Cerita Dari Azgar

68 38 111
                                    

⚠️Warning! Adegan kekerasan!⚠️
Mohon bijak dalam membaca, segala hal yang tertulis dalam cerita ini hanya fiktif belaka untuk hiburan semata.
Bukan untuk ditiru apalagi di coba!
16+
.
.
.
.
.
.
.
.

"Ayah ...." Suara lirih itu terdengar hingga orang yang merasa terpanggil itu menoleh.

"Karel? Apa yang terjadi?" Harry beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Kin.

Dengan seragam sekolah yang sudah rapi dipakainya, namun tidak dengan raut wajahnya.

"Tidak ada ... sebentar lagi aku akan berangkat, Bunda memintaku untuk mengajak Ayah makan bersama." Kin memalingkan wajahnya dan langsung pergi dari hadapan Harry.

Harry mengerutkan keningnya, tidak seperti biasanya Kin seperti itu. Walau ia bukanlah ayah kandung Kin, tapi tetap saja pasti ada suatu hal yang terjadi pada Kin.

Di tengah meja makan terdapat sekeranjang buah yang sengaja disediakan oleh Bundanya. Namun sekeranjang buah itu tak lepas dari tatapan kosong Kin.

"Kin? Kau baik-baik saja?" tanya Bundanya memastikan.

Kin tersadar dan mengalihkan pandangannya, "Entahlah, aku rasa ada yang berbeda dariku."

"Bukan hanya perasaanmu, Karel. Tapi sedari dulu, kau memang berbeda." Kin menatap sang Ayah yang berkata demikian kepadanya.

Memang benar, sejak keci hingga sekarang Kin adalah anak yang paling beda diantara anak-anak lain seusianya.

Apa itu bermain? Apa itu ayunan, perosotan, kora-kora, dan wahana bermain lainnya?

Saat usia 6 tahun, Kin sudah melihat bagaimana orang-orang menggunakan senjata api. Bukan semprotan air.

Mungkin itu alasan mengapa ia tidak tertarik dengan mainan sedikitpun. Karena baginya sekarang, mainannya bukan benda plastik buatan China lagi.

Sepanjang koridor, Kin mencoba untuk tidak bertengkar dengan pikirannya sendiri. Tibalah di kelasnya yang sangat ramai, Kin masuk dan duduk di bangkunya.

"Karel, seharusnya kau senang karena banyak kado di mejamu!" Ujar seorang teman kelasnya yang tengah menulis sesuatu di bukunya.

Kin memandang mejanya yang penuh dengan kado juga bingkisan-bingkisan yang tidak lain tidak buka dari para penggemarnya di sekolah.

"Aku tidak suka, untukmu saja." Kin mengambil semua benda itu dan menyimpannya di meja belakang bangku Kin.

"Serius kau tidak mau, Rel? Bagikan saja kalau begitu!" saran seorang lagi di sebelah kursi Kin.

Kin hanya mengangguk tanpa ekspresi dan duduk dengan tenang di bangkunya. Kin membuka buku bacaannya berjudul "Reinkarnasi" milik Ayahnya.

"Aku iri dengan dirimu, kau bukan anak organisasi maupun anak guru disini. Tetapi begitu banyak yang mengidolakanmu, bahkan mata mereka selalu tertuju padamu dimanapun kau berada. Sekrang katakan ... pelet apa yang kau gunakan?" tanya Eigo-teman kelas yang bangkunya di sebelah Kin.

"Pelet? Apa itu?" Kin mengerutkan keningnya, kata itu terasa asing baginya.

"Bodoh! Karel itu keturunan bule, kau malah memberi dia bahasa Jawa!" protes Hiro-teman yang berada dibelakang bangku Kin.

"Hah? Memang Pelet itu bahasa Jawa?" tanya Eigo.

"Tidak tahu sih, aku hanya asal bicara."

Segala aktivitas yang menimbulkan kericuhan di kelas itu seketika terdiam dan mencoba kondusif karena seorang guru datang.

KINWhere stories live. Discover now