4. Senja Yang Gue Tahu

42 4 0
                                    

"Gue tahu ini bukan urusan gue, tapi nggak seharusnya lo sekasar ini sama perempuan. Nggak peduli meski Senja adek lo sekalipun," sergah Arya menggebu.

Semula, Arya bersikap sopan karena hubungannya dengan Cakrawala tidak terlalu dekat. Namun, ia tidak bisa bersikap sopan lagi melihat betapa kasar pria itu pada seorang wanita.

"Kalo lo tahu, ya udah sana pulang. Kenapa lo masih di sini dan ikut campur urusan gue?" Cakrawala semakin kesal melihat sikap Arya yang sok peduli. Dia yakin hal itu dilakukan demi merebut Senja darinya. "Ayo, masuk!" Dia kembali menarik paksa tangan Senja.

Senja menggeleng dan membatin, "Jangan, aku baik-baik saja. Lebih baik kamu pulang sebelum Bang Wala lebih marah dari ini."

"Cak--."

Ucapan Arya terpaksa terputus melihat gelengan dari Senja. Entah mengapa, dia melihat kesedihan yang mendalam dari sorot matanya.

"Apa gue salah lihat? Senja yang gue tahu sosok dingin yang angkuh, tapi sekarang ... dia ... dia benar-benar terlihat lemah. Apa jangan-jangan dia ...," batin Arya berkecamuk.

Pria kedua dari pewaris Lazuar Group ini sama sekali tidak tahu bahwa Senja tengah mengkhawatirkannya. Jika dia terus berusaha membela, maka Cakrawala tidak akan segan melukainya. Sama seperti pria di luaran sana yang bersikeras mendekati Senja.

"Ayo, masuk!" seru Cakrawala lagi.

Senja mengangguk pada Arya dan membiarkan Cakrawala menyeretnya ke dalam. Dia tidak lagi berontak karena tidak ingin menimbulkan keributan apa pun. Apalagi ayah dan ibunya sedang berada di ruang tamu. Jadi, Senja lebih memilih mengalah seolah tidak terjadi apa-apa.

Sementara itu, Arya hanya sibuk memperhatikan. Memikirkan kemungkinan mengapa Senja terlihat sangat berbeda. Dia pikir, wanita itu berusaha menyembunyikan luka di balik topeng dingin dan angkuh yang ditunjukkan selama ini.

Setelah sosok Senja dan Cakrawala tak lagi tertangkap pandangan, Arya memutuskan masuk ke mobil. Mengemudi dan keluar area rumah mewah keluarga Kertadinata dengan segudang pertanyaan di benaknya.

***

Tepat ketika sampai di depan pintu, Senja menghempaskan tangan Cakrawala. Dia masuk dengan senyum kebohongan dan menjawab pertanyaan ayahnya. Lalu, langsung pamit masuk ke kamarnya di lantai 2. Dan, di sanalah dia berada saat ini, di ruang serba biru muda dengan garis-garis putih di sisi kiri tempat tidur.

"Malem ini cukup, Bang. Gue takut pingsan lagi kalo lo terus-terusan kayak gini," ujar Senja lemah.

Namanya Mentari Senja. Namun, hidupnya tak secerah mentari di pagi dan seindah senja di sore hari. Hatinya dipenuhi kabut malam yang menghalangi hadirnya bulan dan bintang. Padahal seharusnya, indahnya malam pantas dijadikan sebagai penghilang penat setelah seharian beraktivitas.

"Nggak bisa. Gue harus selesein malem ini juga atau gue nggak akan bisa tidur," tolak Cakrawala bersikeras.

"Sebenernya apa yang harus diselesein, sih, Bang? Gue cuman anter rekan kerja Papa ke depan dan itu juga atas perintah Papa sendiri. Terus, salah gue di mana?" tanya Senja nyalang.

Entah apa yang terjadi pada semesta? Kenapa sulit sekali sekedar untuk berpihak padanya? Sebenernya, kesalahan apa yang telah Senja perbuat di masa lalu? Kenapa rasanya seperti kesalahan besar yang pantas mendapat balasan sekejam ini? Tidak cukup dengan merenggut nyawa ayah tercinta. Kini, Cakrawala pun dia renggut kasih sayangnya dan diubah menjadi kegilaan.

"Salah lo nggak langsung masuk pas gue minta," sanggah Cakrawala menggebu.

Konyol memang, tetapi seperti itulah Cakrawala. Memangnya dia pikir dirinya siapa? Kenapa Senja harus selalu menuruti setiap kata yang terlontar dari mulut egoisnya?

Sepotong Asa Untuk SENJAWhere stories live. Discover now