Journey 06

1 1 0
                                    

Keributan memicu perkelahian. Zihan yang murka tengah menembakkan panah ke Rheina dan Andi. Beruntung, mereka berdua berhasil menghindar. Berusaha memberi tahu secara baik-baik saja tidak dapat dihiraukan oleh gadis kerudung tersebut. Justru, dia malah menyerang terus-menerus. Saat itu terjadi, Andi segera menahan tembakan panah dengan pedang untuk melindungi Rheina.

"Jangan sakiti dia. Kami bukan pencuri!" Andi menghampiri Zihan untuk membalas serangan. Zihan menangkis, lalu menyerang balik menggunakan ujung busur yang runcing. Di sini titik pertarungan antara Andi dan Zihan.

Rheina berlutut tidak berdaya sembari bersuara pelan, "Hentikan …."

Andi berkelit dan melompat dalam upaya meraih lawannya. Zihan melepaskan tembakan panah secara cepat, tapi beruntung ditahan oleh Andi menggunakan pedang. Zihan marah bercampur kecewa. Dia berpikir sudah salah menilai orang lain yang baru dikenal.

"Sudah kubilang, kami bukan pencuri! Tolong hentikan ini!" tegas Andi.

"Bohong. Kalian pembohong!" Zihan terus-menerus menembak Andi. Pikiran gadis tersebut jadi kacau lantaran tidak bisa mengendalikan emosi. Andi pun lengah. Zihan menendangnya dengan kuat.

Kesabaran telah hilang. Andi memutuskan untuk serius bertarung. Dia mengamuk seperti predator. Rheina khawatir melihat situasi tersebut. Saat berusaha memberi tahu, Andi berkata, “Jangan hentikan aku, Rheina. Ini bisa kuselesaikan sendiri.“

Pertarungan berlangsung sengit. Andi menyerang bagai seekor banteng yang hendak menyeruduk. Zihan selalu menghindar agar bisa menembakkan panah. Di saat musuh mendekat, dia tidak punya pilihan untuk beralih ke mode jarak dekat menggunakan ujung busur tajam sebagai pedang.

Andi berusaha memikirkan cara agar bisa menang dan berbatin, “Brengsek. Aku takbisa terus-menerus menyerang tanpa tujuan. Pasti ada jalan keluar!“

"Sampai kapan pun, kau takkan bisa meraihku jika begitu terus!" ucap Zihan.

Sekian lama berpikir sembari menahan serangan, Andi mendapat ide setelah melihat pasir-pasir di permukaan. Dia berencana gunakan itu untuk suatu hal. Saat dilakukan, seketika Zihan berpaling muka untuk menghindari lemparan pasir.

"Trik murahan semacam ini takkan–" Di saat Zihan lengah setelah berkata demikian, secara cepat Andi menghampiri dan memukulnya sekuat tenaga dengan menggunakan ujung gagang pedang.

"Kena kau!" tegas Andi.

Zihan merintih kesakitan dan terjatuh. Busur panahnya terlepas dari genggaman. Andi merampas senjata itu, lalu ditodong ke Zihan agar terpojok. Sambil menahan rasa sakit, gadis tersebut berkata, "Ini … takmungkin … aku kalah dari orang macam kau …!"

Tiba-tiba, Rheina berteriak setelah melihat seseorang berjubah merah kehitaman dari jarak jauh. Tidak lama kemudian, orang itu memperlihatkan sebuah kalung permata di genggaman.

"Itu … ITU PERHIASANKU!" Zihan berteriak dengan mata melebar saking terkejut. Dengan cepat, dia merebut kembali busur panahnya dari tangan Andi ketika lengah. Saat hendak menghampiri, sosok berjubah tadi melemparkan kalung ke bebatuan. Dia juga memanggil Pumpkin Veidro. Tidak lama setelah itu, orang misterius tersebut menghilang seketika.

"Situasi macam apa, sih, ini?!" Andi mundur perlahan saat melihat Veidro liar bangkit. Rheina mengajaknya untuk menyerang. Mereka berdua  bersama-sama bertarung melawan Pumpkin Veidro. Rheina menggunakan cast api, sedangkan Andi menebas secara beruntun.

Di samping itu, Zihan mencari-cari kalung miliknya di bebatuan sambil bergumam, "Di mana, di mana. Tolonglah, ayo ketemu!"

