Bagian 3: Bubur Ayam Pak Soleh

5 3 0
                                    

[Gendhis' PoV]

Dear Aksa,

Saat kita berumur tujuh belas tahun, tanpa sengaja beban bernama tanggung jawab semakin memberati pundak. Tanpa pernah berpikir lebih panjang, orang dewasa menganggap kita sudah cukup dewasa untuk bertahan hidup sendiri. Kita akhirnya punya KTP dan bisa mendapat kartu lisensi mengemudi sendiri.

Kemudian satu tahun berlalu dan umur kita bertambah satu. Disinilah kita semakin sadar bahwa keputusan besar harus segera diambil. Kita harus memilih, ingin tinggal atau pergi.

Aksa, aku menyesali banyak hal: pilihan-pilihan yang kuabaikan demi sebuah hal yang kupikir lebih baik, serta orang-orang yang terlambat kurengkuh sehingga mereka pergi dan meninggalkanku dalam penyesalan.

Aku benci kehilangan. Jadi, alih-alih menyerah pada keadaan, aku memaksa untuk bertahan. Saat masa SMA telah mencapai tahun terakhir, ketakutanku semakin besar. Aku ingin pura-pura lupa bahwa ini adalah 10 bulan terakhir yang kupunya sebelum berpisah dengan teman-teman yang kusayang. Mungkin saja kami akan berkuliah di tempat yang sama, tapi siapa yang bisa memastikan takdir selain Tuhan? Mungkin tahun depan aku akan jarang bertemu Mira dan Arga. Kemungkinan itu terasa lebih baik daripada probabilitasku bersua denganmu. Sudikah kau berurusan denganku lagi saat akhirnya jarak memisahkan kita?

Masihkah keberuntungan berpihak padaku hingga aku bisa mengejarmu di bangku perkuliahan? Dan walaupun bisa, akankah kami berada di jurusan dan kelas yang sama? Tentu tidak. Bagaimanapun juga, minat akademik kita sungguh bertolak belakang. Mungkin kau akan memilih jurusan teknik. Semoga tebakanku tidak salah. Aku? Entahlah. Aku bahkan tidak yakin bisa kuliah atau tidak.

Jika kau bertanya apakah aku tidak malu menjadi gadis murahan karena terus mengejarmu, maka aku dengan lantang menjawab: tidak. Aku sudah lama mengubur rasa maluku untuk mendapatkan sedikit saja waktu bersamamu. Banyak orang menganggap aku gadis gila, dan aku tidak akan repot-repot mengkonfrontasi mereka.

Namun, sama seperti burung yang harus tetap menapak daratan pada satu waktu tertentu, aku merasa bahwa aku pun harus berhenti mengharapkan kasih sayangmu suatu hari nanti. Aku tidak bisa mengejarmu selamanya meskipun aku ingin. Aku paham bahwa kau memiliki kehidupan dan layak mendapatkan ketenangan. Ketenangan yang tidak ada aku di dalamnya. Jadi, menuruti takdir yang membawa kita hingga ke titik ini, aku akan memanfaatkan tahun terakhir masa SMA untuk berjuang lebih keras. Bagaimana pun akhirnya, aku siap mempertaruhkan semuanya.

With love,
Gendhis

Aku menutup buku diary berwarna biru laut dengan pohon oak di bagian cover yang kudapatkan dari hasil tukar kado dengan Aksa saat kami kelas 3 SD

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menutup buku diary berwarna biru laut dengan pohon oak di bagian cover yang kudapatkan dari hasil tukar kado dengan Aksa saat kami kelas 3 SD. Saat itu, wali kelas kami mengadakan acara tukar kado saat tahun ajaran telah berakhir. Jadi masing-masing dari kami membawa hadiah, lalu kami membentuk lingkaran dan kadonya diputar dari satu anak ke anak lain hingga guru kami berkata stop. Aku masih ingat betapa bahagianya aku saat mendapatkan hadiah yang dibawa Aksa. Bukannya tanpa sengaja, tentu saja aku kongkalikong dengan beberapa teman hingga aku bisa mendapatkan hadiah itu.

NISKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang