05 >> Lebaran

20 11 8
                                    

"Hari raya penyambut selesainya puasa sebulan penuh, bukan menjadi kebahagiaan, melainkan kesedihan saat kehilangan orang tersayang."

~ Ariozil Mardika ~

     Sudah tiga minggu berlalu semenjak kepulangan Ari dari rumah sakit. Selama tiga minggu itu juga, Ari tinggal bersama Ardan. Ardan dan Ghaza jaga-jaga agar Rizky tidak menyakiti Ari lagi, hal itu mereka lakukan dengan cara menghindarkan Ari dari sang Ayah agar tidak bertemu.

Kini, puasa yang menguras tenaga dan hawa napsu selama berpuasa, kian sirna karena lebaran telah menjemput. Di hari baik ini, rumah Ardan kedatangan warga yang mendadak mengabarkan bahwa Ayah Ari telah ditemukan tewas di dalam rumahnya sendiri karena kebanyakan meminum minuman keras.

Mendapat kabar buruk dihari baik seperti ini. Ari langsung berlari pulang ke rumahnya dengan diikuti oleh kedua teman dan kedua sahabatnya yang tadi berkunjung ke rumah Ardan untuk silaturahmi.

Air mata tak terbendung, pecah begitu saja di tengah jalan menuju rumahnya pulang. Dari kejauhan, tepat di arah berlawanan dengan Ari yang menyebrang, terdapat satu buah mobil hitam tengah melaju cepat kearahnya. Ardan yang dapat melihat itu, berlari lebih cepat dan berhasil mendorong Ari agar tidak tertabrak mobil. Namun, sebagai gantinya, Ardan menggantikan posisi Ari yang seharusnya tertabrak.

Sekitar beberapa meter jauhnya tubuh itu terlempar dengan begitu cepat. Langkah yang tadinya akan menemui sang Papa, kini berhenti, menyadari apa yang terjadi baru saja, membuat Ari berlari sangat cepat menghampiri tubuh Ardan yang berada di penghujung trotoar jalan raya.

Sekelebat bayangan menghampiri pikiran Ari. Bayang-bayang akan masalalu suram itu terjadi kembali. "Hiks, Gava!! Gava, bangun!! Hiks ...!!"

Di belakang, banyak yang menyusul Ardan dan Ari. Betapa terkejutnya mereka saat menemukan Ardan yang tengah dipangku oleh Ari dengan berlumuran darah di kepalanya.

"IKUT GUE!!" tegas Ghaza yang tak tahan melihat keadaan mengenaskan Ardan. Ia menarik Ari untuk menjauh dari Ardan, sementara tubuh Ardan dibawa oleh Galih, Anggie, dan dua anak remaja kampung yang dekat dengan Ghaza, Galih, dan Anggie untuk mengikuti kemana Ghaza membawa mereka.

"Pangeran, hiks ... Gava, Pangeran ...." Ari tidak mempedulikan tangannya yang di cengkram kuat sampai membekas oleh Ghaza, yang di khawatirkan Ari saat ini hanyalah Ardan.

"Gava baik-baik aja. Ozil jangan nangis," ujar Ghaza berniat menenangkan Ari.

Tepat mereka sampai di mobil Ghaza. Semuanya masuk dan standby menuju ke rumah sakit.

Mobil Ghaza melaju bagai petir menyambar di jalanan. Menyalip pengendara lain agar bisa menyelamatkan Ardan yang tidak membuka kedua matanya.

Ari menatap kebelakang, tangis tanpa suara begitu menyesakkan pernapasannya. Sakit. Ari merasakan luka itu kembali datang tanpa ia mau.

"Pasien Gavardan akan sembuh dari amnesianya saat ada sesuatu yang memacu ingatannya kembali. Untuk sekarang, anda harus menghindarkan pasien dari kendaraan dan jalanan, untuk menutup kemungkinan agar pasien tidak diserang ingatan sebelumnya secara keseluruhan. Pasien kehilangan sebagian memori otaknya di masa lalu, jika anda memaksa untuk ia mengingat kembali masa lalu itu, anda akan menyakitinya."

"Jadi, saya harap anda bisa menggiring ingatannya dengan perlahan untuk kembali. Hanya saja membutuhkan waktu cukup lama jika menggunakan cara pelan. Jika langsung memaksa ingatannya kembali, itu akan mengakibatkan beberapa sel-sel di otak pasien yang tersisa akan terhapus secara permanen. Artinya, tidak ada harapan jika ingatannya akan kembali."

MY ANXIETY IS HEALED BY YOUWhere stories live. Discover now