<Firatier: Fiery Lava>

Cast berupa lahar panas mengelilingi dan mengenai Pumpkin Veidro, bersamaan dengan pukulan pedang Andi. Meski begitu, kekuatan mereka tidak terlalu cukup untuk melumpuhkan monster tersebut, juga mustahil ditebas karena tubuhnya sangat keras. Mereka berdua kewalahan melawan Veidro itu. Andi meminta, “Rheina, ayo gunakan 'Buff' sebisamu!“

Segala upaya dilakukan Rheina untuk meningkatkan serangan, namun tidak berhasil sama sekali. Andi juga sudah tidak kuat melakukan perlawanan. Terlebih, Pumpkin Veidro susah diserang lantaran suka menyeruduk siapa saja.

Di samping itu, Zihan terus mencari kalung sampai ketemu. Di sela pencarian, dia melihat Rheina dan Andi kewalahan mengalahkan Veidro. Gadis berkerudung itu merasa bersalah atas perlakuan dirinya terhadap mereka. Dia pun segera membantu. Pada saat Pumpkin Veidro hendak menyeruduk Rheina, Zihan menembak panah ke arah monster tersebut.

“Zihan ….“ Rheina menghela napas setelah diselamatkan Zihan.

“Aku harus menebus kesalahanku.“ Zihan bersedia membidik. “Jadi, biar kuselesaikan ini sendiri.“

Zihan menyerang Pumpkin Veidro dengan cepat. Dia juga menghindari setiap serangan yang diberikan. Sembari mempermainkan lawan, Zihan melihat batu berukuran besar hendak terjatuh dari atas tebing. Dia hendak memanfaatkan itu untuk menjatuhkan Veidro.

“Kemari kau, Monster Jelek!“ Zihan berencana memojokkan diri ke ujung dinding tebing. Dia berlari menggiring  Pumpkin Veidro. Saat sudah  berada di tempat dan terpojok, batu besar dari atas hampir berada di tepian. Rheina beserta Andi berpikir bahwa gadis berkerudung tersebut sedang terjebak. Mereka berdua berteriak untuk memperingatkan.

Pada saat Pumpkin Veidro bersedia menyeruduk, Zihan berkesempatan menghindar. Setelah beraksi, gadis itu meluncur lewat bawah kaki monster tersebut, juga kepala Veidro terbentur dengan keras mengenai dinding tebing. Tidak lama kemudian, batu besar terjatuh dari atas dan menimpa Armadillo Veidro sampai tewas.

“Tadi itu berbahaya sekali.“ Andi menganga melihat tindakan Zihan mengalahkan Veidro. Setelah kejadian tadi, mereka mulai mencari kalung milik Zihan bersama-sama. Rheina berhasil menemukan perhiasaan itu dan menyerahkan ke gadis kerudung tersebut.

"Terima … kasih …," ucap Zihan terbata-bata, "a-aku juga  mau minta maaf karena telah berprasangka buruk kepada kalian berdua …."

"Sudahlah … jangan dipikirkan lagi. Yang berlalu, tetap berlalu. Bukankah begitu?" Rheina memegang tangan Zihan.

"Rheina ….“ Zihan memandang penuh penyesalan ke Rheina yang bersikap tulus.

“Kami harus pulang. Sampai jumpa.“ Rheina bersama Andi berencana pergi meninggalkan tempat. Namun, ternyata Zihan masih belum selesai berbicara. Dia memanggil mereka berdua. Rheina dan Andi pun berhenti.

"Soal ajakan itu … apakah aku boleh bergabung dengan kalian?" Permintaan Zihan tersebut sontak membuat Rheina kaget. Andi langsung menyetujuinya tanpa berpikir panjang.

"Eh … kamu serius, Andi?" tanya Rheina.

"Zihan. Apa kamu bisa jelaskan potret keluarga yang ada di kamarmu itu?" Andi memegang bahu Zihan.

"Kau melihat itu, ya …." Zihan mulai menjelaskan suatu hal penting kepada Rheina dan Andi. Ternyata, dia berasal dari negeri Indi Pina. Alasan datang ke Veroeland adalah memulai berkelana untuk mencari ayahnya yang hilang. Andi sudah menduga dari awal masuk ke ruangan penginapan bahwa Zihan juga punya tujuan lain.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Rheina senang dan setuju menjadikan Zihan sebagai rekan perjalanan. Mereka bertiga saling berjabatan tangan. Zihan langsung pindah ke vila bersama Rheina juga Andi. Meski demikian, masih ada masalah lagi yang muncul di kemudian hari sebelum memulai tugas.

Bersambung ….

RAZARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang