Bagian 5: Berita Besar

5 0 0
                                    

[Gendhis' PoV]

Dear Aksa,

Nggak terasa sudah satu minggu kita sebangku, ya. Rasanya bahagia banget! Meskipun aku lebih sering ngomong sendiri dan kamu hanya fokus ke buku tulis kamu, aku tahu kamu tetap dengerin setiap ceritaku. Setidaknya, suaraku masuk ke kuping kamu. Siapa tahu semakin sering kamu dengar suaraku, nanti kamu jadi terbiasa^^. Hari ini aku bosan banget. Hari weekend nggak semenyenangkan dulu, tahu. Tanpa mengenakan seragam putih-abu, aku seperti kembali diingatkan kalau sebentar lagi aku sudah bukan remaja 17 tahun lagi. Growing up sucks, indeed. Err, sudah dulu ya ceritanya. Kila daritadi manggil-manggil terus. Mungkin telurnya gosong lagi? Huh, semoga tidak.

With love,
Gendhis

"KAK GENDHIS.. CEPETANNN," Kali ini, teriakan Kila, adikku, sudah sangat tidak manusiawi.

"Iya. Sabar, tho," Aku menuruni tangga dan menuju dapur. Saat kulihat dapur ternyata kosong dan masih aman, aku segera berputar ke ruangan lain. Kila dimana, sih?

Seperti menjawab pertanyaanku, dia menyaut dari ruang tamu, "Disini, Kak."

Aku menarik kepang rambutnya pelan karena kesal, "Kenapa teriak-teriak, sih Kil? Untung kita tetangga kita jaraknya jauh. Coba kalau ada, pasti kamu kena labrak nanti," Ujarku memperingatkan.

"Eits, sekarang kita punya tetangga, tahu. Coba deh sini, kak," Katanya dengan gerakan mencurigakan.

Aku mengikuti langkahnya hingga ke halaman. Disamping kanan rumahku memang benar ada rumah yang baru selesai di renovasi. Rumah itu sudah lama kosong, namun beberapa bulan lalu sepertinya ada yang membelinya dan memutuskan untuk merombak total. Sekarang, rumah itu tak tampak seperti rumah yang terbengkalai. Justru terlihat sangat bagus dan terawat.

Fokusku beralih pada truk bak besar yang memuat barang-barang dan banyak orang-orang berlalu lalang untuk membawanya masuk ke dalam. Siapa kira-kira tetangga baru kami? Aku dan adikku masih berdiri mengamati ketika sebuah motor SM Sport V-16 yang sangat kukenal tiba-tiba berbelok dan berhenti di depan garasi. Mungkinkah?

Saat pengendara motor itu membuka helm-nya, aku dan Kila spontan terkesiap dan saling bertukar pandang.

"Itu Kak Aksa, kan?" Bisik Kila yang kujawab dengan anggukan cepat.

Ya, aku menceritakan semua hal tentang Aksa padanya sejak dia menemukan diary-ku dengan tulisan norak 'dari Aksa, untuk Aksa' . Untung saja aku segera menangkap basah dirinya sebelum dia membaca lebih jauh. Kalau tidak, entah apa yang akan dia lakukan dengan mulut besarnya itu.

Melihat tanggapanku, Kila langsung berteriak histeris dan melambaikan tangannya ke arah Aksa. Aku segera membekap mulutnya sebelum Aksa memperhatikan tingkah gila adikku. Malang sekali nasib Ibuku karena memiliki dua anak gadis yang tidak waras.

Kila memberontak dan aku menyeretnya dengan paksa ke dalam rumah dan mendudukkannya di sofa. Dia masih meronta-ronta hingga aku mengancam akan mengadukan pada Ibu bahwa kemarin sore dia diantar pulang oleh teman cowoknya.

"Mau aku aduin ke Ibu kalo kemarin kamu pulang diantar cowok, ha?" Aku megap-megap karena kehabisan tenaga.

"Kamu itu masih 15 tahun. Nggak boleh pacar-pacaran! Kalo Ibu tahu, pasti kamu kena omel," Ujarku yang langsung membuatnya kicep.

"Aku nggak pacaran, ya!" Jawabnya dengan raut panik.

"Lah, kok panik? Kok panik? Aku bilangin Ibu nih, ya."

"Jangan dong, Kak Gendhis. Please."

"Aku nggak akan ngadu kalo kamu nggak bertingkah gila seperti barusan. Gimana? Do we have a deal?"

NISKALADove le storie prendono vita. Scoprilo ora