INZ - 21

2K 160 9
                                    

Adeline memakan sarapannya dengan tenang, tanpa peduli dengan Raya yang sejak tadi menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu. Adeline merasa tak peduli, karena dia merasa tidak ada hal yang perlu dibicarakan.

Kedua orang tuanya kembali pergi ke luar kota, karena itu Adeline tinggal berdua dengan Raya. Dia sempat menghubungi sepupunya yang lain untuk singgah sementara di rumahnya, karena bersama Raya dia merasakan kecanggungan.

"Kenapa?" Adeline menyerah, dia meletakkan sendok dan menatap ke arah Raya. Raya tampak salah tingkah, dia menggosok tengkuknya merasa gugup.

"Enggak," elaknya.

Adeline mengangguk samar, dia kembali sibuk dengan makanannya. Tetapi dia merasa salah fokus saat melihat tangan Raya yang sedang meraih gelas tak jauh darinya.

"Anya," gumamnya.

Adeline ingat sekali dengan tanda lahir itu, tanda lahir yang Anya miliki juga. Bagaimana bisa kebetulan-kebetulan itu muncul seperti ini.

"Kenapa?"

"Oh ini." Raya menyadari pandangan Adeline pada tangannya.

"Tanda lahir, aneh juga ya kenapa harus di sini coba," ucap Raya.

Adeline mengangguk kaku, dia memperhatikan Raya yang sedang menyendokkan nasi ke mulutnya. Dia memperhatikan gerak-gerik Raya, sungguh dia yakin tidak mungkin ada dua kesamaan yang langsung dia temui dalam beberapa hari ini.

"Aku duluan!" Adeline meraih tasnya dan berjalan cepat ke luar rumah. Dia secepatnya harus mencari tau, dia akan memastikan sebenarnya apa arti semua ini.

***

"Pagi!" Adeline menyamakan langkah lebar Kaivan, tersenyum lebar menyapa pemuda itu.

"Iya," balas Kaivan tanpa minat.

Adeline tidak kaget lagi, dia sudah terbiasa dengan sikap Kaivan yang seperti itu. Lagi pula tak ada yang salah, Kaivan memang sangat pendiam, walau sedikit menyebalkan.

Sudah cukup lama dia tidak bertemu Kaivan, sepertinya mulai sekarang dia harus kembali merecoki kehidupan pemuda itu. Lalu dia juga merindukan Kaira.

"Kaira apa kabar?" tanya Adeline. Dia penasaran apakah gadis itu baik-baik saja.

"Baik," balas Kaivan.

Kaivan menghentikan langkahnya, menatap sepenuhnya ke arah Adeline. Adeline sontak ikut menghentikan langkah terkejut dengan aksi Kaivan tiba-tiba.

"Lo ke mana aja?" tanyanya masih dengan nada datar. Adeline heran, tidak bisakah Kaivan bertanya dengan lebih ramah lagi.

"Di rumah, di mana lagi." Adeline mengedikkan bahu, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Kaivan tampak tak suka dengan jawaban Adeline. Entah perasaannya saja atau bagaimana, dia merasa kesal saat gadis itu tidak seperti dulu lagi.

"Aish!" Kaivan menggelengkan kepala mengusir pemikiran aneh dalam kepalanya. Dia tak bisa terus seperti ini, lagi pula bukannya bagus Adelina tidak pernah menganggunya lagi?

Ya, bagus. Dengan ini Kaivan akan lebih tenang dan leluasa melakukan apa pun. Untuk Kaira, Kaivan yakin adiknya akan terbiasa jauh dari Adeline.

Tapi semuanya berubah ketika bel pulang sekolah berbunyi....

"Ikut!" rengek Adeline dengan tatapan memohon kepada Kaivan. Dia memegang jok motor Kaivan dengan tatapan penuh harap.

"Gue enggak bawa helm lagi, Adeline." Kaivan berusaha sabar menghadapi gadis di depannya ini.

"Gapapa aku enggak usah pake." Kaivan menghela napas kasar akhirnya mengangguk menyetujui.

Adeline berteriak senang, dia menaiki motor Kaivan lebih dulu dengan senyum yang tak pernah pudar di bibirnya.

"Pake." Adeline membeku saat tiba-tiba Kaivan memakaikan helm pemuda itu di kepalanya. Adeline bahkan tidak pernah membayangkan ini sebelumnya.

Dia menatap wajah Kaivan yang berjarak sangat dekat. Sangat tampan sudah tidak diragukan lagi, Adeline mengigit bibir pipi dalamnya gemas, berusaha tidak tersenyum.

"Udah."

"Tapi kamu enggak pake!" Adeline menahan tangan Kaivan.

"Biarin," balas Kaivan tak peduli.

"Tapi kalau misalnya kita jatuh gimana, mending kamu aja yang pake."

Kaivan melepaskan tangan Adeline, "Lo lebih penting."

Setelah itu Kaivan naik ke motornya, melajukan motornya membelah jalanan menuju rumah. Tanpa peduli dengan Adeline yang masih terbengong dengan situasi seperti ini. Jantungnya berdetak lebih kencang, pipi gadis itu memerah salah tingkah.

"Ya tuhan!" Tidak sadarkan Kaivan jika perlakuan dan ucapannya mampu mengacaukan hati Adeline.

***

"Kaira!" Adeline masuk ke dalam rumah sederhana itu dengan kedua plastik besar di tangannya. Sebelum sampai di rumah dia meminta Kaivan berhenti sebentar ke minimarket terdekat untuk membelikan beberapa camilan untuk Kaira.

Awalnya pemuda itu menolak, dia tak ingin Adeline repot-repot hanya demi adiknya, tetapi berdebat melawan Adeline tentu saja dia kalah.

"Kakak?!" Kaira yang sejak tadi sedang asik belajar seketika tersenyum bahagia melihat Adeline yang sudah beberapa hari ini dia tunggu kehadirannya.

"Wah pinter belajar terus," ledek Adeline. Kaira menyengir langsung menyingkirkan buku-bukunya.

"Kakak ke mana aja?" Kaira langsung memeluk Adeline erat.

Kaivan masih berdiri di pintu menyaksikan kedua gadis itu saling melepas rindu. Diam-diam Kaivan tersenyum melihat keakraban keduanya.

Mau bagaimana pun Adeline dan Kaira bukanlah teman sebaya, tetapi keduanya begitu cepat akrab seperti seorang teman. Namun sebenarnya Kaivan tak heran, mengingat sikap kekanakan Adeline.

"Kakak banyak tugas jadi diem di rumah dulu, tapi sekarang udah bisa main lagi," jawabnya.

"Kakak ngapain berdiri di sana?" Keduanya langsung berfokus kepada Kaivan yang salah tingkah dan langsung masuk ke kamarnya.

Adeline dan Kaira saling pandang lalu tertawa, Kaivan yang mendengar itu dari dalam kamarnya mendengkus sebal, lihatlah jika sudah disatukan keduanya akan membullynya seperti ini.

Tapi Kaivan tersenyum lega, senyum yang selama ini tidak pernah diperlihatkan pada siapa pun. Bolehkan dia bersyukur, sejak kedatangan Adeline dia merasa rumah ini lebih hidup dari pada sebelumnya. Dia senang saat melihat Kaira, bahkan Adeline merasakan bahagia di waktu bersamaan.

Kaivan tau ada yang tak beres dengan perasaannya, tetapi Kaivan sudah tidak dapat menyangkalnya lagi. Walau begitu Kaivan tidak ingin siapa pun tau, karena dia tidak ingin kehilangan siapa pun.

Tbc

Terima kasih yang sudah menunggu bahkan komen dan chat aku. Yuk spam komen.

Kalau sempat aku bakal tamatin cerita ini secepatnya. Jadi mohon dukungannya teman-teman semua.

Jangan lupa follow Instagram @dillamckz

I'm Not Zora (Transmigrasi)Where stories live. Discover now