Kosong. (1)

59 7 0
                                    

Idea 22 by Gibran Alcocer

Listen for the best performance.

✩♬ ₊˚.🎧⋆☾⋆⁺₊✧

Aku benci keramaian.

Tapi, keramaian sangat suka kepadaku.

Menyelinap di antara manusia-manusia setengah kosong mencari keberadaan diriku yang selalu berusaha menjadi mereka.

"Kamu selalu memancarkan gemilang diantara gelapnya insan."

Ia berkata, saat aku bertanya setiap malam penuh jua.

Memang apa mau mu denganku? Menelan duka saja tidak bisa, apa yang hendak kau rebut?

"Ketenanganmu mungkin? Sungguh aku juga tak tahu, namun diriku selalu dipenuhi dahaga untuk mendekati dirimu. Tanyakan saja pada teman-teman paruh kosongmu, mampukah mereka menjawab dengan jawaban penuh?"

Tidak. Mereka tidak akan pernah bisa menjawab dengan penuh. Tidak akan ada yang mampu menjawabnya. Mereka tak pernah ingin tahu apa yang sebenarnya aku mau. Jika iya, mereka akan meninggalkanku, lalu akan datang lagi lalat yang lain. Aku sendirian dalam samsara menyedihkan ini.

"Apa benar begitu?"

﹌﹌﹌﹌﹌

Hari ini adalah hari terpadat sejak semua orang merayakan berputarnya satu bentala mengitari sang kencana. Semua wadah-wadah setengah kosong itu bergemar-gemar menyalakan mesin yang sama-sama kosongnya, mencari lagi kegunaan mereka bagi dunia ini. Mungkin dalam rupa status, kertas-kertas dan koin-koin emas, dan ada pula dengan maksud tersederhana, kebahagiaan. Sebuah tujuan untuk bisa menyalakan sedikit sumbu dari diri mereka yang kosong. Begitu pun aku.

Di dalam kotak kendara ini, setidaknya bisingnya sedikit tersunyikan. Cukup sunyi bagi pikiranku untuk kembali terbang.

Aku melihat kembali keluar kaca, hanya untuk hatiku menjadi rintih lagi. Mengapa mereka sangat dipenuhi api?

Sebuah tujuan tetap menjadi konsep yang asing bagiku. Ketika mereka berhasil menemukan sumbu dan percikannya, seakan-akan dunia berputar di sekitar mereka. Mereka dikelilingi cahaya-cahaya membutakan dan selalu bertutur dengan penuh percaya diri tanpa adanya ragu sedikitpun. Dan, keramaian akan dengan sendirinya datang, tanpa harus diminta. Menemukan mangsa untuk direnggut polos-polosnya, membuat mereka akhirnya mempertahankan diri semati-matinya. Sebuah siklus normal untuk melahirkan sesosok bintang purnama.

Dan masuklah kita ke dunia popularitas. Beberapa orang hanya terpukau dengan kehidupan kelas atas berkualitas tinggi, yang berlimpah harta dan kebahagiaan penuh arti. Sejatinya, hanya mempertaruhkan harga diri, dengan kehangatan tiada arti. Memuakkan. Muka dengan segala ramahnya, yang dipuji setinggi egonya, nyatanya menyembunyikan seratus dosa tak kasat mata bagi fantasi kita. Namun mau bagaimana lagi? Api itulah yang terus membakar sumbu mereka, yang memberi mereka tujuan dan harapan untuk kelangsungan raga dan jiwa. Kelangsungan hidupnya merupakan tugas mereka untuk dunia ini.

Dan aku hanyalah wadah kosong lainnya, mungkin sewajarnya tak pantas berkata hina. Yang masih anom mencari percikan dan sumbu harapan untuk kelak ku tempa. Yang masih terlunta di antara dilema kebahagian mana yang pantas di jera. Masih dalam gelapnya rencana dan buta akan kencana. Aku masih dan akan tetap kosong.

Lantas apa mau keramaian padaku?

"Mba, sudah sampai sekolah inggih." Pak Supir dengan baik hati membagunkan ku.

Waterlily; Seringan-ringan bunganya, sekokoh-kokoh tangkainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang