13. Lorong Rumah Sakit

44 11 1
                                    

Berulang kali melirik kantung plastik di tangan, perempuan itu tak henti mengulas senyum, menyapa beberapa orang yang bahkan tak dikenalnya dengan bahasa non-verbal. Sling bag yang bertengger di bahu kiri pun bergoyang pelan, mengikuti langkah kaki ringannya. Mendekati pintu ruang inap Gale, langkahnya memelan, lalu henti tepat lima langkah dari sana. 

"Kowe mlebu sek tho, Yun. Aku nyusul neng mburimu. Ndadak tremor aku nek didelengi Mas Gale." Seorang perempuan mengenakan rok di bawah lutut tampak saling dorong dengan gadis bercelana kulot di sampingnya. Sambil menenteng sebuah plastik putih besar yang jelas berisi buah, si empu suara tampak begitu menghindari menyentuh kenop pintu. (Kamu masuk dulu dong, Yun. Aku nyusul di belakangmu. Mendadak tremor aku kalau dilihatin Mas Gale).

"Duh, Mbak Santi. Aku nek tiba-tiba gagap piye? Selama ini kan aku juga ndak pernah ngobrol langsung sama Mas Gale."

Dree menaikkan sebelah alis tinggi, memandangi lekat dua remaja tanggung berkuncir kuda itu.

"Masa' kita balik pulang? Apa nunggu ada Mbak Gati sek yo, Yun?" Santi kembali berujar, setelahnya menggigit bibir bawah dengan dahi berkerut.

"Kalian mau menjenguk Gale?" tanya Dree, membuat keduanya menoleh sambil mengerjap. Barangkali mereka penasaran siapa kiranya perempuan asing ini.

Sementara gadis bernama Yuyun mengangguk, Santi membalas, "Iya, Mbak."

Tanpa membalas, Dree melangkah mendekat dengan senyum yang kembali mengembang. Santai tangannya meraih kenop pintu dan memutarnya. Tak langsung masuk, ia lebih dulu melongokkan kepala, melihat kiranya penghuni kamar sedang apa. 

"Boleh aku masuk?" tannya Dree, "ada teman kamu juga di sini."

"Siapa?" Suara Gale terdengar hingga luar, membuat Yuyun dan Santi ketar-ketir sendiri. 

Dree mengedikkan bahu, menunjukkan ketidaktahuannya.

Namun pada akhirnya, Gale mengangguk, mempersilakan Dree membuka pintu lebih lebar.

Selangkah berada di dalam ruangan, Dree kembali berkata, "Mbak, ayo  masuk."

Berbeda dengan Dree yang langsung meletakkan plastik di tangannya ke atas nakas, Yuyun dan Santi berdiri kaku di depan brankar Gale, saling sikut. 

"Kalian ...." Gale berusaha mengingat. "Murid sanggar, ya?"

Meskipun selalu melihat kegiatan sanggar, bukan berarti Gale akan mengingat semua murid ibunya, kan? Ia bahkan terkesan abai.

Santi dan Yuyun mengangguk ragu, belum bersuara sedikit pun. Sepuluh detik kemudian, Yuyun menjawab, "Aku Yuyun, Mas. Ini Mbak Santi."

Gale mengangguk beberapa kali.

"Tahu dari mana aku masuk rumah sakit?" tanya Gale ramah, tetapi tak menghilangkan raut takut dari wajah keduanya. 

Melihat itu, Dree melihat Gale dan dua gadis itu bergantian. Apa yang perlu ditakuti dari Gale? Tampang temannya itu tak terlalu mengintimidasi, setidaknya lebih parah Gati.

"Itu ... tadi diminta anter makanan sama Ibuk buat Bu Rukmi karena ada acara di rumah. Tapi ndak ada orang kata Mbok Sarmi, katanya Mbak Gati nemenin Mas Gale di rumah sakit. Jadi, aku tahu." Untung saja suara pelan Santi masih bisa didengar jelas oleh Gale.

Gale berusaha bangkit dari posisi berbaring, berniat duduk. Lagipula, ia lelah seharian tidur, apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore.

Melihat Gale kesusahan, tanpa diminta Dree membantu dengan mengulurkan tangan, membiarkan Gale menjadikan lengannya sebagai tumpuan. Tentu Dree tak akan masalah mengingat masih ada penghalang berupa lengan gamis yang dipakainya, tak akan bersentuhan langsung.

Re-DefineWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu