Journey 10

1 1 0
                                    

Andre bertarung melawan pria bertopeng di hutan dekat vila. Dia terus-menerus menangkis serangan dengan tongkat kayu. Tidak lama, pria itu mengeluarkan pistol dan segera menembak. Melihat senjata api, Andre mendadak panik bukan main. Alih-alih kabur, dia malah menari-nari saat menghindari tembakan. Tingkah Andre mulai membuat pria tadi merasa kesal.

Di waktu yang sama, Rheina, Andi, serta Zihan masih berada di dalam vila. Berbagai upaya dilakukan untuk membuka pintu. Mustahil bagi Rheina menggunakan cast lantaran dapat berpotensi menghancurkannya. Andi berusaha terus mendobrak pintu dengan sekuat tenaga.

Zihan yang khawatir berbatin, "Ya Tuhan, semoga tuh orang baik-baik saja."

"Ayolah, semoga bisa!" Rheina mencoba mengakses sistem pintu lagi.

Berbalik ke peristiwa di mana Andre sempat kewalahan dan lengah. Tongkat kayunya patah saat hendak menyerang. Dia harus berpikir keras mencari cara supaya bisa bertahan dari situasi itu. Si pria bertopeng bertarung dalam jarak dekat maupun jauh. Sangat lincah, bahkan suara gerakan tidak sekalipun terdengar. Bagi Andre, orang itu adalah lawan paling merepotkan.

"Mas, kau stresnya cuma bercanda, 'kan?" Andre lari terbirit-birit menghindari tembakan. "Orang ini bahaya banget, njir. Bisa-bisa aku kena tembak sungguhan!"

Setelah berpikir panjang, Andre mulai melakukan sebuah siasat. Dia hendak kabur dan bersembunyi di balik semak serta pepohonan. Orang bertopeng itu kesulitan mencarinya. Pada suatu kesempatan, Andre menampakkan diri, lalu cepat-cepat meraih pria tersebut untuk menahan pergerakan. Dia juga menyingkirkan pistol milik si pria.  Di momen itu mereka saling pukul-memukul.

Sementara itu, di vila, Rheina tidak bisa mengatasi sistem pintu dikarenakan sudah gagal berkali-kali. Di samping itu juga, Andi tidak menyerah dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk mendobrak. Akhirnya, pintu berhasil terbuka. Andi bergegas keluar sambil berteriak nama Andre. Rheina pun hendak pergi. Zihan yang masih belum bisa bergerak secara aktif juga ingin ikut.

"Rheina, pegang aku dan ikuti Andi."

"Baiklah. Tapi Zihan, kamu tak apa-apa, kan?"

"Sudah lah. Jangan pikirkan aku. Pikirkan saja si bodoh itu."

"Em … baiklah. Mari sini."

***

Andre melakukan baku hantam dengan orang misterius tersebut. Mereka berdua saling menahan anggota tubuh supaya tidak bergerak. Andre memiting di bagian kepala. Si pria bertopeng berkesempatan menyerang menggunakan belati miliknya ke lengan Andre.

"AKKHH," teriak Andre kesakitan setelah ditusuk belati.

Pria bertopeng hendak mengambil pistolnya. Andre berusaha mencegah hal itu. Tidak lama, dia melihat seekor sigung di samping. Sambil menutup hidung, Andre melemparkan hewan tersebut ke arah si pria itu. "Hei, lihat ini!"

Saat dilempar, pria itu kewalahan karena bau sigung yang menyengat dan pandangan jadi kabur. Kesempatan Andre untuk mengakhiri pertarungan. Dia menempatkan kepalan tangan dengan keras ke ulu hati si pria bertopeng sampai orang tersebut pingsan. Sebelum kembali sadar, Andre harus mengikatnya.

"Periksa dulu, ah …." Karena penasaran, Andre membuka topeng yang dipakai pria misterius itu. Di waktu yang tepat, Rheina, Andi, dan Zihan datang. Rheina terkejut tidak percaya setelah mengetahui seseorang yang menyerang Andre.

"K-kamu …."

"Eh … Nona kenal dia?" tanya Andre.

