1. Kehidupan

Mulai dari awal
                                    

Raina tertawa kecil "Mau pindah sekalipun nggak akan merubah apapun Na, selamanya orang kayak aku ini nggak akan pernah berhenti di rendahkan. Dalam masyarakat, seseorang yang nggak bisa punya keturunan itu akan tetap di anggap rendah"

"Justru fikiran yang begitu seharusnya di hilangkan dari masyarakat, kamu juga kan manusia yang sama-sama di ciptakan oleh tuhan. Kalau mereka ngehina kamu artinya mereka juga menghina Tuhan"

"Itu pemikiran kamu, setiap orang kan punya pemikiran yang berbeda"

Seana mencebik kesal, Raina terlalu baik hati menurutnya "Terserah kamu aja deh, udah ah aku mau isi perut dulu. Kamu kalo mau pulang hati-hati ya Rai, kalo di kasih permen sama orang nggak di kenal jangan di ambil"

Raina mendelik "Memangnya aku anak kecil apa?"

Seana mengangguk "Mukamu masih pantes di sebut anak SMP"

"Sembarangan! udah ah sana pergi pergi!" Seana meninggalkan Raina dengan tawa yang menggelegar

***

Di dalam mobil, seorang laki-laki memijat keningnya yang terasa pusing setelah mendengar kabar putra sulungnya kembali berulah. Kali ini tidak sedikit yang babak belur akibat ulah putranya, lima orang pemuda di larikan ke rumah sakit setelah di pukuli oleh Zerga. Marcel sebagai ayah Zerga tentu saja akan di panggil oleh pihak kepolisian, dan jika sudah begini uang adalah jalan satu-satunya agar anaknya bisa di bebaskan

Marcel melirik putra sulungnya yang kini duduk di sampingnya, sembari fokus menyetir ia akan menanyakan sedikit demi sedikit perihal apa yang sebenarnya terjadi "Kenapa di pukuli?" Tanya Marcel

"Ganggu"

Marcel berusaha menebalkan kesabarannya, padahal ia dulu tidak sedingin itu tapi entah mengapa anak-anaknya bisa menjadi sosok yang sangat dingin, Zerga salah satunya "Yang jelas, Ayah nggak faham Zerga"

Zerga berdecak "Mereka dulu yang ganggu, aku cuma ngasih pelajaran" Setidaknya lebih panjang dari yang sebelumnya batin Marcel

Marcel mengangguk "Jadi mereka duluan yang ganggu kamu dan kamu berusaha ngasih mereka pelajaran dengan cara pukulin mereka?" Zerga mengangguk

Marcel geleng-geleng kepala "Zerga udah Ayah bilang berulang kali, nggak semua permasalahan bisa di selesaikan dengan cara seperti itu. Dengan kamu mukul mereka, justru nambah masalah"

"Aku bukan Ayah yang diem aja walaupun berulang kali di sakiti" Marcel terdiam. Lagi-lagi anaknya itu mengungkit masalalunya

"Tapi buktinya walaupun Ayah nggak mukul mereka, Ayah masih bisa hidup bahagia"

"Iya, tapi wanita itu juga sama bahagianya seperti nggak pernah terjadi apa-apa. Harusnya seorang pendosa nggak pantas hidup bahagia" Ucap Zerga dengan sorot mata penuh kebencian

"Ayah tau kamu belum bisa maafin dia, tapi nggak dengan cara merusak diri kamu sendiri Zerga. Kamu juga punya adik-adik, gimana kalau mereka juga mengikuti apa yang kamu lakukan? kamu mau mereka menjadi bahan olok-olok seperti yang kamu terima sekarang?" Tanya Marcel

Zerga langsung terdiam, walaupun wataknya keras, namun jika tentang keluarganya ia akan tetap luluh "Maaf ayah, hari ini aku buat Ayah malu lagi"

Marcel menggeleng "Kata siapa Ayah malu? Ayah nggak pernah malu punya anak hebat seperti kamu"

Tak lama kemudian, Ayah dan anak itu sampai di sebuah Penthouse mewah yang mereka tinggali. Zerga berjalan terlebih dahulu daripada Ayahnya. Sesampainya, Anak laki-laki itu bergabung bersama ketiga adiknya yang sedang berkumpul di ruang tengah. Zerga tertawa melihat Naka dan Shaka yang terlihat tertekan ketika di ajak menonton film Barbie oleh Lula. Mereka heran dengan Lula, padahal sudah besar tapi masih saja menyukai film Barbie

Sayap Putih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang