2. Siapa Itu?

122 26 0
                                    

"HEI WANITA TUA! BERHENTI MENGOMENTARI HIDUP ANAKKU! TAHU APA KAMU TENTANG ANAKKU HAH?!"

"Ibu! Udah jangan ladenin mereka lagi"

"RAINA BILANG SAMA IBUMU ITU KALAU YANG KAMI BICARAKAN ITU FAKTA! BILANG SAMA IBUMU KALAU KAMU MEMANG MANDUL!"

"BENAR ITU! RAINA ITU WANITA MANDUL!"

"ASTAGA! MULUT KALIAN MEMANG KETER- AKHH!"

"IBU!"

Raina panik saat Ibunya tiba-tiba terlihat menahan rasa sakit sembari memegang dadanya. Inilah yang Raina takutkan, ibunya ini lemah jantung dan Raina takut terjadi sesuatu padanya. Tadi saat sedang membeli sayuran di depan rumah, Ibunya terlibat pertengkaran lagi dengan para tetangga. Raina juga sebenarnya sudah muak dengan mulut-mulut tidak bertanggung jawab itu, tapi mau bagaimana lagi? yang mereka katakan memanglah sebuah kebenaran

"Keluarga menyedihkan. Anaknya mandul, ibunya penyakitan-" Raina sama sekali tidak memperdulikan suara-suara itu lagi, ia hanya mengkhawatirkan keadaan ibunya saat ini

"AYAH! IBU KAMBUH LAGI!" Teriak Raina sekencang mungkin agar sang Ayah yang ada di dalam rumah mendengarnya. Mirisnya, para tetangga sama sekali tidak ada yang berinisiatif membantu Raina yang keadaan ibunya semakin memburuk, hanya tukang sayur yang membantu sampai Ayah Raina keluar dan membopong sang istri yang hampir tidak sadarkan diri

Raina memeriksa keadaan sang Ibu setelah Ayahnya meletakkan tubuh Ibunya di kamarnya. Raina menghela nafas saat kondisi Ibunya berangsur membaik, tapi di sisi lain Raina juga takut jika hal ini terulang kembali. Ia jadi teringat ide konyol Seana. Raina menatap wajah Ayah yang sama-sama terlihat khawatir seperti dirinya

"Ayah"

"Ya? ada apa Rai? Ibumu baik-baik aja kan?"

Raina mengangguk "Ibu baik, tapi ada hal lain yang mau aku omongin sama Ayah"

"Apa?"

"Nggak di sini, kita ngobrol di luar aja biar nggak ganggu istirahat Ibu"

Dirga mengangguk, kemudian menyusul Raina setelah memastikan keadaan Istrinya baik-baik saja. Dirga merasa ada hal yang sangat penting yang ingin Raina bicarakan. Setelah menutup pintu kamar, kini Ayah dan Anak itu duduk berhadapan di ruang tengah. Raina menatap sang Ayah dengan serius, sedangkan Dirga tidak mengerti apa yang ingin Raina bicarakan

"Ayah, sepertinya lebih baik kita pindah dari komplek ini"

Dirga terkejut dengan ucapan Raina "Kenapa? Apa ada yang bikin Rai nggak nyaman?" Tanya Dirga memastikan. Menurut Dirga, Raina tidak akan asal bicara seperti itu tanpa adanya sebab

Raina menggeleng "Aku cuma takut keadaan Ibu bisa tambah parah kalau terus ketemu sama mereka, Aku takut kesehatan Ibu semakin menurun nantinya"

Dirga mengangguk "Kamu benar Rai, tapi kemana kita mau pindah?"

"Soal itu Ayah tenang aja, nanti Rai bisa minta tolong sama teman-teman Rai buat cariin rumah yang lingkungannya cocok buat kita" Dirga mengangguk saja, dirinya selalu percaya apapun yang anaknya lakukan adalah yang terbaik dan dirinya akan selalu menerima apapun keputusan sang anak

"Kapan kita mau pindah?"

Raina terdiam, ia juga belum memikirkannya "Secepatnya, kalau bisa besok kita pindah dari tempat ini" Raina berbicara dengan mantap, kali ini ia tidak mau mengambil resiko lagi dengan tetap tinggal di lingkungan yang menurutnya tidak sehat itu

Raina tidak masalah jika orang-orang itu menghinanya, namun ia tidak akan membiarkan keluarganya ikut terkena imbas darinya. Mama dari itu, Raina akan melakukan apapun yang terbaik untuk keluarganya

Sayap Putih Where stories live. Discover now