Bab 4

42.5K 3.8K 118
                                    

Siang ini Gama ada agenda meeting di salah satu restoran sushi yang ada di mall. Selama meeting, ia hanya menyentuh sedikit makanannya. Sejujurnya tidak terlalu suka hidangan khas Jepang. Setelah bertahan hampir satu jam lebih, ia langsung lega saat meeting selesai dan klien mulai berjalan keluar dari restoran.

Kaki Gama melangkah tak tentu arah. Niatnya ia ingin makan nasi padang yang ada di dekat kantornya, tapi niatnya itu segera ia urungkan ketika penglihatannya menangkap sosok tak asing yang sudah lama tidak pernah ia lihat dalam sepuluh tahun terkahir ini. Sosok itu baru saja masuk ke restoran Indonesia. Buru-buru Gama melangkahkan kaki mengikuti sosok itu.

"Kamil?" sapa Gama dengan wajah pura-pura tekejut. Padahal dari jauh, ia sudah melihat sosok itu.

Laki-laki yang baru dipanggil itu sontak menoleh. Kamil cukup kaget melihat mantan Kakak iparnya berdiri di dekatnya. "Hai, Mas," sapanya balik.

"Mau makan siang?"

Kamil tidak mungkin menggeleng. Ia baru saja memesan dan membayar pesanannya. Mau tidak mau, ia menganggukkan kepala sebagai jawaban. 

"Sama, aku juga. Kebetulan mau makan siang juga. Boleh gabung?" Gama mengitari pandangannya. Beruntung suasana restoran sangat ramai, sehingga alasan untuk gabung meja dengan Kamil cukup masuk akal.

Belum sempat Kamil menolak, mantan Kakak iparnya sudah duduk di hadapannya. Ia hanya bisa menyunggingkan senyum kaku tanpa tahu harus mengatakan apa.

"Kamu apa kabar?" tanya Gama setelah memesan.

"Baik, Mas."

"Udah berapa tahun sih kita nggak ketemu?"

"Kurang lebih sepuluh tahun, Mas. Terakhir kali kita ketemu sebelum Mas Gama sama Mbak Jenia cerai."

Gama manggut-manggut. Mendengar kata cerai kembali mengingat lagi kalau saat ini statusnya adalah duda. "Jenia apa kabar?"

"Mbak Jenia kabarnya baik."

"Tinggal dimana dia sekarang?"

"Tinggal di rumah, Mas," jawab Kamil tanpa beban.

Belum sempat Gama membuka suara, seorang pelayan datang mengantarkan pesanan Kamil. Setelah kepergian pelayan, laki-laki di hadapannya sudah sibuk dengan makanannya. "Maksudku, Jenia tinggal di kota apa?"

Kamil mengangkat pandangannya sekilas. "Masih di sekitar sini-sini aja kok."

"Di Surabaya?" tanya Gama lagi. Ia merasa kurang puas dengan jawaban yamg diberikan oleh Kamil. Laki-laki di hadapannya terkesan enggan menjawab pertanyaannya.

Kamil hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas. Ia tidak ingin memberikan jawaban gamblang soal lokasi tempat tinggal Kakaknya. Meski ia berpikir si kembar harus tahu soal Gama, bukan berarti ia setuju kalau Kakaknya harus kembali lagi dengan laki-laki yang ada di depannya.

Meski tidak puas dengan jawaban Kamil, Gama tidak berusaha bertanya lebih lanjut. Tak lama pesanannya datang, ia mulai fokus dengan makanannya.

"Mas Gama setelah cerai sama Mbak Jenia sibuk apa?" tanya Kamil tiba-tiba.

"Aku kerja di Amerika."

Kamil mengangkat kedua alisnya, menatap Gama dengan tatapan lekat. "Sampai sekarang?"

Gama menggeleng. "Udah balik dari enam bulan yang lalu."

"Kenapa balik? Bukannya di Amerika gajinya lebih gede daripada di Indonesia?"

"Di sana cuma nambah-nambah ilmu dan pengalaman aja sih. Begitu udah puas, mutusin buat pulang lagi ke Indonesia."

"Bukannya Mas Gama masih ada keturunan Amerika?" tanya Kamil pura-pura memasang tampang bodoh.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang