INZ-20

2.3K 170 19
                                    

Adeline berjalan cepat dengan tangan sibuk merogoh isi tas mencari keberadaan ponselnya, sepertinya dia meninggalkan benda kesayangannya itu di kedai es krim tempat yang baru ia singgahi.

"Ah, maaf!" Adeline tersentak kaget saat dari arah berlawanan. Namun seseorang yang baru saja Adeline tabrak hanya menoleh sebentar lalu kembali berjalan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Adeline mengernyit merasa tak asing dengan wangi parfum yang baru saja lewat di indera penciumannya.

"Mirip parfum yang biasa Anya pakai," ucap Adeline ragu. Karena dia masih sangat ingat wangi apa yang sering sekali Anya pakai, ternyata di dunia ini ada juga yang menyukai wangi seperti itu.

"Ah ponsel!" Adeline menggeleng tak habis pikir lalu berjalan cepat, jangan sampai ponselnya hilang.

"Akhirnya," Adeline bernapas lega. Bukan masalah ponselnya, tetapi isi dari ponsel itu.

"Adeline lama banget sih!" Adeline menyengir saat melihat Andrew berjalan ke arahnya dengan wajah kesal.

"Udah ketemu?" Gadis itu mengangguk dan menunjukkan ponselnya.

"Syukurlah, ayo langsung ke parkiran." Dengan menurut Adeline mengikuti langkah kaki lebar Andrew. Karena dia kali ini harus akur dengan pemuda itu, bukan tanpa alasan, baru saja dia ditraktir es krim.

***

Adeline mengernyit bingung saat melihat rumahnya begitu ramai, terparkir beberapa mobil dan salah satunya mobil kedua orang tuanya yang sepertinya baru saja pulang.

"Assalamualaikum!"

"Mama!" Adeline berteriak senang saat melihat sang ibu sedang berdiri dan memasang senyum lembut ke arahnya.

"Ah putri mama." Adeline menerima dengan senang hati pelukan hangat itu.

"Tumben ramai?" Ia menatap sekelilingnya, lalu tatapannya jatuh pada seorang gadis yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. Pasalnya Adeline masih mengingat jelas wajah itu.

"Kamu yang tadi aku tabrakkan?" Adeline menunjuk gadis itu untuk memastikan.

Berbeda dengan tadi saat pertama kali bertemu, gadis yang baru saja Adeline tunjuk langsung memasang senyum penuh keramahan ke arah Adeline.

"Iya itu aku," jawabnya.

"Kamu lupa sama Raya?" Adeline menatap bingung sang ibu. Lalu dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus menjawab apa.

"Maklum tante, kami ketemu kan udah lama banget. Lagi pula aku kelamaan di luar negeri, pasti Adeline udah lupa." Adeline mengangguk saja mencari aman, lagi pula dia sama sekali tak mengingat tentang Raya.

"Raya akan menginap di sini beberapa hari, jadi mama harap kalian berteman dengan baik ya." Ibu Adeline menepuk beberapa kali pundak putrinya, seorang mengisyaratkan agar Adeline harus membiasakan diri dengan keberadaan Raya.

"Di mana kamarnya, Tante?" Raya langsung berdiri dan menarik koper besar miliknya.

"Kamu tidur dengan Adeline, ya?"

"Mama!" Adeline protes. Dia tak bisa berbagi kamar begitu saja, walau dia dan Raya adalah saudara tetapi tetap saja Raya adalah orang asing baginya.

"Makasih, Tante." Adeline menatap tak percaya pemandangan di depannya. Raya yang tersenyum dan ibunya yang malah mengangguk menyetujui.

Raya langsung mencari kamar Adeline meninggalkan Adeline dan yang lainnya, termasuk Andrew yang sejak tadi memilih menyimak.

"Mama tau kamu selama ini kesepian, jadi anggap saja Raya teman kamu." Adeline tak dapat membantah, dia berlalu pergi dari sana menuju kolam berenang. Sungguh dia tak tau mengapa perasaanya begitu aneh.

"Kenapa aku ngerasa enggak ikhlas ya?" Sungguh Adeline memang bukan orang baik yang benar-benar baik. Namun baru kali ini dia merasa tak suka dengan seseorang bahkan dipertemuan pertama mereka.

"Aku juga merasa enggak asing dengan Raya, apa kami pernah bertemu sebelumnya?" Adeline bertanya-tanya. Selain wangi parfum yang sama dengan Anya, Adeline merasa pernah bertemu atau sekadar mengenal Raya.

"Adeline?" Lamunannya seketika buyar saat kedatangan Raya dengan senyum lebarnya. Mau tak mau Adeline langsung memasang wajah ramah.

"Kamu terganggu ya aku tinggal di sini sementara?"

"Enggak!" Adeline seketika membantah. Merasa tak enak dengan ekspresi sedih yang Raya tunjukkan.

"Aku cuma sebentar kok di sini."

"Aku enggak masalah kok, aku seneng punya temen," ucap Adeline tak sepenuhnya berbohong.

Kali ini pemikiran jelek tentang Raya seketika tergantikan. Adeline merasa tak seharusnya dia menaruh curiga pada seseorang yang bahkan baru saja dia temui. Walau begitu Adeline tak bisa berbohong jika sejak tadi ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.

"Kamu sering berenang di sini?" Adeline memundurkan tubuhnya saat Raya lewat di depannya. Mencium parfum Raya membuat Adeline mengingat Anya dan itu terasa. Menyakitkan untuknya.

"Aku ke dalem duluan," ucap Adeline.

Dia berusaha menghindar. Dia masih sama pengecutnya dan itu masih sama menyakitkannya bahkan setelah lama berlalu. Setelah dia berdamai dengan wajah Kaivan yang mirip dengan Gazza, berdamai dengan wangi parfum Raya yang sama dengan Anya cukup membuatnya kesulitan. Lagi pula kenapa dua orang itu memiliki selera parfum yang sama.

"Padahal wanginya enggak enak," runtuk Adeline saat memasuki rumah.

Memang benar, wangi yang sering Anya pakai sungguh membuatnya mual, dan anehnya Raya juga memakai wangi yang sama.

"Kebetulan aja," ucapnya meyakinkan.

Di dalam Adeline langsung menuju kamar tamu, sementara waktu dia memilih di sana. Lagi pula dia tak bisa memaksakan diri yang harus dekat dengan Raya, lagi pula mereka tak benar-benar saling mengenal. Berbeda dengan dirinya dan Andrew serta yang lainnya.

Adeline jadi penasaran, sebenarnya banyak sepupunya. Apakah ada yang lain lagi yang belum dia kenal, dan Adeline akan mencari tau.

Tbc

Lama banget ya?

Akhirnya update, ayo dong mangkanya ramein biar aku bisa doubel up minimal sehari sekali update.

Yuk vote dan komen!

I'm Not Zora (Transmigrasi)Where stories live. Discover now