Bab 21

33.1K 3.2K 116
                                    

"Ngapain ke tempat karaoke?" tanya Jenia penuh kecurigaan.

"Nyanyilah, emang mau ngapain?"

Jenia sudah tidak kaget mendengar Gama menyanyi dengan suara sumbang. Ia sudah mengenal Gama cukup lama, sampai ia hafal kalau laki-laki itu buta nada. Sudah dua lagu yang dinyanyikan, Gama tetap percaya diri meski nyanyianya tidak ada yang sesuai dengan nada. Jenia duduk bersila memperhatikan Gama yang sibuk bernyanyi. Mulutnya mengunyah kentang goreng yang tadi sudah dipesan oleh Gama sebelum mereka masuk ke ruang karaoke.

Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada hanya
Aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau beri untukku

Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hatiku
Dengan cinta yang lain
'Kan kubiarkan ruang hampa di dalam hidupku

Bila aku harus mencintai
Dan berbagi hati, itu hanya denganmu
Namun bila ku harus tanpamu
Akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta

Jenia yang sedang memakan kentang goreng, langsung diam seketika mendengar lagu yang dinyanyikan oleh Gama. Ia diam bukan karena suara Gama mendadak berubah menjadi bagus, tapi laki-laki itu bernyanyi dengan menatapnya begitu dalam. Lirik lagu yang dinyanyikan Gama, menembus ke relung hatinya. Ia sampai membuang pandangannya ke arah lain karena tidak tahan dengan tatapan Gama.

Gama berhasil menyelesaikan satu lagu dari Element yang berjudul Rahasia Hati meski hampir semua nada yang dinyanyikan sumbang. Ia meletakkan microphone, lalu duduk di atas meja, tepat di hadapan Jenia. Tangannya memegang dagu Jenia, membuat perempuan itu menatap lurus tepat di matanya.

"Walaupun suaraku jelek, aku nyanyi lagu barusan dengan sepenuh hati," ucap Gama dengan raut wajah serius. 

Jenia seketika diam. Jantungnya berpacu dengan cepat tanpa bisa ia cegah. Tatapan matanya seakan terpaku untuk tetap menatap Gama, tidak bisa berpaling ke arah lainnya.

"Cewek yang kamu lihat itu bukan siapa-siapa. Kebetulan dia salah satu sepupu jauhku yang dapat pelatihan di Amerika dan berangkat sama aku," ucap Gama tiba-tiba.

Jenia mengerutkan kening, tidak mengerti dengan maksud perkataan Gama. Ia

"Cewek yang kamu lihat sebelum aku berangkat ke Amerika," ucap Gama lagi, seakan tahu dengan kebingungan yang tergambar jelas di wajah Jenia.

Mendengar itu barulah Jenia paham.

"Aku nggak pernah selingkuh selama kita menikah. Dan aku nggak pernah kepikiran untuk selingkuh."

"Tap--"

Gama menaruh telunjuknya di depan bibir Jenia agar perempuan itu diam. "Diam dulu. Aku mau lanjutin penjelasanku."

Akhirnya Jenia mengangguk patuh.

"Aku beneran masih cinta sama kamu. Dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah. Nggak pernah ada niat atau pikiran buat selingkuh. Makanya aku bingung setiap kamu nuduh aku selingkuh, karena nyatanya aku nggak pernah ngelakuin apapun yang kamu tuduhin itu."

Jenia masih senantiasa diam, menunggu kelanjutan penjelasan dari laki-laki di hadapannya.

"Aku nggak tau kenapa kamu selalu nuduh aku selingkuh padahal aku nggak pernah selingkuh. Aku akui, dulu emang belum terlalu dewasa. Aku terlalu egois karena sibuk kerja dan ngelupain kamu di rumah."

Jenia menunduk melihat tangannya yang ternyata sudah digenggam oleh Gama. "Dulu Mas Gama nggak pernah bolehin aku kerja," gumamnya lirih. "Aku bosan di rumah sendirian, sedangkan Mas Gama selalu pulang malam," lanjutnya.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang