02 >> Jalan-jalan Ke Panti

34 19 8
                                    

Jam 03.22 dini hari, Ardan dibangunkan oleh suara kucing menggerogoti pintu kamarnya untuk masuk. Kaki pemuda itu terulur dari ranjang menuju langsung pada lantai yang dingin. Ia berjalan perlahan agar lantai kayu yang berderit tidak membangunkan Ari yang tengah tertidur pulas.

Perlahan daun pintu itu terbuka oleh Ardan, seekor kucing peliharaan yang Ardan sayangi memasuki kamarnya. Kucing itu mendengkur di kaki Ardan, seolah memanjakan diri pada pemuda tampan itu.

Ardan tersenyum, ia mengangkat kucing itu dan menggendongnya. Kemudian keluar dari kamar menuju dapur untuk menyiapkan makanan sahur.

"Cita, jangan ganggu gue, yah?" Ardan mengusap rambut-rambut yang tumbuh pada permukaan kulit kucing yang ia namai Cita.

Pemuda itu pun kemudian meninggalkan kucingnya di atas meja ruang tamu. Sementara ia sendiri menuju dapur dan menyiapkan makanan.

Selama Ardan membuat masakan di dapur, di sisi lainnya terdapat Ari yang mulai terbangun karena kehilangan sosok yang telah menemaninya sepanjang malam.

Ari tidak menangis, hanya saja ia melamun di kasur. Menatap langit-langit kamar Ardan yang berwarna monoton, hitam dan putih, dindingnya hitam dan langit-langit kamar berwarna putih dengan garis-garis hitam di sisi menyisinya.

"Enak, ya, Dan, hidup sendiri? Gak ada yang marahin kalo telat bangun, gak ada yang ngebentak kalo gak sholat, intinya lo gak terkekang oleh siapapun. Dan, kalo ini dunia anime, boleh gak, sih, kita tukeran kehidupan bentar? Gue mau ngerasain gimana hidup sendiri. Dan, gue capek ngurus Ayah yang gak waras itu--"

"Jangan ngeluh ke gue, Ri. Ngeluh lah sama yang kuasa. Mending sekarang lo salat tahajud, deh. Mendekatkan diri pada Allah SWT. dan lalu mengeluh lah padanya. Jangan ke gue," ujar Ardan menjadi pengingat Ari. Tadinya, Ardan ingin membangunkan Ari untuk makan, tetapi karena waktu masih lama dan ada waktu untuk salat tahajud, Ardan pun menyarankannya pada Ari.

Pemuda bertubuh sedikit lebih kecil dari Ardan itu bangkit dari kasur, menatap Ardan yang memberikan ingatannya yang satu itu.

"Makasih udah ngingetin, tapi lo udah salat tahajud juga gak, Dan? Kalo belum, ayo sama-sama!" ajaknya.

Ardan memberikan senyum terbaiknya, "Ayo, kita wudhu dulu, Ri."

Ari mengangguk, kemudian turun dari ranjang dan berjalan mengikuti Ardan dari belakangnya.

Menuju tempat wudhu yang terletak ada di belakang rumah, otomatis mereka melalui dapur dan tempat makan. Saat melewati itu, Ari bertanya. "Eh, Dan," ucap Ari memberhentikan langkah keduanya.

"Kenapa?" Ardan berbalik menatap bingung pada Ari.

"Lo udah masak?"

Ardan pun mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Ari. Melihat lauk-pauk yang siap sedia di atas meja makan membuat Ardan tersenyum, "Iya, gue udah masak. Ayo cepet kita salatnya, ntar makanannya dingin kalo lama."

Ari mengangguk. "Yaudah, ayo!" ucapnya sambil mendorong tubuh Ardan dari belakang.

"Gak di dorong juga, elah, Ri."

"Hehe," Ari cuman nyengir.

Tuntas melakukan wudhu, Ari dan Ardan pun salat tahajud. Setelah selesai, keduanya bergegas untuk makan karena hampir tiba waktunya imsyak.

Butuh beberapa menit menghabiskan makanan dalam piring mereka. Akhirnya, tersisa satu menit sebelum imsyak, mereka dapat menghabiskan makanan di piringnya. Tak hanya itu, lauk-pauk yang Ardan masak juga habis tanpa sisa karena Ari banyak makan.

"Laper banget, nih, keknya," sindir Ardan, mencoba menjahili Ari.

Smirk kecil terlihat di belahan bibir pemuda bernama Ari, "Oh, jelas dong!! Tadi malem gak makan soalnya."

MY ANXIETY IS HEALED BY YOUWhere stories live. Discover now