4

4.5K 497 19
                                    

"Masuk." suara berat itu membuat Sofia merasa gamang. Setelah mengetuk pintu ruangan pria itu, Sofia masuk sambil mengucapkan permisi, lalu memberikan berkas pada pria itu.

Mata tajam Reksa langsung menatapnya. "Ini apa?" tanyanya.

"Itu berkas tentang tema dan rundown acara seminar nanti, Pak, silahkan bapak baca dulu, Pak, jika ada yang tidak bapak ketahui, hubungi saya, ya, Pak." Sofia tersenyum, memakai topeng mahasiswa yang baik. "Baik, Pak, saya izin pamit-,"

"Siapa yang ngizinin kamu pergi?" Reksa berujar dingin, pria itu melipat tangannya di dada dan menatapnya dengan tajam. "Duduk." perintahnya pada Sofia.

Gadis itu sadar bahwa Reksa berada dalam mood yang tidak baik. Akhirnya dia menuruti perintah pria itu. Sofia menatap Reksa yang hari ini memakai kemeja maroon membentuk tubuhnya, dengan dua kancing di lepaskan serta lengan di lipat ke atas.

Mata Reksa tak lepas dari Sofia, tidak ada ekspresi yang dapat Sofia paham apa yang sedang pria itu pikirkan saat ini.

"Aku berikan pertanyaan terakhir untuk kamu," Reksa kini dalam mode 'Reksa mantan pacarnya'. "Kamu benar-benar tidak ingin untuk memperbaiki hubungan kita? Kamu tidak mau kembali?" tanyanya.

Sofia menelan saliva, dia menatap pria itu dengan pasti. "Maaf, aku tidak bisa. Seperti yang kamu tau 'aku bukan diriku yang dulu' dan saat ini punya pacar. Aku sangat menyayangi dia, hubungan kita sudah aku anggap tidak ada." ucapnya.

"Baiklah, silahkan keluar." Reksa mengucapkannya dengan pelan. Tubuh Sofia kaku beberapa saat sebelum dia berdiri dan keluar dari ruangan pria itu. "Aku benar-benar mengerti sekarang."

***

Seperti hari-hari biasanya, ini jadwal Sofia bekerja sebagai guru les anak SD, dia mengajari mereka matematika dan bahasa inggris dengan jawal yang berbeda, disesuaikan dengan jadwal mata kuliahnya.

Selesai dengan pekerjaannya hari itu, Sofia memutuskan untuk pergi ke kafe milik Davit. Sofia benar-benar nyaman dengan pria itu karena merasa Davit seperti saudara laki-laki yang bisa diandalkan. Saat masa-masa dirinya menjadi mahasiswa baru, pria itulah yang mengajarinya berbagai hal terkait organisasi ataupun perkuliahan.

"Astaga, Fiaa, jadian aja sih sama Bos, capek gue lihat kalian uwu-uwu di mata gue tapi nggak jadian." ucap Rani seorang pelayan tetap di kafe itu.

"Ibaratnya kalian itu udah cocok bangetlah, sama-sama dewasa, interaksi kalian kayak ngalir aja." Fero, barista disana juga mengiyakan ucapan rekannya.

"Astaga, khayalan kalian ketinggian, pertama, udah gue bilang berkali-kali, Sofia itu udah kayak adek gue, kedua, Sofia nggak bakal mau pacaran, otaknya Sofia cuma soal cari cuan dan tugas kuliah." jawab Davit menggeleng.

"Nah, itu benar." Sofia mengacungkan jempol sambil mengunyah nasi goreng yang dia beli di jalan menuju ke kafe.

"Nah, makanya sekarang kita santai dulu, nunggu Sofia lulus, habis itu baru abang masukin proposal untuk menafkahi Fia, boleh 'kan, Fia?" kekeh Davit yang langsung membuat yang lain heboh.

Sofia terkekeh. "Bolehh tapi ada syarat dan ketentuan yang lain, anggaran tiap bulannya harus rinci juga, ya, bang." kekeh gadis itu.

Seperti hari biasa, setelah bercerita bersama rekan-rekannya dan Davit, gadis itu kembali ke ke kost-an untuk beristirahat.

***

Sofia sensitif akan suara. Saat ponselnya berbunyi, gadis itu terbangun dari tidurnya. Siapa yang menghubunginya dini hari seperti ini?

Sofia menatap kesal nomor tidak di kenal yang masuk, namun tak lama sebuah pesan turut masuk.

+62×××××× : Aku tunggu dalam waktu lima belas menit di apartemenku. Kalau kamu terlambat, kafe milik pacarmu itu akan meledak.

Sofia (END)Where stories live. Discover now