INZ - 5

10.2K 773 39
                                    

Renata merupakan teman baik Adeline. Renata juga menjadi salah satu seseorang yang tulus kepala Adeline. Namun, Adeline masih merasa takut. Dia takut jika Renata sama seperti orang-orang di masa lalunya.

Tetapi, Renata bersikap begitu baik. Walau terkesan dingin dan angkuh, nyatanya Renata adalah gadis baik yang mau menjelaskan berbagai hal kepala Adeline. Dia juga meminta maaf karena belum sempat ke rumah Adeline karena baru pulang kemarin dari rumah neneknya.

Saat ini keduanya sedang berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Adeline menikmati berbagai pemandangan yang membuatnya bahagia, apa lagi saat beberapa orang menyapanya dengan senyum lebar.

Ini merupakan perasaan yang asing. Perasaan bahagia yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Saat orang-orang melambaikan tangan sambil tersenyum penuh cahaya. Adeline tidak pernah mendapatkannya saat menjadi Zora

"Adeline udah sembuh ya?"

"Udah," balas Adeline saat beberapa teman-temannya bertanya.

Bagaimana tidak hampir semua orang tau. Kejadian penembakan itu disaksikan banyak orang, termasuk teman-teman sekolahnya yang hadir.

"Dulu lo suka duduk di sini." Renata duduk di sebuah bangku kayu yang terlihat sudah cukup lama. Adeline mengikuti langkahnya, duduk tepat di sebelah Renata.

"Lo suka banget sama sekolah," ucap Renata lagi.

"Lo bener-bener ceria, dan gue harap selalu begitu." Satu alasan mengapa Renata berkata seperti itu.

Renata menyadari perubahan Adeline. Adeline semakin pendiam dan sorot matanya sedikit berbeda. Renata menyadari itu, sudah cukup lama dia mengenal Adeline.

"Aku pelan-pelan pasti berubah. Mungkin masih belum terbiasa," jelas Adeline merasa tak enak. Apa lagi sepertinya dia telah banyak merubah diri Adeline yang asli.

Keduanya menatap ke arah lapangan tepat beberapa murid lelaki bermain bola, atau mengobrol. Adeline menatap ke arah sana, dia lumayan penasaran dengan para murid-murid itu.

Namun, mata Adeline menangkap sesuatu yang aneh. Dia dapat melihat seseorang yang duduk di pinggir lapangan sedang bersedekap dada. Bukan itu masalahnya, Adeline merasa wajah itu tak asing.

"Zora mau ke mana?" Renata kaget saat tiba-tiba Adeline bangkit dan pergi meninggalkannya. Renata tak tinggal diam, dia berusaha mengejar Adeline yang sudah mulai menjauh.

Adeline berlari dengan kencang, tak peduli saat tubuhnya menabrak beberapa orang dan akhirnya berakhir meminta maaf.

Jantung Adeline berdetak lebih cepat, aliran darah dalam dirinya seakan berdesir tidak karuan. Bahkan jantungnya sudah berdetak lebih cepat saat dia hampir sampai ke tempat pemuda itu.

"Gazza!" Adeline berdiri di depan seorang pemuda yang saat ini sedang menatapnya tanpa ekspresi.

"Gazza kamu juga di sini, jadi aku enggak sendirian?" Adeline menghela napas pelan dan tersenyum lega. Dia mengulurkan tangan berniat menyentuh tangan Gazza. Namun, pemuda itu langsung menepis tangan Adeline kasar.

"Lo salah orang." Pemuda itu bangkit dan melangkah pergi dari lapangan.

Semua orang yang berada di sana menatap keduanya penasaran, termasuk Renata yang sudah berdiri tepat di belakang Adeline.

"Lo kenal dia?" Adeline memutar tubuhnya menatap ke arah Renata.

"Siapa nama cowok tadi?" tanyanya menuntut.

Masalahnya fisik, bahkan wajah pemuda itu benar-benar sama dengan Gazza. Adeline seolah menemukan Gazza dalam versi yang berbeda. Hanya saja tatapan keduanya berbeda, Adeline seolah melihat kekosongan yang rumit dalam mata lelaki tadi.

"Kaivan, namanya Kaivan." Sontak Adeline menutup mulutnya terkjut. Hal itu tak lepas dari pandangan Renata.

"Kaivan?" tanya Adeline kembali lebih memastikan.

"Kenapa sih, lo ada masalah sama dia?" Renata bertanya khawatir. Apa lagi melihat Adeline yang sepertinya sedang ada masalah.

"Namanya bukan Gazza? Kamu enggak salah?" Renata menghela napas lelah. Langsung menarik Adeline dari lapangan.

Di sinilah mereka berdua, di depan perpustakaan yang begitu sepi. Renata sengaja membawa Adeline untuk bertanya tentang sesuatu.

"Lo ada masalah sama Kaivan?" Adeline menggeleng.

Memang benar dia tak ada masalah dengan Kaivan, namun Gazza. Dia yakin seseorang dia temui sangat mirip seperti Gazza. Soal fisik Adeline sendiri yakin wajah pemuda itu seratus persen sangat mirip dengan Gazza.

"Gazza siapa?" Renata bertanya curiga. Karena sebelumnya Adeline sama sekali tak pernah membahas seseorang bernama Gazza sebelumnya.

"Bukan siapa-siapa." Adeline memilih menghindar. Karena dia sendiri belum memastikan apakah pria itu orang yang sama dengan Gazza, atau hanya mirip saja.

Satu yang membuat Adeline syok setengah mati. Di dalam novel dia membaca soal Kaivan, sialnya Kaivan adalah seorang antagonis yang akan menghancurkan kedua tokoh utama.

Adeline menyugar rambutnya. Dia masih tidak percaya jika di sini ada seseorang yang begitu mirip dengan Gazza. Namun, tak mungkin Gazza sampai berada di sini.

Satu yang Adeline khawatirkan. Jika Kaivan malah merusak kebahagiaan Vion dan Selly, kedua peran utama.

Malam guys!
Maaf kalau banyak kesalahan kata. Aku ngantuk banget nulisnya jadi mungkin ada beberapa kata yang ngelantur.

Oh iya guys buat yang tanya masalah terbit "Antagonis yang Terbuang" insyaallah ya guys doain aja.

Yang mau masuk grup WhatsApp juga bisa ya.

Yuk vote dan komen sebangaknya💜

I'm Not Zora (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang