Chapter 17

960 34 0
                                    

“Kudoakan semoga senantiasa kau berbahagia, Valerie.”

“Tentu aku akan berbahagia, Nolan.”

Nolan menatap wajah cantiknya, lalu pandangannya turun pada kalung indah yang bertengger pada leher jenjang wanita itu.

“Kau cocok mengenakannya. Tapi tahukah dirimu?”

“Apa?” Valerie menaikan dagunya.

“Orang terakhir yang mengenakannya telah tewas. Kuharap kau tidak dihantui oleh pemilik lamanya,” lugas pria itu, kontan membuat alis Valerie berkerut menyatu.

“Aku tidak percaya hantu,” sungut Valerie.

“Bukan hantu, bayang-bayang masalalu lebih mengerikan daripada itu.”

“Apa maksudmu, Nolan?”

“Semoga pernikahanmu lancar, Ms.Valerie Yoxavos.”

Nolan berbalik pergi sebelum Valerie mendapatkan penjelasan atas apa yang pria itu katakan. Begitu ambigu membuat dirinya bingung dengan semua itu. Orang terakhir? Siapa? Bayang-bayang masalalu?

Terdengar suara langkah kaki dari belakang, langsung Valerie berbalik dan melihat Demiral gontai mendekatinya. Pria itu meraih, merangkul pinggang wanitanya sensitif.

“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Demiral, menjumput helai rambut Valerie ke belakang telinga.

Valerie ingat jika dirinya sedang menelpon Louis saat Nolan tiba-tiba datang menghampiri. Cepat-cepat ia lihat layar ponselnya yang telah mati, pun sambungan telepon yang telah putus. Mungkin Louis mematikannya.

“Aku mencari angin segar,” balasnya pada Demiral.

“Kau akan sakit, ayo masuk,” ajak pria itu.

“Ya.”

Dua orang itu berjalan gontai saling menggandeng satu sama lain menuju kamar Demiral yang berada di lantai dua mansion megah tersebut. Sebuah kamar yang sama persis seperti kamar pria itu di penthouse miliknya.

Valerie duduk di tepi ranjang, sementara Demiral bersimpuh di hadapannya dan perlahan membuka higheels yang Valerie kenakan.

“Kau tidak perlu membukanya, aku bisa membuka sendiri,” tolak Valerie, namun pria itu tetap melakukan aktivitasnya.

Telaten Demiral membuka dua sepatu hak tinggi yang Valerie pakai, setelahnya ia usap lembut kaki cantik berkulit mulus itu menggunakan handuk basah. Selesai sudah aktivitasnya membersihkan kaki Valerie, ia kecup singkat punggung kaki wanita tersebut yang spontan membuat pemiliknya terkejut.

“Kenapa kau melakukannya? Jangan lakukan itu.”

Masih pada posisinya bersimpuh di bawah, ia angkat wajahnya menatap wanita itu. Sayu redup pandangannya menilik Valerie namun aura garang pun dominan masih tetap mendominasi dirinya.

“Aku menyukainya, dirimu, serta setiap inci tubuhmu.”

Ia kemudian bangkit berdiri, mencondongkan tubuhnya pada Valerie lalu ia panggut bibir sintal itu, melumatnya habis bergerak halus sensitif.

Panggutan bibir mereka mendorong Valerie untuk berbaring, serta Demiral yang ikut tergerak menindih tubuhnya dari atas.

Mereka saling mencium, melumat, dan bertukar saliva. Gerakan yang lembut halus perlahan-lahan berubah menjadi gerakan yang kasar, tergesa-gesa diiringi oleh hembusan napas keduanya yang saling memburu.

Bibir Demiral beralih mengecupi leher jenjang Valerie, jemarinya liar di bawah mengelus paha putih mulus di balik gaun. Sentuhannya yang perlahan-lahan naik hendak menurunkan underwear di balik gaunya namun cepat-cepat Valerie tahan. Tautan bibir mereka seketika terlepas, keduanya saling menatap sayu redup dengan napas yang menggebu-gebu.

LustDonde viven las historias. Descúbrelo ahora