Ana And The Rain

394 2 0
                                    

Ciuman semakin panas dan bibir kami berlumatan dengan ganas. Saat hujan memang paling enak berciuman begini.

Setelah cukup lama, Ana melepaskan bibirnya dan memandangiku dengan mesra. Kami berdua tak mampu berkata-kata dan hanyut dalam asmara. Kupandangi dengan seksama wajah cantiknya. Kecantikan bukan khas Jawa. Dan tetap saja mempesona.

Sinaran cinta memancar dari matanya. Dan itu membiusku hingga tak berdaya. Pandanganku lalu beralih ke bibirnya. Bagian paling kusuka dari perempuan. Cantik tidaknya seorang wanita terlihat dari bibirnya. Begitu pula dengan kepribadiannya. Dan bibir sedang - tak terlalu tebal atau tipis ini menunjukkan karakternya yang tak terlalu cerewet ataupun pendiam. Wanita serba pas.

Kami lalu berkecupan. Saling menikmati kelembutan dan kenakalan bibir. Dan berlanjut menjadi lumatan penuh gairah.

Lidahnya menyeruak ke dalam mulutku dan mengusap kesana-kemari. Seolah ingin menikmati setiap rongga mulutku.

Pintar benar anak ini berciuman. Mungkinkah ia sudah berpengalaman? Bahkan Dilla dan Tia tak semahir ini ketika pertama kali berciuman.

Lidah Ana mencari-cari lidahku dan mengajaknya untuk bergelut. Dan akhirnya saling menjilat di dalam sana. Ciuman ini dikenal dengan nama French Kiss. Sebagai penggemar Perancis, sudah sepatutnya jika ia harus menguasainya. Mungkinkah ia belajar langsung saat di Perancis? Dengan siapa?

Ana menghisap lidahku agar masuk ke rongga mulutnya. Bibir kami masih saling menghisap dan menyerap. Dan lidahku ia hisap dengan kuat. Rasanya begitu nikmat. Serasa kemaluanku yang sedang ia hisap-hisap. Dan adik kecilku itu memang sedari tadi sudah berdiri.

Sejak seorang pria dicium bibirnya, sejak itu pula kemaluannya bergairah. Meminta usapan seorang wanita. Pastilah ada syaraf penghubung antara bibir, lidah dan kemaluan.

Ana memeluk leherku dengan erat. Satu tanganku membalas memeluknya. Dan satu lagi secara refleks meraba dan meremas-remas payudaranya.

Ia tak menolak. Dan nafasnya kurasakan semakin berat. Berciuman seperti ini memang harus pintar mengatur nafas melalui hidung. Dan ia sungguh terampil. Benarkah ia sudah sering berciuman?

Dadanya terus kuremas-remas. Ukurannya tak jauh berbeda dengan punya Dilla.

Cukup puas berlumatan, kami melepaskan bibir. Ia tersenyum manis memandangiku. Lalu ia alihkan pandangan pada dadanya.

Aku baru tersadar jika tanganku masih meremas-remasnya. Buru-buru kulepas, takut ia marah. Namun ia malah tergelak.

Tawanya semakin membuatku bernafsu. Kembali kuciumi bibir indahnya itu. Kali ini merembet ke pipi, jidat, hidung dan lehernya.

Dan lagi-lagi nafasnya memberat. Ciumanku kembali pada bibirnya. Kami ulangi lagi pagutan panas seperti tadi. Tak bosan-bosannya aku menikmati bibir indah itu.

Tanganku pun tak sungkan-sungkan lagi untuk meremas dadanya. Kali ini kedua-duanya. Sekali lelaki mendapat izin, ia takkan menyia-nyiakannya.

Puas meraba dan meremas payudara, aku berusaha membuka kaosnya. Ia pun menjulurkan tangan untuk memudahkan aksiku.

Ternyata ia memakai tank top di balik kaosnya. Kuteruskan meremas dadanya sambil menciumi bibirnya. Kurasakan baju dalamnya sangat tipis. Gundukan payudara dapat kurasakan dengan lembut. Sepertinya ia tak memakai bra.

Kuhentikan ciuman dan menarik sedikit bagian atas tank top-nya untuk mengintip payudaranya. Ia tak protes. Dan kulihat ia memang tak memakai bra.

"Lihat apa?!" tanyanya tersenyum menggoda.

"Ini!" jawabku meremas payudaranya.

Ia kembali tersenyum. Kucoba untuk menyibakkan tank top-nya dari bawah. Ia tak melawan. Lampu hijau untuk lelaki penuh nafsu ini. Dan itu adalah lampu hijau terindah malam ini.

Akibat Game SeksiWhere stories live. Discover now