Chapter 4

5 3 0
                                    



Perubahan dalam kehidupan

*****

Setiap perjalanan hidup manusia memiliki rasa trauma yang berbeda, Gisella memiliki rasa trauma yang cukup besar atas apa yang terjadi didalam hidupnya.
Sungguh sulit menjalani hidup berdampingan dengan trauma yang mungkin sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Setiap perjalanan hidup memiliki batu sandungan masing-masing. Dan Gisella selalu membandingkan itu semua.

Kehidupan tidak selamanya indah, seperti di chapter sebelumnya ada duka dan cinta, ada sedih dan senang, ada tangis dan tawa, dan kita tidak bisa memilih yang mana yang kita inginkan. Setiap manusia memiliki jalan hidup masing-masing dan pasti ada proses melalui itu semua.

Trauma yang dimiliki Gisella membuat dirinya seperti hidup didalam keterpurukan dan kesedihan, trauma yang mendalam membuat banyak hal yang berubah. Untuk beberapa orang jika memiliki trauma yang besar dan membawa dampak dalam kehidupanya. Banyaknya perubahan dalam hidup seorang Gisella dari sikap, tutur kata, cara pandang, bahkan pola pikir pun berubah.

Ketidak pedulian akan keadaan, hal itu yang dia lakukan untuk melindungi dirinya terhadap setiap hal yang dia dapatkan disekelilingnya. Melindungi dirinya dari rasa yang tidak enak. Gisella mencoba untuk menjadi orang yang introvert dan menutup diri.

Sejak lulus Sma dia tidak ingin melakukan hal apapun, tidak ingin melanjutkan pendidikan diperkuliahan atau cari kegiatan yang lain, seorang anak perempuan yang marah dengan keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan, Gisella stuck dalam keadaan yang buruk.

Disore hari Gisella duduk dengan memandang rak buku-buku yang sudah dia baca, dia hanya terdiam memikirkan hal yang dia ingin lakukan sejak lama yaitu mengakhiri hubungannya dengan Yoga.

"Sepertinya saat ini saat yang tepat untuk mengakhirinya, sudah tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan hubungan yang sudah tidak baik" ucap Gisella

Gisella sudah memikirkan sejak lama tidak ada perubahan dari dirinya bersama Yoga, yang selalu datang hanya harapan palsu, ketidak nyaman saat menjalin hubungan, mendapat perlakuan yang kasar, Yoga hanya memberikan luka baru untuk Gisella. Rumah yang dia inginkan dan butuhkan tidak ada di Yoga.

House dan home, memiliki arti yang berbeda meskipun dalam bahasa indonesia memiliki arti yang sama adalah rumah. Tapi jika kita perdalam kembali memiliki makna yang berbeda.

House adalah rumah atau properti yang melindungi kita dari bahaya, melindungi dari hujan dan bisa kita tempati, dan kalau home adalah rumah dimana kita merasakan kenyamanan dalam hati yang tidak kita bisa dapatkan ditempat lain, dan itu menunjukan kepada seseorang. Dan Gisella tidak memiliki home.

Banyaknya perubahan pada Gisella menjadi dirinya yang sungguh sangat berbeda, hal-hal yang buruk terjadi pada dirinya, rasa emosi, rasa kesal, rasa marah pada keadaan dan membentuknya menjadi mulai menyakiti dirinya dan menyalahkan dirinya.

Rasa iba terhadap dirinya sendiri sudah tidak ada. Hanya tersisa rasa amarah dan itu selalu terjadi berulang-ulang ketika Gisella tidak bisa meluapkan rasa emosi dan amarahnya.

Tanpa disadari ketika Gisella menyakiti dirinya adanya rasa kepuasan tersendiri, adanya rasa lega dan hilangnya rasa amarah yang terjadi pada dirinya ketika dia menahan dan tidak bisa meluapkannya.

Menyakiti dirinya adalah hal yang sudah sering terjadi, mencari benda tumpul untuk memukul badan dan kepalanya, memukul kepala karena merasa tidak berguna untuk dirinya sendiri dan memukul badannya supaya merasa lega dengan apa yang terjadi dan tidak bisa dia luapkan kepada disiapapun.

Sering kali terlihat memar-memar biru di badan dan lengannya tetapi Gisella tidak pernah merasakan sakit akan luka yang dilakukan kepada badannya.

"Aku tidak merasakan sakit ketika aku menyakiti diri aku sendiri, dibandingkan dengan rasa sakit dihati dan pikiranku" ucap Gisella sambil tersenyum.

Dengan terseyum dia menutupi itu semua. tersenyum dengan lebar dan tetawa seperti tanpa beban, sehebat itu Gisella menutupi semua yang dia rasakan dan apa yang dia lakukan pada dirinya.

Terdengar suara burung dipagi hari seketika Gisella terbangun dari tidurnya karena mendengar suara telfon berbunyi.

"Gisella kamu kenapa gak ngehubungin aku dan seperti menghilang" ucap Yoga di telfon

"Yoga aku baru bangun, nanti siang ya kita bicara" ucap Gisela

"Kamu itu cewek yang paling aneh dasar tidak tau diri sekali" ucap Yoga dengan teriak sangat kencang dan penuh amarah

"Baik, sepertinya sudah cukup untuk kita ya Yoga aku mau kita putus, aku sudah tidak ingin ada hubungan lagi dengan kamu" ucap Gisella tanpa ekspresi apapun.

Ketika Yoga mendengar ucapan Gisella hanya bisa terdiam, lalu menutup telfon tanpa ucapan terakhir.

Gisella selalu menantikan moment itu, tanpa beban dia mengeluarkan setiap kata yang membuat dirinya semakin terpuruk, Gisella menyadari jika dia bersama Yoga tidak akan ada yang perubahan pada dirinya hanya menimbulkan luka baru. Dan dia selalu mendapatkan perlakuan buruk dari Yoga secara verbal dan non verbal. Salah satu faktor yang membuatnya berubah dan semakin dititik kehancuran adalah memiliki ekspektasi terhadap orang lain atau bahkan seseorang.

Tingginya ekspektasi terhadap seseorang yang mungkin akan terjatuh karena tidak sesuai, ketika tidak sesuai dan tidak terjadi seperti yang Gisella bayangkan dan harapkan. Harapan yang tinggi kepada setiap manusia juga dapat menghancurkan dirinya.
Setiap perubahan pasti ada sebab dan akibat dengan apa yang terjadi kepadanya. Hal itu yang membuat dirinya berubah menjadi buruk dan bukan dirinya lagi.

Trauma, duka, dan luka yang selalu berdampingan dengan kehidupannya sehari-hari, hal yang tidak mudah untuk anak dibawah umur 20th yang memiliki hal-hal itu. Dan menjadikan dirinya yang hancur karena kehidupan yang cukup keras.
Tidak mendapatkan perlakuan baik dengan orang sekitas, tidak adanya kepedulian kepadanya saat dia terpuruk dan berusaha bangkit dengan dirinya sendiri dalam hal itu.

Pengalaman yang terjadi tidak bisa kita bandingkan dengan pengalaman orang lain, bagi Gisella kesialan selalu ada pada dirinya, kehampaan yang selalu datang setiap saat, dan ke kosongan yang tidak pernah hilang meskipun Gisella memiliki Yoga saat itu. Menjalani kehidupan dengan penuh tantangan, kesedihan, dan kesulitan tetap dia lalui.

Memukul diri sendiri dengan sangat kencang dan membekas, melukai diri sendiri dengan penuh amarah dan menyalahkan diri sendiri. setiap saat dengan apa yang terjadi kepadanya, baginya hal itu yang bisa meluapkan yang dia rasakan dan menjadi tenang setelah melakukannya.

Karena kita tidak bisa menutup rapat2 setiap mulut manusia, sering terdengar setiap kalimat yang menyakitkan dan tertuju kepadanya, dan setiap orang memiliki rasa sensitive yang berbeda-beda.

Didalam lubuk hatinya sulit menerima kenyataan yang ada. Selalu terulang menyakiti dirinya saat dia merasa marah dan emosi. Gisella selalu berfikir ingin meninggalkan semua yang ada didunia ini dan pergi jauh dengan rasa yang melekat pada dirinya.

"Aku mulai lelah menjadi orang yang sangat bodoh, menutupi yang aku rasakan dengan senyuman lebar. Apakah ini akhir hidupku?" Ucap Gisella dengan tatapan kosong.

Selanjutnya di next chapter yaa—>

Terimakasih sudah membaca chapter 4🫶🏻

Perjalanan seorang wanita untuk mencintai dirinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang