Pasir Putih

642 2 0
                                    


Ritual pagi yang memuaskan sebelum berangkat kuliah. Ingin rasanya setiap pagi seperti itu. Tapi tentu tak bisa. Hanya beberapa kali saja kami mengulanginya.

Tia tak bisa sering-sering menginap di tempat Dilla. Untuk bercinta di rumahnya pun juga sulit. Neneknya lebih sering berada di rumah.

Paling sering, aku bersertubuh dengan Dilla di kamarnya seusai kuliah. Tia kadang juga ikut. Namun tak bisa sering-sering. Takut dicurigai keluarganya jika ia sering pulang telat.

Kami pun juga takut dicurigai oleh paman dan tante Dilla. Juga oleh para pegawai hotel. Apalagi paman Dilla punya dua anak yang sesekali berkeliaran di hotel itu. Dito dan Farah, kelas satu SMP dan enam SD.

Alhasil kami lebih sering menyewa kamar hotel murah untuk bercinta bertiga. Jika ada waktu longgar, kadang kami berwisata dan menyewa kamar penginapan di sana. Bahkan pernah Tia membayari kamar hotel mewah untuk kami bertiga saat ulang tahunnya.

Jika tak sempat ngamar, kami hanya jalan-jalan ke tempat-tempat wisata. Mencuri-curi kesempatan untuk berciuman atau raba-rabaan di tempat sepi.

Kadang kami menonton film di bioskop untuk melampiaskan nafsu. Memilih film yang sepi penonton. Seringkali hanya aku dan Dilla. Namun kadang juga bertiga bersama Tia, dengan aku berada di tengah. Dilla seringkali hanya memakai rok. Dan itu memudahkanku untuk berbuat mesum padanya.

Memang tak bisa sampai bersetubuh atau ejakulasi. Namun cukup bisa melampiaskan nafsu yang terpendam.

*

Saat liburan semester, kami bertiga berwisata ke kota asal Dilla. Cukup jauh. Perlu perjalanan depalan jam naik travel. Aku dikenalkan pada keluarganya.

Kami pun disambut hangat. Aku disuruh menginap di rumah tantenya untuk menjaga norma daerah itu. Letaknya di samping rumah Dilla. Ia adalah tante Dilla paling kecil. Adik dari tantenya yang memiliki hotel di kotaku. Sementara Tia tidur bersama Dilla.

"Gantengnya!" sambut tante Dilla padaku, "Ini Mbak Tia juga cantik!" lanjutnya pada Tia, "Teman-temanmu semua ganteng dan cantik di sana, Dill?"

"Iya dong!"

Tante Dilla memiliki dua anak. Yang besar perempuan, Mega, kelas 3 SD. Dan yang kecil lelaki, Rio, kelas 1 SD. Mereka pun segera akrab denganku.

"Tidak ada teman di sini mereka Mas, sejak ditinggal Dilla." Kata tante, "Cuma si Hana."

Mereka pun menempel pada Dilla karena telah lama berpisah.

"Mbak Dilla, kapan kita diajak ke ***** (kotaku) lagi?" tanya Mega.

"Mbak Dilla asyik ya," sahut Rio, "tiap hari bisa berenang di hotel Om Bambang! Kita juga mau!"

"Nggak tiap hari juga kali!" jawab Dilla mengemong, "Bosen juga!"

"Pengin main sama Mas Dito dan Mbak Farah!" timpal Mega, "Kok nggak diajak sekalian sih?!"

"Masih sekolah, dong!" jawab Dilla.

Dan entah dari mana, keluarlah si Hana, adik Dilla. Masih kelas dua SMA. Ia cantik sekali. Mungkin inilah sosok Dilla versi SMA.

"Wih, cantik bener adikmu!" komentar Tia saat melihatnya, "Dean bisa naksir, tuh!"

Dilla hanya tertawa saja, "Cantik dong! Adik siapa?"

"Han, kenalin nih temen Mbak!" lanjut Dilla pada Hana, "Dari mana aja kamu? Perempuan main terus wis!"

Aku pun bersalaman dengannya. Dan tangannya semulus tangan Dilla. Gadis ini, ada sesuatu padanya. Hatiku tiba-tiba berdegub kencang. Sama seperti saat pertama kali aku berkenalan dengan Dilla di kampus dulu.

Akibat Game SeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang