"Aku disini, kenapa mencari Mama." Lean berjalan kearah pintu kamar. Lou yang masih setengah sadar, menyandarkan kepalanya pada bahu lebar sang kakak.

Lean mengusap punggung mungil Lou, membuat Lou beralih menduselkan wajah pada lehernya mencari kenyamanan. Lean tidak tau jika sang adik akan begitu sensitif jika tidurnya diganggu.

"Jangan tidur lagi." Satu tangan Lean mencubit pipi chubby Lou. Membuat kedua mata bulat yang tadinya ingin kembali terpejam, langsung mengerjap terkejut.

"Jangan sentuh!" alis Lou menukik kesal. Layaknya seekor anak kucing liar yang menolak disentuh, Lou menepis kasar tangan sang kakak dari wajahnya.

Lean hanya diam, membiarkan Lou menjauhkan kepala dari bahu lebarnya. Dengan pandangan sayu, netra emas Lou mulai meliar menatap sekitar. Sadar jika mereka baru saja masuk kedalam Lift, kaki kecil Lou langsung bergerak acak minta diturunkan.

"Turun!" pinta Lou ketus, yang justru membuat Lean semakin mengeratkan gendongannya.

"Lou mau turun." lirih Lou. Namun tetap tak di gubris oleh sang kakak. Kepalan tangan kecil Lou terangkat, ingin mengusap mata bulatnya yang kembali berair namun segera ditahan.

"Mau turun." Lou menunduk, menatap kepalan tangan kecilnya yang kini berada dalam genggaman tangan besar Lean.

Lean mendengus tak suka, menahan diri untuk tak meremas tangan kecil yang kini berada dalam genggamannya. Perlu di ketahui, jika Lean bukanlah tipe orang yang akan biasa saja saat mendapat penolakan.

Lean, sangat membenci dengan yang namanya kekalahan dan penolakan.

"Diam." datar Lean. Membuat Lou yang mendengarnya semakin berkaca-kaca.

Ting!

Pintu Lift terbuka dilantai satu, membuat Lou kembali menggerakkan kaki kecilnya meminta diturunkan. Namun, lengannya justru di cengkram kuat oleh Lean.

"K-kakak, lepas." ringis Lou. Mengangkat pandangan menatap Lean.

Rahang Lean mengeras. Netra kelamnya balas menatap sang adik, yang seakan memohon ingin menjauhi dirinya.

"Kau membenciku?"

Mendengar nada dingin sang kakak, Lou langsung menggeleng ribut.

"Kalau begitu diam." datar Lean.

"Tidak mau." Lou kembali menggeleng. Ia menoleh kearah pintu Lift yang kembali tertutup, karena Lean masih tak mau beranjak.

"Why?" tatapan Lean menuntut, mengapit pipi chubby sang adik agar mau menatapnya. Namun sedetik kemudian, Lou justru menepis punggung tangannya dengan kasar.

"Tidak boleh manja!" seru Lou tiba-tiba, menoleh pada Lean dengan wajah menahan tangis.

Jika kakak benci kekalahan dan penolakan, maka Lou tidak suka di paksa. Lou benci merasa tertekan.

Lean dibuat bungkam, ia menatap dalam wajah Lou yang memerah dengan bibir mungil mencebik kebawah. Tersenyum kecil, Lean segera mendekap erat tubuh mungil sang adik dalam gendongan koalanya.

"Maafkan kakak, kakak lebih suka Lou yang manja." bisik Lean, membuang jauh rasa gengsi yang selalu menjadi penghambat kedekatannya dengan sang adik.

Tangis Lou semakin menjadi, merasa tak percaya akan ungkapan yang ia dengar dari sang kakak sulung barusan. Kedua tangan kecilnya mencengkram erat piyama Lean, masih enggan membalas pelukan.

LOUISE Where stories live. Discover now