nggak dipilih, bisa perang dunia nanti di rumah," lanjutnya.

Akhirnya pilihan jatuh pada dua model yang dipilih Alula dan Aruna. Tidak lupa ia memilih cincin untuk dirinya sendiri. Ia juga meminta ukiran nama inisial di belakang cincin miliknya dan Jenia. Setelah memberikan ukuran jari Jenia, ia meninggalkan store bersama anak-anaknya.

Setelah perdebatan mencari cincin nikah, Gama membawa anak-anaknya untuk makan siang di salah satu restoran Jepang.

"Papi," panggil Aruna.

"Iya?"

"Kenapa Papi beliin Mami cincin lagi?"

"Karena Papi mau nikah sama Mami," jawab Gama tersenyum samar. Meski rencana menikah mereka masih tahun depan, tapi membayangkannya saja bisa membuat bahagia.

"Di jari Mami udah pakai cincin," celetuk Alula tiba-tiba. Ia mengingat jelas kalau akhir-akhir ini ada sebuah cincin yang melingkar di jari Maminya. "Cincin yang dipakai Mami, itu cincin dari Papi, kan?" tanyanya memastikan.

Gama mengangguk.

"Kalo Papi udah ngasih cincin, ngapain ngasih lagi?" tanya Alula heran.

"Nggak papa dong. Papi kan mau bikin Mami senang."

Kemudian, Alula dan Aruna kembali melanjutkan makan. Mereka terlihat sangat ahli dalam memakai sumpit. Di tengah-tengah makan, Aruna tiba-tiba menyenggol lengan Alula.

"Katanya kamu yang mau bilang ke Papi," bisik Aruna pada kembarannya.

"Aku bingung bilangnya," balas Alula dengan suara pelan.

"Bilang aja. Pasti dibeliin kok."

"Kenapa bukan kamu yang bilang?"

"Kemarin waktu minta lego kan udah aku yang ngomong. Masa sekarang mau minta beliin barang lain aku juga yang ngomong," balas Aruna.

Gama nampak kebingungan melihat Alula dan Aruna yang duduk di depannya, saling berbisik-bisik. Samar-samar ia bisa mendengar percakapan mereka.

Alula meletakkan sumpit yang ia pegang, lalu berdeham pelan. Ia menatap Papinya dengan senyum lebar. "Papi...," panggilnya dengan nada manja.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang