Chapter 9

996 23 0
                                    

"Apa Lidya? Sejak kapan aku memiliki pekerjaan dengannya?"

Ini sangat-sangat mengecewakan. Valerie yang sudah tidak memiliki hubungan apapun bersama Nolan malah dilibatkan dalam satu project bersama-sama. Terlebih lagi tidak diberitahukan terlebih dahulu dirinya untuk hal ini, karena Valerie baru saj tahu ketika ia melihat Nolan berada pada lokasi yang sama.

Lidya mencoba menenangkan aktrisnya. Jadwal ini telah ada sejak beberapa bulan yang lalu dan Valerie tentu telah mengkonfirmasi guna menyetujuinya, dan mungkin Valerie melupakannya karena pekerjan yang begitu padat. Meskipun saat itu keadaanya belum menjadi sengit seperti sekarang antara dua orang itu, namun projects pekerjaan harus tetap berjalan dan tidak bisa dibatalkan.

"Hanya beberapa adegan bersamanya, bersabar dan profesional, oke?" terang Lidya pada Valerie yang kontan berdecak kesal.

Nolan berjalan masuk ke dalam studio diikuti oleh asisten serta manager pria itu. Pandangannya langsung tertuju pada Valerie yang sedang duduk serta beberapa orang tengah membantunya untuk merias wajah dan menata rambut. Ujung bibir pria itu terangkat melihat sosok mantan kekasihnya, memikirkan jika sebentar lagi mereka akan melakukan beberapa pose mesra di depan kamera.

"Kakimu masih sakit?" tanya Lidya ketika melihat kaki Valerie yang masih terbalut perban.

"Tidak. Itu sudah lebih baik."

"Baiklah, kau bisa mengenakan higheels. Pergilah untuk pemotretanya dan lakukan dengan baik," tutur Lidya pada Valerie yang sudah siap dengan dandanan cantik serta gaun putih indah yang ia kenakan.

Valerie pergi ke depan dengan siap senyum cantiknya ia kembangkan, menunggu Nolan mendekat yang kontan pria itu merangkul pinggulnya.

"Hai," sapa Nolan, yang tentunya diabaikan oleh Valerie.

Keduanya saling menatap intens pun dalam. Nolan menilik ke dalam manik mantan kekasihnya sayup, sementara dibalas tatapan tajam dari sirens eye milik wanita cantik itu.

Sememtara semua orang di belakang layar telah siap memotret mereka pun sang fotografer yang cekatan memberi arah pose yang harus Nolan dan Valerie ikuti. Dua orang itu mengikuti berpose saling berhadapan dan menatap, lengan Nolan merangkul pinggang sintal Valerie sementara satu tangannya lagi menakup sisi wajah cantik itu.

Benar-benar membuat tidak nyaman. Jika saja bukan karena profesionalitas mungkin Valerie menolak habis-habisan untuk pemotretan kali ini. Ia benar-benar muak di hadapkan dengan pria hidung belang satu ini.

"Hai Valerie." Nolan berbisik samar. "Bagaimana kabarmu? Apa pria itu memperlakukanmu dengan baik?" tanya Nolan tiba-tiba, lembut nan rendah nada suaranya terdengar.

Pertanyaan itu ada karena Nolan berpikir Louis adalah kekasih baru Valerie setelah ia putus dengannya. Tidak buruk pikirnya, Louis terlihat baik dan tampan.

"Tidak usah kau mempertanyakan kabarku," ketus Valerie.

Pandangan keduanya terputus saat sang fotografer meminta mereka untuk berganti pose. Kini keduanya saling berpelukan dengan sisi wajah Valerie yang menempel pada dada bidang Nolan.

Spontan Valerie menelan salivanya kasar setelah ia dengarkan detak jantung pria itu yang berdetak begitu kencang. Lebih kencang dari degup jantung miliknya.

"Apa kau baik-baik saja? Kau tidak menangisiku lagi, bukan?"

"Tidak pernah kutangisi dirimu sekalipun."

"Bagus. Itu lebih baik."

Pose mereka berganti lagi. Kini Nolan yang memeluk Valerie dari belakang, menyimpan wajahnya pada ceruk leher jenjang wanita cantik itu.

LustWhere stories live. Discover now