Chapter 4

1.8K 44 0
                                    

Hari ini pagi-pagi sekali. Valerie mengajak Louis untuk mengelilingi pusat kota Roma. Karena pria tersebut baru menginjakan kakinya di ibukota Italia, Valerie berniat dengan baik hati mengajaknya untuk pergi jalan-jalan dan memperkenalkan kota kelahirannya pada pria tersebut. Dia mengajaknya untuk menikmati sarapan khas di sana, pergi berbelanja, dan juga pergi menonton film.

Alih-alih membuat Louis menikmati, Valerie malah lebih menikmatinya sendiri, bahkan dia mengajak Louis pergi ke tempat yang ada di dalam daftar otaknya selama ini. Louis pergi menemaninya, dan bukan sebaliknya. Itu terlihat jelas di mata Valerie jika wanita itu benar-benar antusias ketika berkeliling.

Kini keduanya berakhir di sebuah kedai ice cream. Setelah itu, mereka berjalan bersama menyusuri trotoar jalan sembari memakan Ice cream di tangan.

Valerie berpakaian Casual hari ini. Rok mini sepaha dan kaos putih bergambar kucing. Memakai topi pada rambutnya yang sengaja diurai agar orang-orang di sekitar tidak terlalu memperhatikan, kaki jenjangnya pun dibalut sneakers senada dengan kaos yang dikenakan. Penampilannya hari ini sangat berbeda dengan sehari-harinya yang lebih tampak seperti wanita dewasa.

Louis memperhatikan wajah cantik polosnya yang hanya terpoles make up tipis natural. Berbeda dengan yang ia lihat kemarin saat pertama bertemu.

Valerie menyadari jika dirinya sedang diperhatikan, lantas ia menoleh pada Louis yang spontan mengalihkan arah pandangnya.

"Ada apa?" tanya Valerie sambil menjilat ice cream miliknya.

Louis tersenyum simpul. "Tidak ada."

"Apa penampilanku terlihat aneh?"

"Tidak. Sama sekali tidak, Valerie."

Valerie menjumput rambutnya ke belakang telinga, dan terlihatlah garis rahangnya yang cantik berkulit putih mulus.

"Sudah lama aku tidak berpakaian santai seperti ini, aku pikir itu terlihat aneh," keluhnya.

"Kau cantik," puji Louis, membuat Valerie terkekeh kecil mendengarnya.

"AH!"

Valerie sontak berterak kaget saat ia melihat seekor anak kucing hendak menyebrang jalanan. Louis yang melihat hal tersebut segera berlari untuk menyelamatkan anak kucing tersebut.

"Valerie!"

"Ya, itu Valerie."

Terakan Valerie membuat heboh, dan tidak sengaja membuat orang-orang sekitar melihat ke arahnya. Saat mereka lihat wajah di balik topi tersebut ialah seorang model terkenal, orang-orang itu langsung heboh hendak mendekat.

Valerie tertegun, ia hendak melarikan diri sebelum orang mengerumuninya. Namun, sebelum dirinya melangkah, sebuah tangan kekar melingkar pada perutnya yang langsung saja membopong tubuh Valerie pergi dari sana dengan sangat ringan, seolah ia patung jalanan yang hendak dipindahkan.

Wanita cantik itu didudukan di dalam mobil. Matanya membulat dan ia terdiam saat pintu sebelahnya ditutup lalu seorang pria naik dan duduk di sampingnya.

"Hallo, Ms. Valerie Yoxavos."

Pria ini menoleh dan tersenyum simpul, menatap Valerie yang masih terkejut karena tiba-tiba dia di bawa pergi lalu dimasukan ke dalam mobil pria itu.

"Jalan," titah Demiral.

Valerie melihat ke arah jalanan, berbalik melihat pada kaca belakang mobil. Sebelum mobil tersebut melaju menjauh, ia bisa melihat Louis di pinggir jalan sedang menggendong seekor anak kuncing pun pria itu melihat sekitar mencari seseorang.

"Kau tidak bisa membawaku pergi begitu saja, aku bersama seseorang," protesnya pada Demiral.

Kemudian mobil itu berhenti atas titah sang tuan. Demiral melirik wanita itu dingin. "Keluar jika ingin," katanya tanpa nada dan terdengar datar.

Mendadak Valerie diam. Dia tahu orang-orang akan mengerumuninya jika ia keluar sekarang, dan Valerie tentu saja tidak ingin hal itu terjadi. Maka dari itu dia hanya duduk, menatap Demiral dengan sirens eyenya yang menurun.

"Jalan." Pria itu memberi perintah lagi.

Valerie menggeser posisi tubuhnya, miring menghadap Demiral di samping. Ia tatap pria itu dengan intens dan dalam. Kini bukan ketampanan Demiral yang ia pandang, melainkan keberadaan pria itu yang menjadi tanda tanya.

"Kau selalu ada di saat orang-orang mengejarku," papar Valerie, lalu sirens eyenya menyipit. "Kau menguntitku?"

Demiral terkekeh samar mendengarnya. Ia matikan layar ponsel lalu memasukan benda pipih itu ke dalam saku.

"Kau berada di area perusahaanku, Ms. Valerie, wajar jika aku berada di sini."

Valerie berdecak, mengalihkan pandangnya lalu membenarkan posisi duduk tubuhnya kembali. Jawaban dari Demiral tidak membuatnya puas.

Menatap lurus ke depan. Valerie membuka topi miliknya, lalu merapikan rambut legamnya yang terurai.

Di samping Demiral melirik, menatap wanita cantik yang ia lihat kini dengan polesan wajah yang natural. Berbeda seperti sebelum-sebelumnya saat ia melihat Valerie yang terpoles make up cukup tebal.

"Aku tahu aku cantik." Valerie menoleh. "Apa sekarang kau jatuh cinta padaku, Mr. Hugo?"

"Maybe?" Pria itu menjawab.

"Hidung belang."

"Karena itu kau harus menjauhinya."

"Kau yang terus mendekat."

Lantas Demiral mencondongkan tubuhnya ke depan, membawa wajah pada sisi wajah cantik itu. Ketika Valerie menoleh, jarak antara wajahnya dengan wajah Demiral hanya berjarak beberapa inci saja.

"Apa yang kau lakukan?"

"Mendekat, seperti katamu."

"Bukan itu yang kumaksud." Valerie mendorong dada pria itu menjauh, kontan jatuh punggung Demiral menabrak senderan kursi mobil.

"Ingin membeli pakaian?"

"Pakaian?" Sebelah alisnya terangkat, heran.

"Kemejamu selalu terbuka di bagian atas. Kurasa kancingnya putus." Ia melirik, menunjuk kemeja bagian atas Demiral yang memang selalu terbuka dua kancing di bagian atasnya seolah pria itu sengaja memperlihatkan dada kekarnya yang bidang dan terbentuk sempurna.

Belum Demiral menjawab, ponsel Valerie lebih dulu berdering menyebabkan atensi wanita cantik itu berpaling. Ia ambil benda pipih itu dari dalam tas, menerima telepon dari Louis yang pastinya pria itu masih mencarinya sekarang.

"Hallo Louis, maaf aku pergi lebih dulu. Beberapa orang menyadari keberadaanku di sana."

"Tidak masalah Valerie, yang terpenting kau baik-baik saja."

"Tentu, aku baik-baik saja."

"Baiklah, kutunggu di kediamanmu."

"Baiklah, sampai jumpa."

Kembali ia masukan ponselnya ke dalam tas. Saat melihat jalanan dari dalam jendela, Valerie heran karena itu bukanlah jalan menuju rumahnya.

"Ke mana kau akan membawaku?" Alisnya bertaut menatap Demiral.

"Penthouse. Aku memiliki rapat lima belas menit lagi, dan tidak bisa mengantarmu pulang, Ms."

"Apa? Maka turunkan saja aku di sini."

"Terlambat. Kita sudah memasuki area jalur laju."

Valerie mendengus. Ia bersandar pada sandaran jok dan menatap pada jalanan. Tidak banyak yang bisa ia lakukan selain duduk diam di dalam sana sampai mereka sampai di tempat tujuan.

Tiba-tiba langit yang cerah mendadak gelap. Hujan lebat disertai angin kencang turun membasahi kota Roma, merubah drastis suhu pada ibukota itali tersebut.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya mobil itu memasuki area basement sebuah penthouse mewah. Demiral pun Valerie sama-sama keluar dari sana.

"Hujan lebat serta jalanan yang macet, kau tidak akan mendapatkan kendaraan jika kembali sekarang," tutur Demiral pada wanita cantik itu.

******

Jangan lupa vote setelah membaca🖤

LustWhere stories live. Discover now