Setangkai bunga matahari yang telah layu di dashboard mobil, mengingatkan semalam mereka baik-baik saja. Aciel ambil bunga itu, lantas melirik taman bunga mataharinya yang layu. Oh, iya, Sasa ada mengajaknya untuk menanam bibit baru.
Turun dari mobil, Aciel memberikan tangkai bunga yang ia bawa dari mobil pada pelayan yang tengah menyapu halaman.
"Tanam ini, ajak teman-temanmu sana."
Pelayan mengikuti arah pandang Aciel. Baiklah, dia paham. Bunga matahari yang akan mati di sana maksudnya ditaman ulang, 'kan?
Kembali masuk ke dalam mobil, bersiap ke bibir pantai berbatuan di kota lain. Akan ada aktifitas melabuh dari kapal asing yang berhasil masuk. Aciel mendapat informasi dari kelompok perdagangan yang ia tangkap, tempat berlabuh kapal penyeludup.
"Bukan. Tidak ada membawa organ, senjata atau narkoba. Tapi ...." Aciel memandang matahari yang akan turun, lalu tertawa kecil.
"Tapi apa?" tanya petugas AL (Angakatan Laut) menuntut.
Menghubungi mereka kerena ini tugas mereka. Tentu saja keterlibatan Aciel ini tidak murah. Menemukan tempat berlabuh penyeludup adalah pencapaian yang besar.
Aciel melirik kotak-kotak yang ia injak. "Ada tiga speed boat. Dua kosong, satu berisi emas palsu."
"Apa! Kamu yakin itu palsu?"
"Yakin, aku mengundang ahlinya untuk meneliti. Anda tahu? Dia membutuhkan waktu delapan jam untuk memastikan emas itu. Paham 'kan akan bahayanya?"
Emas itu sulit dibedakan, terlihat asli dari tekstur dan bentuknya. Apa yang terjadi jika itu tersebar luas ke masyarakat? Dan pasokannya akan semakin besar? Negara dan masyarakat akan sangat dirugikan.
"Berapa banyak?"
"Ada 25 peti. Pihak pemerintah lah yang menimbangnya. Aku hanya membantu sampai sini."
"Gawat. Aku akan sambungkan ke poli-"
"Tentara. Lebih baik meminta bantuan ke tentara."
"Jelaskan padaku."
Aciel berdecak malas. "Mereka yang aku tangkap di kapal ini hanya enam orang. Aku yakin mereka berkelompok. Sisanya masuk secara legal dan menyamar sebagai turis atau bisa jadi warga asli kita ikut terlibat. Aku yakin mereka tengah mengintai aku dari kejauhan, akan menyerang kami di perjalanan secara tidak terduga. Aku tunggu di sini." Aciel memutus sambungan.
Memasukkan ponselnya ke dalam saku, Aciel dan anak buahnya masih berada di bibir pantai berbatuan. Resikonya dia akan mati disergap. Oleh kerena itu dia meminta tentara yang datang, soal pertahanan mereka ahlinya.
"Ben, kamu merasakan keberadaan mereka?" tanya Aciel, duduk di pasir bersender di batu.
"Aku tidak tahu kamu se ceroboh ini, A. Jelaskan padaku bagaimana menghadapi mereka yang bersenjata, dengan kita yang hanya berlima? Kita akan mati."
Aciel tertawa. "Aku tahu."
Untuk dirinya 50%
Untuk dirimu 50%
Genap sud-Sial! Aciel mendengar lagu itu lagi. Ia ambil batu, lalu melempar ke si penyanyi dan ... pingsan lagi.
"Sekarang tinggal empat orang," ucap Ben, menghembus napas berat.
Baiklah, sekarang Ben tahu apa yang membuat Aciel ceroboh. Fokusnya untuk Sasa yang ia usir, serta pembagian rasa terhadap dua perempuan. Isi pikiran 50% dan 50% yang akan menumbalkan 5 nyawa manusia.
"Mezi, anak itu ... sudah dua kali pingsan olehmu."
"Lagu yang dia nyanyikan menggangguku."
Matahari tenggelam sepenuhnya, menyisakan kegelapan nan kelam. Aciel memejamkan mata, tersenyum tipis ketika mendengar suara semak. Hahah, mereka bisa menyembunyikan suara langkah, tapi tidak dengan semak yang mereka lalui.
Tiga speed boat, dua kosong, satu berisi. Ia yakin, isi dari dua kapal itu telah berhasil pindah tempat.
Selanjutnya bunyi tembakan sembarang arah dalam gelap begitu brutal. Mereka yakin telah membunuh lima orang yang berjaga tadi. Senter pun dihidupkan. Mereka kaget tidak ada siapa pun di sana, darah pun tidak.
"Ke mana mereka?"
"Aku yakin detik-detik matahari tenggelam mereka masih berada di sini. Juga yang pingsan?"
"Bersembunyi ketika gelap datang, ya? Pintar sekali. Dengan begini, kita tahu kalau mereka tidak memiliki senjata."
"Percuma dong kita menunggu sampai matahari tenggelam. Tahu gini, bunuh saja sejak tadi."
"Diam! Mereka pasti masih berada di sekitar sini. Matikan senternya, jangan sampai kita jadi incaran empuk."
Dalam kesunyian itu, suara semak terdengar berisik. Orang-orang itu sepertinya berlarian. "Mau kabur ternyata," senjata pun diarahkan ke arah sumber suara. Dan ....
Senter hidup. Bukan mereka yang menghidupkannya.
"Tentara!" teriak salah satu dari mereka.
Sebelum menembak, mereka terlebih dahulu dilempar batu dari arah laut. Tepatnya dari bebatuan pantai oleh empat orang yang bersembunyi dan satu orang yang pingsan.
Batu tidak menimbulkan suara nyaring seperti senjata api, mereka yang kaget dengan kehadiran tentara, tidak menyadari rekan-rekan yang empat sekaligus tumbang dalam waktu perdetik.
"Satu dua... 15 orang."
"Bagus sekali, kami hanya jadi umpan," kesal salah satu tentara.
Aciel mengernyit. "Umpan? Tidak ada yang menyuruh kalian menangkap mereka. Tugas kalian membawa yang ada di dalam kapal sana. Hati-hati dicegat di jalan, ya. Ayo, kita pulang."
Aciel memimpin jalan, diikuti oleh orang-orangnya. Sisanya serahkan saja pada mereka.
Kayaknya memang umpan lah. Kami akan mati jika tentara datang lebih lambat. Ben memungut Mezi, remaja laki-laki yang masih SMP tapi memiliki bakat di bidang cyber.
Setiba di rumah, Aciel melihat tidak ada lagi bunga matahari tua di tamannya. Lampu menerangi tanah kosong yang tertanam benih di dalamnya. 70 atau 100 hari lagi, bunganya akan terlihat. Saat itu tiba, Aciel akan mencari Sasa lalu meminta maaf. Bagai pengingat waktu.
Dia sudah baikkan belum sama orang tuanya?
Sementara itu di tempat lain. Loila dan Gress berlari berdua, dikejar oleh orang suruhan keluarga angkat dan keluarga pria yang ingin dijodohkan padanya.
"Loila cepat!" Gress menarik tangan Loila.
"Sakit, Gress. Kakiku sakit, rasanya jahitan di paha lepas semua."
Sangat jelas Loila kesakitan, lengan dan pundaknya pun ikut berdenyut. Tiba-tiba Gress berjongkok. "Naik ke atas punggungku."
Loila langsung naik. Gress masuk ke gang kecil, memutus pandangan para pengejar. Gerak mereka lambat, jika seperti ini terus pasti akan tertangkap. Melirik ke sana ke mari, Gress tidak menemukan tempat sembunyi.
"Butuh bantuan?" Seorang pria dari belokan depan menghadang. Rambut hampir memutih semua, biar begitu, tubuhnya masih tegap tampak kuat. Pria tua yang gagah.
Mengikuti pria itu, Gress dan Loila di bawa ke jalan rahasia. Memasuki pintu rahasia di sisi tembok kiri, di depan tong sampah. Pintu itu tersamarkan, tidak terlihat celah atau bentuk seperti pintu pada umumnya. Mereka aman di dalam.
Derap kaki dari pengejar terdengar. Mereka melewati begitu saja.
Bersambung....
*
**
***
*****Kesadaran itu butuh waktu, bahkan untuk kesadaran diri sendiri aja susah. Bagaimana tentang menyadari orang yang telah lama tidak bertemu? Banyak perubahan? Serta sikap individu yang telah berbeda.
Kalian harus tahu, konflik utama dalam novel Lentera Malam adalah kesadaran. Di awal author sudah bilang, novel ini bukan tentang drama perselingkuhan, atau kisah benci jadi cinta. BIG NO!
Ok, nikmati aja dulu, ya. Endingnya mungkin dapat kalian tebak, mungkin, ya. Tapi perjalanan menuju ending adalah hal yang paling menarik.
Apakah sampai Bab 25 ini kalian sudah merasakan bosan?
*****
****
***
**
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...