Bab 24

29.8K 3.1K 82
                                    

"Kamu naik mobil Gama aja, biar si kembar naik mobilku."

"Tapi, Mas--" Belum sempat Jenia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Mama memotong.

"Alula sama Aruna udah setuju mau nginap malam ini. Nggak papa kan, Jen?"

"Mereka nggak bawa baju ganti, Ma."

"Kamu tenang aja. Mama kan udah bilang kalo mereka mau nginap, nggak perlu bawa apa-apa. Cukup bawa diri aja, nanti semua keperluan mereka biar jadi urusan Mama."

Jenia melirik ke anak-anaknya. "Kalian harus nurut kalo nginap rumah Oma sama Opa."

Dengan kompak Alula dan Aruna menganggukkan kepala.

"Iya, Mami," ucap Aruna.

"Mami nggak perlu khawatir. Kita bukan anak kecil lagi yang suka bikin ulah," ucap Alula.

Gama berusaha menahan tawanya mendengar ucapan Alula barusan.

"Kamu nggak mau sekalian nginap di rumah kami?" tanya Papa.

"Iya, kamu ikut nginap aja sama si kembar," sahut Gama semangat.

Jenia menggeleng. "Biar anak-anak aja yang nginap, Pa."

Gama sontak memasang tampang kecewa. "Yaudah kalo gitu. Aku antarin Jen pulang dulu."

Gama berpisah dengan keluarganya. Ia masuk ke mobil lebih dulu, lalu diikuti oleh Jenia. Mereka melambai ke si kembar, sebelum mobil bergerak meninggalkan area parkir restoran.

"Harusnya tadi aku pulang sendiri aja, Mas."

"Lebih aman kalo aku antarin."

"Mas Gama malah jadi bolak-balik karena ngantarin aku."

"Nggak papa, Jen. Aku senang ngehabisin waktu sama kamu," sahut Gama menenangkan. "Untung aja si kembar mau disuruh nginap di rumah Mama. Soalnya besok pagi Papa udah harus berangkat ke luar kota dan Mama kali ini nggak mau ikut."

"Tumben Mama nggak mau ikut?"

Gama mengedikkan bahu. Kemudian ia mengecek ponselnya, ada satu pesan dari temannya, Egi.

"Jangan main hp sambil nyetir," tegur Jenia yang melihat Gama sedang memegang ponsel.

Akhirnya Gama menyerahkan ponselnya pada Jenia. "Tolong bacain pesan dari Egi," pintanya.

Untuk beberapa saat Jenia menatap ponsel Gama yang ada di genggaman tangannya. Dulu saat mereka masih bersama, Gama sering menyuruhnya untuk melakukan hal seperti ini. Gama tidak pernah takut kalau ia memegang atau bahkan mengecek isi ponsel laki-laki itu. Jenia menggeleng-gelengkan kepalanya, menyadarkan dirinya dari kenangan masa lalu. Kemudian, ia melihat ada satu pesan terbaru yang belum dibuka. "Barangnya udah ada. Mau diambil kapan?"

"Hah?"

Jenia berdecak. "Itu pesan yang dikirim Egi."

"Oooo...." Gama merutuki kebodohannya. Padahal ia yang meminta Jenia untuk membaca pesan di ponselnya.

"Barang apa, Mas?"

"Egi lagi memulai bisnis berlian sama partner-nya, kemarin dia ngirim aku katalog. Akhirnya aku pesan satu yang menurutku bagus."

Jenia manggut-manggut.

"Nggak papa kan kalo kita mampir dulu ke tempat Egi?"

"Terserah Mas Gama aja."

Gama mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia menikmati setiap waktu kebersamaan dengan Jenia. "Kamu sama si Abi masih suka ketemu?" tanyanya tiba-tiba.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang