Erish menghembuskan nafasnya kasar. Leroy yang garang di depannya, mendadak jadi pengecut di depan Sanju. "Ya." Terpaksa dan malas memperpanjang masalah, Erish pun mengiyakan ucapan Leroy.

"Tuh, kan! Dia bilang gue nggak ngedorong!" seru Leroy senang keinginannya terkabul.

Sanju yang semula ngotot mau melaporkan perbuatan Leroy jadi diam sejenak. Berusaha mencerna informasi yang terkumpul.

"Udah dong, Ju. Percaya aja sama gue. Masa sih, seorang Leroy kasar sama cewek? Cewek kan makhluk lemah yang harus dilindungi." Cowok itu tersenyum manis pada Sanju.

Sanju balas dengan lirikan matanya, "Oke. Gue percaya."

"Nah, gitu dong! Nanti jadi cantik deh!"

Sanju tak peduli dengan gombalan Leroy. Malah ia mengamit lengan Erish yang ilfil sejadinya dengan tingkah Leroy di depan Sanju. "Yuk, ke kelas."

Kali ini, tanpa menolak, Erish menerima ajakan Sanju.

*

"Makasih." Kata-kata itu terucap dari mulut Erish saat ia dan Sanju telah sampai di kelas mereka.

Tanpa duduk di tempat duduknya sendiri, Sanju segera membalas ucapan Erish. "Sama-sama. Tapi gue mau tanya deh, gimana ceritanya lo bisa jatuh kayak tadi?"

"Kurang hati-hati."

"Lain kali lebih hati-hati ya?" kata Sanju sambil tersenyum.

Erish terdiam sejenak melihatnya, kemudian segera ia berpaling.

Sanju yang semula berdiri itu pun, dengan pelan mengambil duduk di bangku milik Yoga, yang duduk di depan Erish duduk. Kebetulan pagi ini Yoga belum datang. Di kelas 12-1 hanya ada mereka berdua. "Anu, Rish." Sanju terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Hm?"

"Lo beneran kenal sama Leroy ya?"

Erish tidak langsung menjawab. Ia memberi jeda sekian detik sampai akhirnya bilang, "Hm. Ya."

"Sama Kahlil juga?"

Kening Erish mengerut. Ia tidak tau siapa pemilik nama itu.

"Itu, yang kemaren di kantin nyamperin kita sama Leroy." Sanju mengingatkan, barangkali Erish lupa.

Oh. Erish langsung ingat. Wajahnya. Tapi ia baru tau namanya. Karena itu, ia pun menggeleng.

Sontak Sanju terkejut. Ia pikir Erish dan Kahlil saling mengenal, soalnya Kahlil tau soal luka Erish sih. "Kalo Aias lo kenal nggak?"

Siapa lagi itu? Erish tidak tau. Ia pun kembali menggeleng dengan cepat.

"Sin? Oisin?"

Lagi-lagi Erish menggeleng karena mendengar nama yang asing. Maafkan Erish yang masih belum genap 2 minggu di SMA Lavida ini. Meski nama cowok-cowok yang Sanju sebut tadi merupakan nama-nama yang populer di sekolah, namun Erish memang tidak mengenalnya. Lha wong ia aja tidak pernah bergaul kalau tidak Sanju dekati.

Kemudian dengan ragu dan tanpa berani menatap wajah Erish, Sanju kembali bertanya pada Erish. Menyebut nama terakhir yang ingin ia tanyakan. "Kalo... Hunter?"

"Nggak tau." Jawab Erish cepat, singkat dan padat.

*

Leroy tengah berpikir keras paska apa yang terjadi tadi pagi. Ini gawat, ternyata Erish yang ia incar malah berteman dengan Sanju yang akhir-akhir ini sedang ia taksir. Masalahnya, Sanju terlihat begitu protektif terhadap Erish. Ya memang Sanju orang yang baik yang akan melakukan hal semacam itu sih. Jadi tidak heran juga. Tapi justru sikap baik Sanju itulah yang menghambat niatnya untuk memberi Erish pelajaran agar keluar dari SMA Lavida sesegera mungkin.

Sebuah ide pun muncul. Jika hal itu tidak bisa ia lakukan di sekolah karena kemungkinan Sanju akan tau itu besar, maka Leroy akan melakukannya di luar sekolah.

Dan di hari yang sama, Leroy langsung mengeksekusi niatnya. Kali ini ia bermain lebih aman dari sebelumnya. Ia membuntuti Erish dari pulang sekolah, naik taksi online, kemudian sampai di rumahnya. Ia berdecak kesal saat mengetahui rumah Erish yang ternyata cukup bisa dibilang besar. "Pasti bokap brengsek gue yang beliin nih rumah!"

Mobil yang ia parkir di seberang jalan rumah Erish menyembunyikan keberadaannya. Leroy sedang menunggu waktu yang tepat baginya untuk bergerak. Sekaligus untuk memantau keadaan di sekitar rumah itu. Memang cukup lama, tapi tak apa. Demi bisa melampiaskan amarahnya, Leroy tak keberatan melakukannya.

Pukul 18.50 WIB, gerbang rumah Erish terbuka. Rupanya muncul sebuah mobil BMW berwarna putih keluar dari pekarangan rumah itu. Mobil yang cukup familier bagi Leroy karena ia pernah melihat papa dan mama Erish keluar dari mobil itu.

"Good." Leroy tersenyum jahat. Setelah yakin mama Erish sudah pergi dengan mobil BMW putih tadi, Leroy segera keluar dari persembunyiannya. Leroy berjalan tanpa ragu ke arah pintu gerbang rumah Erish, memencet bel rumah sampai pemilik rumah keluar.

Erish kaget bukan main melihat Leroy sudah berdiri di depan gerbang rumahnya dengan sebuah seringai.

"Buka atau mau gue robohin gerbangnya?" ancam Leroy karena melihat Erish tak bergerak di tempatnya.

Ragu-ragu, Erish mendekati gerbang. Pelan-pelan, Erish membuka gerbang itu hingga tak ada lagi pemisah antara dirinya dan Leroy. "Lo mau apa ke sini?"

"Mau lo."

Here To YouNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