Part 45

153 31 8
                                    

Dentingan lonceng gereja mengalun pada pukul 18.00 tepat. Para umat Katolik melaksanakan ibadah mereka di gereja tersebut. Namun, satu orang yang bukan umat Katolik ikut masuk ke dalam greja. Dia duduk di samping pria berpakaian kantoran, diam-diam mencuri undangan mewah dari kantong jas lantas meninggalkan gereja.

Loila, berjalan santai tanpa memandang ke belakang kembali dengan tudung kepala yang merosot ke pundak. Tak dipungkiri jantungnya hampir meledak, mencuri seperti ini membahayakan nyawanya. Entah sampai kapan pria berambut putih pakaia rapi itu akan sadar. Dia sedang beribadah, begitu kejam Loila mencuri di tempat kepercayaan laki-laki tua itu.

"Coko, aku sudah dapatkan undangannya." Undangan berlogo emas asli itu diangkat, dijepit antara jari telunjuk dan tengah Loila. Mereka takjub akan keberhasilan Loila, menganga lebar sebab mereka bertaruh bahwa Loila akan gagal.

Dua undangan pelelangan telah dimiliki oleh kelompok penyalur, satu untuk Loila menyamar sebagai staf panitia, satunya baru direncanakan untuk Bisma sebagai penawar. Sisa anggota akan menunggu di luar sebagai orang biasa yang berlalu lalang.

Gress datang terburu-buru, dia sempat panik sebab Loila yang ditugaskan untuk mencuri dari orang yang mungkin berbahaya.

"Kenapa kalian menyuruh Loila!" bentak Gress.

Coko duduk mengangkang, mengabaikan Gress yang mulai beradu mulut dengan anggota lain. Coko membuka koper Barbie pink, terdapat senjata api laras pendek di dalamnya. Senjata yang akan dipegang oleh sembilan orang kecuali Loila yang masuk melalui pemeriksaan.

"Diam! Ambil masing-masing satu, setelah ini kembali melatih kemampuan menembak kalian."

Semua bubar setelah mengambil senjata, meninggalkan Coko dan Loila menunggu Bisma datang untuk menjelaskan rencana lebih detail. Tersisa keheningan, Loila dan Coko tidak saling bicara. Kemudian keheningan itu dihempaskan oleh Bisma yang hadir dengan tawanya yang bercanda dengan wanita di gang tadi.

"Yo, maaf aku telat," ucapnya duduk di kursi panjang berbahan kayu.

"Bagaimana?" singgung Coko.

Tiba-tiba Bisma mengeluarkan kartu dan sebuah pin kecil tembaga. Logo yang sama dengan undangan tercetak di pin. "Dua benda ini adalah tanda pengenal sebagai panitia. Ambil ini, Loila."

Loila menerima pin di telapak tangan, melihat seksama ukuran pin yang kecil bagai kancing baju--seperti benda remeh yang bisa dibuat sendiri juga diperbanyak lalu dibagikan. Loila menyampaikan ide itu namun Bisma malah mengejek idenya dengan tawa yang lebih besar.

"Kenapa?" Kepala Loila teleng ke samping kiri.

"Pin itu tidak biasa, ada chip juga sensor akses membuka lift khusus berbeda-beda. Yang kamu pegang itu, untuk membuka berangkas harta pelelangan di simpan. Beda panitia beda pin."

"Paman dapatkan ini dari mana?"

"Koneksiku cukup luas, ada teman yang berhutang nyawa bekerja menjadi bodyguard di sana. Pemilik pin asli itu sudah disekap oleh temanku, beruntung dia seorang wanita, jadi kamu bisa meniru gayanya tanpa kesulitan lebih."

Selepas itu Loila mendengarkan penjelasan Bisma. Apa yang harus ia lakukan, di mana jalur pelarian, dan masih banyak lagi. Itu semua akan dilaksanakan dua hari lagi, malam pukul 23 di sebuah ruang rahasia di restauran nuansa China.

Keluar dari ruangan, Loila duduk di depan kamarnya pada sebuah kursi panjang. Mengacak rambut frustrasi, ragu apakah dia bisa mengemban tugas yang paling sulit di anatara yang lain ini. Kepalanya panas, hanya dengan membayangkan saja bagai kemustahilan bagi Loila.

Mendadak minuman kaleng dingin menempel di pipinya, Loila sontak mendongak. Acil dan bedak tebalnya. Laki-laki itu duduk setelah Loila menerima kaleng, menatap dengan kernyitan di dahi.

"Ada apa? Kamu terlihat resah."

"Tidak, bukan apa-apa."

Acil tidak yakin, Loila sampai selamas ini, pasti dia tengah ketakutan. Acil sudah dengar dari Jino, bahwa Loila akan mengemban tugas yang berat dari petinggi. Tetapi Jino tidak menjelaskan tugas seperti apa itu.

"Memang tugas seperti apa yang diberikan pada petinggi ke kamu?" Sungguh Acil penasaran, pun dia khawatir jika tugas yang dimaksud ternyata berbahaya. Loila hanya gadis lemah yang bodoh, dia tak akan mampu melindungi dirinya sendiri.

"Aku tidak boleh membocorkan rahasia, Acil."

"Apakah berbahaya?"

"Sangat. Di sana ada banyak macam orang; konglomerat, mafia dari bermacam-macam negara, politikus, pokoknya orang-orang besar. Mereka akan duduk berdampingan, menyampingkan status, bertanding dengan harta melalui penawaran benda dan manusia."

Dari penjelasan Loila, Acil dapat menebak secara tepat lokasinya, yaitu pelelangan elit. Namun apa tugas Loila di sana?

"Wah, keren, Loila. Kamu bisa melihat orang-orang itu. Eh, tapi kamu memangnya akan bisa melihat mereka?" Lantas pura-pura tidak tahu.

"Tentu saja, aku berada di depan mereka."

Tidak mungkin yang memegang palu. Oh, aku paham.

Acil mulai berpikir. Loila akan ditugaskan di pelelangan elit, sebagai pengantar berang yang menaruh benda pelelangan di pameran meja di samping pemegang palu. Dia akan bolak-balik, masuk dan keluar dari belekan panggung. Tetapi, apa yang diincar? Dan apa tujuannya?

"Detektif A pasti akan hadir juga. Aku takut berdiri di depannya. Aku rasa mereka sudah gila, ingin menantang A? Yang benar saja."

Menantangku? Berkelahi? Tidak, di dalam pelelangan cara berkelahi adalah dengan menawar. Jadi ... mereka mengincar apa yang aku incar? Mata Lentera Malam.

Rahang Acil mengeras, berusaha menahan gejolak marah sebab dia tidak tahu alasan kenapa mereka ingin menantangnya. Ia pikir dia adalah orang yang dijauhi, tidak menyangka ada mendekat.

Menolek ke arah Loila, Acil memperhatikan gelagat Loila memainkan kuku-kuku tangan. Kepala menunduk, sesekali gadis itu membuang napas kasar. Makin tajam tatapan Acil, dia ingin menebak saja dari reaksi Loila.

"Kalau A tidak datang bagaimana?"

Loila tampak lega. Apa karena dia takut dengan A, makannya dia tampak begitu?

"Baguslah."

"Bagus? Bukankah ingin menantang dia? Itu berarti dia harus hadir."

"Ya, itu berarti dia tidak peduli. Aku tidak perlu khawatir padanya."

"Khawatir? Bukankah kamu takut sama dia?" Kernyitan di dahi Acil bertambah. Sebenarnya Loila takut atau bagaimana? Acil akan mendapat jawaban jika Loila mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

"Aku takut, bukan benci," ucap Loila sembari tersenyum tipis dalam tentunduknya kepala.

Loila senang jika aku tidak datang, atau tidak peduli pada Lentera Malam. Dia hanya takut, bukan benci, lalu dia khawatir. Hemm ... mereka ingin membunuhku ternyata. Sudah tahu apa yang aku incar. Jika memang begitu, maka akan ada Lentera Malam palsu dan Loila sebagai pembawanya ke panggung. Membiarkan aku membeli yang palsu, lalu memancing dengan yang asli, membuat aku pergi ke suatu tempat. Di sana mereka akan membunuhku. Apa Papa yang merencanakan ini?

Sedikit infomrmasi yang Aciel terima, lalu dia menjabarkan secara falid.

Bersambung....

Lentera MalamWhere stories live. Discover now