"Dia orang yang Rheina temui di kota tadi siang. Lepaskan saja, Andre. Kita harus menanyainya baik-baik!"

"Memang Nona pikir dia bakalan mau bicara?"

Di sela perdebatan itu, tidak lama kemudian, tali akar pohon yang mengikat pria bernama Rozza itu meregang dan terlepas. Dalam kesempatan itu, dia kabur dari mereka berempat secepatnya. Zihan memberi tahu yang lain setelah melihatnya kabur.

"Sial!" Andre menendang batu.

"Ayo, semuanya. Hari sudah larut. Kita harus tidur," ajak Zihan.

Andre merasa kesakitan akibat luka, tapi disembunyikan rasa sakit itu. Mereka semua pun kembali pulang ke vila. Pada esok hari, Andre hendak pergi dalam keadaan terluka. Zihan yang sudah sembuh bertanya, "Mau ke mana kau? Masih kepikiran soal kemarin?"

"Aku hanya ingin jalan-jalan saja, kok, hehe." Andre menyembunyikan tangan yang terluka.

Rheina menyadari tangan Andre dan meminta, "Kamu terlihat terluka, Andre. Tolong jangan ke mana-mana dulu."

"Tidak, tidak." Andre perlahan melangkah mundur. "A-aku baik-baik saja, Nona."

Setelah dilarang terus oleh rekan-rekannya, Andre tetap ingin pergi. Saat meninggalkan vila untuk segera menuju ke pusat kota, Zihan masih berpikir bahwa Andre ingin mencari pria yang menyerangnya semalam. Dia, bersama Andi dan Rheina, segera membuntuti secara diam-diam.

Andre berada di pusat kota, tepatnya ke kantor Pemeriksa Identitas dan Forensik. Dia punya kenalan yang bekerja di sana dan meminta tolong membeberkan identitas asli dari pria bertopeng kemarin. Saat berhasil ditemukan datanya, Andre mengetahui nama, asal, keluarga, dan tempat tinggal pria tersebut. Diketahui, orang itu bernama Rozza Marlvazu.

"Terima kasih, Kawan!" Andre berpamitan dan segera pergi ke alamat dari orang bernama Rozza itu.

"Rozza Marlvazu …," gumam Andre. "Dia punya adik dan tinggal di gubuk, ya …? Aku penasaran."

Tanpa disadari, Rheina, Andi, juga Zihan mengikutinya diam-diam. Mereka bertiga menguping perkataan Andre barusan. Saat berada sesuai alamat, ada gubuk kecil di jalan berbukit. Saat hendak menuju ke sana, Rozza keluar dari tempat itu. Andre meneriakinya untuk berhenti, tapi pria itu malah kabur.

"WOI, JANGAN LARI!" Andre mengejar Rozza.

Rheina, Andi, dan Zihan melihat Andre barusan. Mengesampingkan hal tersebut, mereka bertiga melihat gubuk yang begitu terbengkalai. Mereka segera menuju ke bangunan itu. Setelah masuk, ada suara seseorang di sana. Rheina menemukan gadis kecil terbaring lemah di tempat tidur.

"Permisi," sapa Rheina, lalu bertanya, "Kamu adik … Rozza Marlvazu?"

Gadis itu terkejut dan terbata-bata berkata, "K-kalian … s-siapa?"

"Emm … k-kami temannya!" Rheina terpaksa berbohong, begitu juga dengan Andi dan Zihan yang beralasan bahwa mereka punya hubungan baik dengan pria bernama Rozza itu. Tidak lama, gadis tersebut menangis terharu karena senang kakaknya memiliki teman.

"Maaf, ya." Zihan mendekati gadis yang terbaring di tempat tidur itu. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

Gadis tersebut bernama Rosalina. Dia merupakan adik Rozza paling berharga. Rheina dan yang lain bertanya-tanya tentang kehidupan kedua kakak beradik tersebut. Ternyata, mereka berdua yatim piatu sejak kecil. Rheina turut bersimpati mendengar semua penjelasan itu. Rosalina juga memberi tahu penyakit langka yang dideritanya, serta bercerita tentang pekerjaan sang kakak.

Bersambung ….

RAZARWhere stories live. Discover now