𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟐𝟑 || 𝐒𝐄𝐓𝐈𝐓𝐈𝐊 𝐂𝐀𝐇𝐀𝐘𝐀

509 56 18
                                    

          Semesta itu tak akan pernah berhenti bekerja jika bukan atas kehendak sang pencipta, setiap tarikan nafas akan selalu ada jiwa yang lahir dan pada setiap hembusan nafas akan selalu ada jiwa yang berpulang, setiap harinya akan ada jutaan jiwa yang merayakan hari kelahiran entah di rayakan atau tidak di rayakan, setiap harinya akan selalu ada beragam jenis cerita yang tercipta oleh penghuninya, akan selalu ada yang berbahagia dan berduka setiap detiknya, beragam jenis emosi dari seluruh makhluk hidup, akan selalu ada sejuta bencana ataupun tragedi yang terjadi pada setiap titik bumi berada, yang pasti semesta tak akan berhenti meskipun dirimu hanya sedang berbaring yang rasanya bernafas pun begitu lelah kau lakukan.

Untuk setiap jiwa yang kehilangan sosok berharga dalam hidup, teruslah melanjutkan hidup dan berusaha tanpa dirinya. Belajar mengikhlaskan meskipun kata itu tak akan bisa dirimu lakukan, sebab ikhlas itu bohong, yang benar hanyalah kamu yang melangkah dipaksakan oleh waktu dan keadaan, melupakan sejenak rasa sakit yang kembali datang ketika kamu terdiam dalam keheningan. Mengenang seluruh rangkaian cerita yang berubah menjadi kenangan tanpa bisa dirimu lakukan kembali bersama orang dan waktu yang sama, seperti keinginan kembali ke masa kecil, di mana menurutmu masa itu adalah masa membahagiakan karena hanya tau bermain, makan dan tidur hingga mulai mengenal dan merasakan betapa kejamnya semesta bekerja. Tetapi, ada banyak orang yang enggan mengingat masa kecil mereka, sebab bagi mereka masa kecil itu adalah masa terburuk yang pernah ada.

Rasanya sulit dan begitu menyesakkan, bertahan hidup yang mana semakin bertambahnya detik membawa pada tulisan merah dalam buku kematian. Bertanya-tanya, apa yang sedang diri cari dan apa kebahagiaan yang di janjikan hingga perjalanannya begitu berat. Ada banyak orang yang terus mengeluh namun tidak melihat bahwa masih ada banyak orang yang masalahnya jauh lebih besar, berfikir bahwa hanya diri sendiri yang memahami apa mau mu meskipun dirimu sendiri pun tak mengerti itu, beranggapan untuk mengatakan orang lain merasakan bagaimana kamu menjalani kehidupan yang sebajingan ini tanpa sadar bahwa itu percuma, sebab itu hidupmu, masalah mu, jikalau orang lain merasakan menjadi kamu sehari saja, hasilnya akan berbeda pada tempat kamu berpijak. Setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menghadapi masalahnya tersendiri.

Intinya, janganlah kamu mematokkan tujuan, kebahagiaan dan apa yang kamu inginkan kepada orang lain, meskipun itu kepada orang tua, saudara dan keluarga, sebab semuanya akan kembali ke pangkuan sang pencipta. Orang tua hanya perantara membawa mu ke dunia, kelak ketika kamu sudah besar, maka kamu memulai perjalanan hidup yang brengsek ini. Bukankah, berharap dan mematokkan kebahagiaan pada orang lain itu menyakitkan? Terlebih jika orang itu tak merespon semangat sebagaimana kamu.

Rintik hujan jatuh membasahi bumi seolah mengekspresikan duka mendalam pada jiwa yang berpulang, langit menangis menemani setiap jiwa yang bersedih, tanah yang basah lengket terasa berat untuk melangkah. Pada sebuah tempat bangunan yang menjadi tempat berkumpulnya abu yang telah berpulang jiwanya, columbarium.

Setiap raga mulai pergi dari bangunan dengan pakaian serba hitam sebagai bentuk duka, isak tangis yang terdengar tidak seribut itu, kedua orang tua Edgar sendiri hanya berekspresi datar meskipun si ibu tampak kacau berantakan. Seluruh anggota Vagos juga berkumpul, semuanya memakai pakaian hitam, semuanya menghantarkan Edgar sebagai bentuk penghormatan terakhir, mereka semua sedih dan kehilangan, hal yang wajar. Bukan hanya Vagos, melainkan Diorking dan Zreadnoks juga turut ikut menghantarkan Edgar, yang saat ini kedua geng itu berada di luar ruangan, memberikan Vagos menemani Edgar.

Setelah memberikan doa, Galaksi memberikan kode untuk yang lain keluar satu persatu, hingga menyisakan dirinya dengan kedua orang tua Edgar. Laki-laki itu menghela nafasnya, sepasang mata tertutup oleh kacamata hitam agar menutupi matanya yang bengkak. Ada hal yang harus dirinya bicarakan dengan orang tua sahabat, yang di ketahui oleh ayah Edgar sendiri.

𝗔𝗟𝗭𝗜𝗔𝗡 || 𝗥𝗘𝗡𝗝𝗨𝗡 𝗛𝗔𝗥𝗘𝗠Where stories live. Discover now