3

17.7K 1.1K 36
                                        

"Lo abis darimana kemarin?" Mela menatap sahabatnya yang tengah sibuk menyelesaikan tugasnya dengan laptop super tebal yang telah menemani gadis itu bertahun-tahun hidupnya.

Sofia memperbaiki letak kacamatanya, mendongak pada Mela yang baru bangun. "Kenapa?" tanyanya.

Mela melirik gaun gadis itu yang tergantung, habis di cuci. Mela sudah mengenal gadis itu cukup lama dan dia tau bahwa gaun itu adalah pakaian terbaik milik Sofia yang hanya dia pakai saat moment tertentu saja. Melihat gaun itu tergantung, Mela yakin gadis itu pergi berkencan.

"Oh, cuma mau di cuci aja." ucapnya berkilah, Mela langsung menyeringai lebar, memeluk gadis itu.

"Hayo bohong lo sama gue! Gue udah kenal lo dari lama, ya! Apaan pake acara dicuci aja! Huuu!" ledeknya. "Siapa sih cowoknya, Fia?"

Jika gadis itu tau, Mela pasti akan mengamuk dan mencaci maki dirinya. "Ada pokoknya dari dating apps, tapi nggak cocok." jawabnya memberi alasan.

Mela mengerutkan kening. "Sejak kapan lo main dating apps?" tanyanya heran. "Lo 'kan keras kepala banget kalau disuruh dekat sama laki-laki."

Sofia menghela nafas. "Dia menarik aja pokoknya, gue juga lagi bosan, yaudah sih, Mel, intinya gitu. Sana lo, jangan ganggu gue, gue lagi ngebut bikin tiga tugas untuk minggu depan biar bisa fokus kerja sama siapin acara seminar." ucapnya.

Mela lalu melenggang pergi, ingin mandi, meninggalkan Sofia sendiri. Sejak malam kencannya bersama Reksa perasaannya sedikit tak nyaman entah karena apa. Mungkin saja Sofia merasa parno atau karena dia tau bagaimana Reksa bertindak?

Sofia menghela nafas kasar, selesai mengerjakan tugas, dia hari ini harus pergi ke kafe temannya, bekerja sebagai pelayan seperti hari minggu biasanya. Gadis itu akhirnya mencoba fokus pada apa yang dia kerjakan.

***

Sofia merasa sedang diintai dan terus-menerus merasa semua orang melihatnya. Padahal kafe terlihat seperti biasa minggu ini, tidak ada yang aneh. Sofia seperti kembali kepada masa lalu, merasa seolah Reksa berada dimana tempatnya berada walaupun sebenarnya tidak demikian. Doktrin yang telah pria itu berikan memberikan pengaruh sebesar itu.

Sofia menghela nafas pelan setelah memberikan kopi pada meja pelanggan.

"Kenapa, Fia? Lagi sakit? Kalau sakit nggak usah masuk kerja dulu, istirahat aja, abang tau kok jadwal lo sepadat apa setiap hari." pemilik kafe itu, Davit, Sofia sering memanggilnya Bang Davit, pria itu adalah seniornya, mereka kenal karena berada di organisasi yang sama, setelah Davit lulus, pria itu membangun sebuah kafe dan dia mempekerjakan Sofia sejak awal kafe di dirikan.

"Nggak bang, gue nggak lagi sakit kok, cuma lagi banyak pikiran aja, kemarin udah ambil jatah libur, masa ambil jatah lagi? Kerjanya aja cuma dua minggu sekali." ucap Sofia.

Davit terkekeh. Sejak dulu dia selalu kagum pada Sofia. Gadis itu begitu tangguh, apalagi setelah tau kehidupan Sofia, Davit jadi menyayangi Sofia selayaknya adiknya. Maka dari itu, dia tidak mempermasalahkan gadis itu kerja hanya dua kali seminggu.

"Yaudah, lo makan duluan sana, gue bawa ayam goreng, kita makan berdua, ini udah masuk jam makan siang, gantian dulu sama yang lain." Davit mengusap kepala gadis itu membuat Sofia senang.

Sofia bersyukur bahwa dia dikelilingi orang-orang baik yang paham dengan dirinya. Davit tau bahwa Sofia tidak akan pernah menerima sesuatu dengan cuma-cuma, makanya dia memperkerjakan gadis itu. Davit ingin melihat gadis itu berhasil mencapai masa depannya dan dia akan membantunya dengan cara yang dia bisa.

Mereka makan siang satu nasi bungkus berdua sambil bercerita bagaimana keadaan organisasi saat ini. Para karyawan yang lain selalu gemas dengan mereka berdua karena terlihat benar-benar cocok, namun selalu saja dua orang itu membantah dan mengatakan kalau hubungan mereka sudah seperti saudara kandung.

Sofia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang