Chapter 2

2.6K 50 0
                                    


Ximena Valerie Yoxavos. Siapa yang tidak mengenal wanita cantik satu ini. Wanita cantik berdarah asli Eropa. Tinggal dan dibesarkan di ibukota Italia, Roma. Putri satu-satunya dari pasangan Alba dan Latina dari keluarga Yoxavos, keluarga terpandang pun terkaya di Italia.

Semua orang mengenalnya, mengagumi, dan memuja. Wanita cantik yang sudah terjun di dunia modeling semenjak usia remaja. Nama besarnya-Yoxavos-yang tak ia ikut andilkan dalam karirnya, membuat Valerie menjadi model murni yang diakui dengan keterampilan pun kecantikannya di dalam bidang tersebut.

Namanya yang terkenal, tersohor, pun terpandang sedari dulu. Memenangkan banyak nominasi awards. Dirinya menjadi model Italia yang tak tertandingi.

Dirinya-Ximena Valerie Yoxavos-tidak akan kalah dari siapapun. Terlebih lagi dari rumor tanpa bukti yang keluar dari mulut orang-orang kotor.

Valerie melenggang masuk pada Mega mansion di kawasan elite tersebut. Kedatangannya disambut oleh beberapa pelayan berseragam serta bodyguard berbadan tegap besar yang langsung menunduk hormat padanya. Pada ujung tangga menuju lantai dua, sudah berdiri pria serta wanita paruh baya yang menatapnya hangat.

"Kau mendengarku? Dia pasti kembali." Pria bertubuh tegap nan tampan dengan jambang tipis yang dicukur rapih ini berbisik pada wanita di sampingnya.

"Dia memiliki banyak masalah." Latina menyiku perut suaminya pelan, sebelum akhirnya ia melangkah gontai menuju putri semata wayangnya tersebut. "Baby, semuanya berjalan baik?"

Valerie tersenyum singkat lantas memeluk Latina ringan, memeluk hangat ibunya yang cantik nan tetap modis pada usianya yang tidak lagi muda. "Hari ini sangat melelahkan," keluhnya mendayu.

Di sana Alba berdeham, menatap Valerie dengan pandangannya yang menurun. "Beristirahatlah dengan baik, tidak perlu memikirkan hal-hal tidak penting di luar sana. Aku tahu kau bisa mengatasinya."

Valerie menghela nafas dalam, melepaskan pelukan pada Latina lalu beralih memeluk Alba, menghamburkan dirinya ke dalam pelukan hangat pria yang paling ia cintai di muka bumi ini. Alba adalah seorang ayah yang amat sangat Valerie cintai, kagumi, dan begitu ia bangga-banggakan. Alba Yoxavos adalah pria impiannya. Valerie selalu berharap jika dirinya menikah kelak, ia akan menemukan pria seperti ayahnya, penuh kasih dan cinta, pun yang terpenting tidak gila wanita.

"Alangkah bagusnya jika semua pria diciptakan sama sepertimu, Ayah," cicit Valerie, merendah nada suara wanita ini. Hendak ia pecahkan tangis serta keluh kesahnya di dalam pelukan sang ayah, namun rasa gengsi menghalanginya. Terpaksa ia tahan.

Alba memeluk putrinya hangat, mengelus punggung Valerie lembut lalu mengecup puncak kepala putrinya. "Kau akan merasa benar-benar mencintai ketika kau tersakiti," papar Alba lembut, namun nada suaranya tetap khas dengan ketegasan yang dominan.

Valerie diam. Dia meratapi pun menyesali kenapa hatinya bisa jatuh pada pria bajingan seperti Nolan. Yang lebih membuat kesal ialah, pria itu merupakan cinta pertamanya.

"Kau akan mendapatkan pria lebih baik dari dia," sambung Alba. Lantas Valerie menarik tubuhnya ke belakang, sedikit mendongak untuk menatap wajah ayahnya. Ia mengeryitkan alis.

"Lebih baik dari keluarga Hugo? Siapa?"

Tidak ada yang bisa menandingi kehebatan keluarga Hugo, terlebih lagi sikap cekatan pria-pria keturunan klan tersebut. Juga Nolan, meskipun dirinya memutuskan untuk mengejar cita-cita sebagai seorang aktor, namanya tetap tersohor karena menyandang nama Hugo di belakangnya. Sebab itulah Valerie berani menjatuhkan hatinya pada pria itu. Sialannya, ia dikhianati.

Alba dan Latina ikut terdiam, tidak terpikirkan oleh keduanya lelaki dari keluarga mana yang nama dan statusnya lebih jelas dari keluarga besar itu. Tapi ini bukan tentang kekayaan yang harus dilihat, melainkan dari dalam hati seseorang tersebut karena hal ini menyangkut nama cinta.

"Kau akan menemukan pria baik yang mencintaimu kelak, menyayangi, serta menghormatimu, Sayang." Latina membuka suara, sementara Valerie hanya terdiam.

*******

Valerie mengayunkan stik golf miliknya dengan cetakan, menghentak pada bola kecil yang kontan melambung tinggi jauh ke atas, pergi jauh kemudian jatuh pun tak terlihat lagi pada hamparan lapang yang hijau nan luas.

Cantik penampilan wanita itu kini. Tubuhnya yang ramping namun sintal pada bagian-bagian tertentu terbalut indah stelan khusus bermain golf. Baju lengan pendek berwarna hitam ketat serta rok mini di atas paha memperlihatkan paha mulus serta lekukan bokongnya yang sintal. Kaki jenjangnya terbalut kaus kaki panjang hingga bawah lutut dipadu dengan sneakers berwarna putih, tidak lupa ia kenakan topi dan mengikat rambut panjang hitam legamnya buntut kuda.

Dia meletakkan stik golf lalu duduk pada kursi di sebelah Latina, meminum jus jeruk yang disodorkan oleh ibunya.

"Kenapa dia terlihat sangat cantik dan memesona padahal hanya memukul bola?" decak Alba yang kontan terkekeh dua wanita cantik kebanggaannya di belakang. Valerie dan Latina bersamaan memperhatikan Alba yang sudah siap memegang stik golf miliknya.

Pria itu membuat ancang-ancang sebelum memukul bola kecil berwarna putih yang sudah tersangga siap di bawah.

Melihat putrinya yang seketika terdiam, Latina mendekati dan memegang tangannya. "Kau baik-baik saja?"

"Ya, Mom."

Di depan, Alba telah memukul bola miliknya yang ternyata hanya melambung rendah saja, tidak lebih tinggi dari bola Valerie sebelumnya.

"Aku tetap tak bisa mengalahkan jarak bolamu," keluh Alba pada putri serta istrinya. Dia mengambil jus jeruk dari atas meja, minum sembari lirikan matanya serta merta memperhatikan Valerie. "Ada apa?" Alba bertanya pada Valerie.

"Tidak ada," balas wanita itu singkat.

"Tidak perlu terlalu memikirkannya. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik dari keluarga itu. Lagipula, aku tidak menyukai mereka," papar Alba jelas yang langsung saja mendapat tatapan tajam dari istrinya.

"Yah, I know." Valerie melirih.

******

Ruang kerja luas bernuansa hitam abu, disertai meja kaca persegi panjang yang dipenuhi oleh berkas-berkas pekerjaan serta komputer yang menyala. Posisi tengah ruangan terdapat sofa mewah letter U berwarna hitam yang tertata rapih disertai meja kaca bulat berukuran sedang di tengahnya. Pada bagian samping ruangan terdapat jendela kaca besar yang langsung menyajikan pemandangan indah kota Roma.

Pria itu duduk menyender pada kursi kebesarannya, membaca berkas yang ia pegang dengan tatapannya yang tajam pun intens, tidak lupa kaca mata putih yang bertengger pada hidung mancungnya membuat pesona kuat pun tegasnya semakin dominan.

Pintu terbuka setelah diketuk beberapa kali, dan si pemilik ruangan membuka suara untuk mengijinkan seseorang itu masuk. Lucas berjalan santai menuju Demiral yang sibuk dengan pekerjaan. Pria berwajah garang dengan jambang cukup tebal tersebut melapor jika tugas yang Demiral perintahkan padanya telah selesai.

"Kau menemuinya?" Demiral menyimpan dokument, melepaskan kaca mata, lalu mengangkat pandangannya mengarah Lucas dengan wajah yang tetap sedikit menunduk.

"Tidak. Tapi aku berbicara dengan managernya."

"Apa yang dia katakan?" tanya Demiral. Masih focus pada dokument di atas meja yang sedang pria itu baca.

"Dia ingin menemuimu. Secepatnya," tandas Lucas.

Gerakan mata Demiral terhenti saat itu juga. Ia mengangkat wajahnya menatap Lucas dengan tatapannya yang datar.

"Atur jadwal pertemuannya."

"Baik."

Tidak lama setelahnya, seorang sekretaris cantik masuk ke dalam ruangan. Tersenyum melenggok wanita itu begitu menggoda mendekati meja Demiral. Sementara Lucas yang mengerti langsung ia ijin untuk keluar dari sana, meninggalkan bos serta sekretaris wanitanya.

"Beberapa berkas untuk kau tangani." Arabella menyampaikan, menyimpan beberapa dokument di atas meja Demiral.

"Pergilah, aku akan menyelesaikan pekerjaanku."

"Baik, Sir."

******

Jangan lupa vote setelah membaca❤️‍🩹

LustWhere stories live. Discover now