Bab 17

24 6 0
                                    

Naga benar-benar mengacuhkan dengungan suara sumbang, yang ditujukan ke arahnya. Entah itu yang memuji, atau sebaliknya. Pria itu tetap fokus membersikan makan laut yang tersedia di meja dari cangkang-cangkangnya, demi untuk diberikan pada Nesya.

"Makan." Naga mengingatkan kembali, kala lagi-lagi menemukan Nesya malah melamun.

"Iya," sahut Nesya seadanya. Lalu melanjutkan makan. Kali ini, dengan sadar diri menyuapi Naga juga. Terserah mau dibilang alay juga. Nesya cuma nggak mau dibilang egois karena makan sendirian tanpa perduli pada Naga.

Lagipula, kenapa dia harus perduli sama omongan sekitar, toh orang yang diomonginnya aja nggak perduli. Iya kan? Jadi, tutup kuping aja, udah.

"Kenapa sendoknya harus gantian?" tanya Naga kemudian, sambil melirik dua sendok di piring Nesya.

"Kan ini bekas gue. Nggak mungkinlah gue nyuapin lo makan pake itu."

"Kenapa?"

"Kok, kenapa? Ya emang lo nggak jijik?"

"Nggak."

Eh! Nesya mengerjap kaget. Tak menyangka dengan jawaban Naga.

"Tapi itu bekas gue."

"Terus?"

Loh, kok terus? Si Naga ini nggak ngerti apa gimana sih soal sopan santun. Ya kali mereka makan satu sendok barengan.

"Ya, gue nggak enak aja ngasih lo bekas gue. Takut lo jijik atau apalah gitu. Lagian kita kan cuma--"

Ocehan Nesya seketika menggantung di udara, kala tiba-tiba Naga merebut sendoknya dan makan menggunakan sendok itu.

"Sekalipun lo punya penyakit menular, gue nggak keberatan makan satu tempat sama lo."

Pernyataan Naga barusan semakin membuat Nesya menganga tak percaya. Serius deh nih cowok. Gak ketebak plus aneh banget.

"O-oh gitu." Nesya hanya bisa bergumam kikuk menanggapinya. Lalu melanjutkan makan dengan perasaan yang entah.

***
"Kan? Elo sih kebanyakan mesennya. Jadi nyisa banyak, kan?" Nesya mengomel, sambil melirik bungkusan di tangan Naga, yang isinya adalah makanan mereka yang tidak dihabiskan. "Mubajir, tahu."

"Bisa dibungkus." Itu aja terus jawabannya.

"Ya tapi nggak sebanyak itu juga. Mana lo tambahin lagi tadi, kan?" Nesya masih tak terima dengan sifat boros Naga.

"Cuma tambah sayur aja."

"Sayur bentuk udang sama kepiting plus nasi, gitu?" sindir Nesya dengan menggebu. Naga hanya mengulum senyum saja mendengarnya.

Benar-benar ya nih cowok. Boros banget jadi orang. Masa buat sekali makan aja habis hampir lima juta. Itu kali tiga udah berapa? Astaga! Mentang-mentang kaya, jadi bisa seenaknya ya? Kalau itu Nesya, mending dikumpulin buat beli sawah atau nyewa ruko. Kan bisa untung.

"Masuk," titah Naga setelah menaruh barang bawaannya ke kursi belakang. Pria itu kemudian membukakan pintu sebelah kemudi untuk Nesya. Dan lagi-lagi plus memakaikan seatbelt di tubuh gadis itu. Membuat Nesya harus ekstra memperingatkan hatinya yang lagi-lagi blingsatan tak karuan.

Perlakuan Naga tuh bener-bener bahaya buat jantung!

"Langsung pulang atau mau ke mana dulu?" tanya Naga sebelum memutar kunci.

"Pulang aja. Udah malem ini. Nanti dicariin ibu."

Naga tidak berkomentar. Mengangguk sekilas lalu mulai melajukan kendaraan besinya menuju jalan besar.

Tidak memerlukan waktu lama untuk sampai di rumah Nesya. Karena memang, tempat makan tadi lumayan dekat. Hanya sekitar 10 menit saja via kendaraan.

"Bagus ya lo! Jam segini baru inget pulang. Abis ngelonte apa open BO lo?"

Diam-Diam BucinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang