"Tadi Mami nggak sengaja ketemu teman yang Mami kenal, makanya ngobrol sebentar."

Gama sontak menoleh. "Siapa?" tanyanya penasaran.

"Tetanggaku."

"Cewek atau cowok?" tanya Gama lagi.

"Cowok," jawab Jenia. Ia melihat ekspresi wajah Gama langsung berubah masam. "Dia lagi liburan bareng istri dan anaknya," lanjutnya menjelaskan.

Gama menyunggingkan senyum lebar mendengar kelanjutan kalimat dari Jenia. Gama menyerahkan satu piring berisi makanan yang masih utuh. "Ayo makan juga. Setelah ini mereka minta istirahat di kamar."

Akhirnya Jenia ikut makan sembari mendengarkan cerita dari si kembar tentang Gama yang mengajari mereka berenang dengan gaya baru.

Selesai makan, mereka berempat berjalan menuju penginapan. Begitu pintu dibuka, bisa langsung terlihat ruangan tengah yang ukurannya tidak terlalu besar. Di sana terdapat sofa dan TV yang menempel di dinding. Jika beralih ke sebelah kanan, di sana ada dua pintu. Pintu pertama terdapat sebuah kamar mandi dan di sebelahnya ada kamar tidur. Di depan kamar tidur pertama, ada kamar tidur lain yang ukurannya lebih besar. Di kamar yang lebih besar terdapat kamar mandi dalam, tidak seperti kamar pertama. Kemudian di ruang tengah ada pintu geser kaca yang mengarah langsung ke balkon. Seharusnya, dari balkon mereka bisa melihat pemandangan sawah dan perbukitan. Karena sudah malam, pemadangan itu tidak bisa terlihat dengan jelas.

"Kamu sama anak-anak tidur di kamar yang sebelah kiri. Di situ kamarnya lebih besar," ucap Gama menunjuk pintu yang di sebelah kiri.

Jenia manggut-manggut sambil membuka pintu kamar yang dimaksud Gama. Semua barang-barangnya sudah ada di kamar itu. Melihat ranjangnya yang cukup besar, ia yakin bisa menampung dirinya dan si kembar.

"Mami, aku mau mandi."

"Aku duluan," sela Alula.

"Mandi gantian. Biarin Aruna dulu yang mandi, habis itu kamu," ucap Jenia menatap Alula dengan tatapan tajam. 

"Boleh nggak kalo mandinya berdua?" tanya Alula dengan cengiran lebar.

"Boleh." Tentu saja jawaban itu tidak keluar dari mulut Jenia, melainkan Gama. "Kalian boleh mandi bareng, tapi nggak boleh main sabun atau shampo."

Alula dan Aruna bertos ria. Mereka tertawa sambil masuk ke dalam kamar mandi.

"Kok mereka dibolehin mandi berdua sih? Mas Gama kan tau mereka selalu mainan sabun. Harusnya jangan dibolehin mandi bareng."

Gama memegang kedua pundak Jenia untuk keluar dari kamar. Kemudian ia mendudukkan perempuan itu di sofa. "Alula pernah jatuh--" ucapannya terpotong oleh ucapan Jenia.

"Karena pernah jatuh, makanya aku--"

Gama menangkup bibir Jenia, menghentikan perempuan itu untuk bicara. "Karena pernah jatuh, pasti Alula tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Mereka pasti akan lebih hati-hati."

Jenia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya keras.

"Mereka perlu dikasih kepercayaan. Kalo bukan kita sebagai orang tua yang percaya sama mereka, siapa lagi?"

Jenia mengangguk.

"Kamu tadi beneran ketemu sama tetanggamu?" tanya Gama mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya."

"Beneran cowok?" tanya Gama yang diangguki oleh Jenia. "Kamu bilang dia datang sama keluarganya bukan karena buat nenangin aku aja, kan?" tanyanya lagi.

Jenia sontak tertawa. "Ngapain juga aku harus nenangin Mas Gama?"

Gama masih tidak puas dengan jawaban Jenia. "Jadi, dia beneran datang sama keluarganya atau nggak?"

Not Finished Yet [Completed]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें