Part 15

38 6 0
                                    

*Happy Reading*

"Mana bisa, Nes. Gila aja lo!"

"Ya, tapi--"

"Ck, udah sih, Nes. Nurut aja, kenapa? Orang tinggal duduk manis dalem mobil."

Ya, iya sih. Memang tinggal duduk manis aja. Tapi kan ... tapi ... mana bisa anteng kalau yang nyetirnya Naga. Mana hanya berduaan pula. Sungguh Nesya gak bisa untuk tidak was-was.

Bukan takut diapa-apain sebenarnya, Nesya yakin Naga nggak sejahat itu, kok. Hanya saja ... gimana ya? Nesya cuma takut nggak bisa jaga hati. Takut makin baper kalau Naga bersikap semanis dan seperhatian saat dalam ruang rawat.

Oh, ayolah! Di depan Renata dan Davin aja, Naga bisa semanis tadi. Apalagi kalau hanya berdua. Nesya takut dia makin nunjukin perhatiannya. Bisa baper Nesya kalau itu terjadi. Bagaimana pun dia masih seorang remaja normal, loh. Gampang baper hanya dengan ucapan dan act servis. Aduh ... aduh ... gimana ini?

"Akh!" Nesya meringis sakit saat lagi-lagi tanpa sadar menggaruk rambutnya. Bukan karena gatal, tapi  karena bingung.

"Ya ampun, Nes!" desis Renata dengan bibir terkatup, sambil sesekali melirik ke belakang, di mana Naga dan Davin masih menanti dengan setia.

"Maaf, lupa." Nesya nyengir tanpa dosa. Membuat Renata ingin sekali menjitak kepala gadis itu andai tidak takut dibalas Naga dua kali lipat.

"Ceroboh!" Renata mendengkus kesal. Sementara Nesya cemberut tak suka.

"Pokoknya gue mau ikut naik motor aja bareng lo aja, Ren." Nesya kembali dengan rajukannya.

"Ya ampun, Nes. Kan gue udah bilang. Nggak bisa! Masa iya kita mau bonceng tiga? Ditilang polisi baru tahu rasa lo!" Renata pun masih kukuh dengan keputusannya.

"Ya kalau gitu, kita tukeran aja. Gue balik sama Davin naik motor, lo sama Naga naek mobil."

"Ngaco!" Renata menoyor kepala Nesya pelan. "Lo mau dikatai pelakor dalam hubungan gue sama Davin?"

"Ya tapi--"

"Ck, udahlah, Nes. Jangan ngeyel lagi, kenapa? Nurut aja. Pulang di anter Naga pake mobil. Itu lebih aman buat lo, juga buat luka di kepala lo itu. Biar nggak kena angin dan jadi infeksi."

Nesya makin cemberut, lalu menarik Renata agar semakin mendekat agar dia bisa bebas berbisik tanpa takut akan di dengar Naga dan Davin di belakang mereka.

"Lo ini gimana sih, Ren? Kata lo, gue nggak boleh deket-deket sama Naga. Harus waspada dan jangan sampai baper. Takut ada Tiara part dua. Tapi ini apa? Lo kok malah kek numbalin gue sama Naga sekarang. Gimana sih? Nggak konsisten banget lo jadi orang!"

"Emang lo udah baper sama Naga?"

Eh? Seketika Nesya gelagapan. Tak menyangka akan di tembak langsung seperti barusan oleh Renata.

"Loh, bukan gitu maksud gue--"

"Tapi baper juga nggak papa kok, Nes."

Hah?! Gimana maksudnya?

"Gue liat, kali ini Naga beneran suka sama lo, kok. Maksud gue, dia yang pertama suka. Bukan kayak Tiara yang ngaku-ngaku. Mana perhatiannya manis banget lagi pas di ruang rawat tadi. Gue aja sampe ikutan baper. Jadi gue putusin buat dukung kalian aja."

Loh! loh! Kok malah jadi gini? Bukannya bantuin Nesya jauh dari Naga, eh malah sebaliknya. Gimana sih si Renata ini? Apa dia udah lupa gimana rasanya di bully fans Naga? Atau jangan-jangan malah lagi numbalin Nesya biar dia benar-benar lepas dari gosip yang kadang masih terdengar selentingannya. Ish, kampret juga nih si Renata.

"Gila kali lo!" tandas Nesya tak terima. "Ya kali malah nyomblangin gue sama Naga. Mau liat gue makin jadi bulan-bulanan di sekolah atau gimana? Kurang apa--"

"Ay?" panggil Davin tiba-tiba. Menghentikan dumelan Nesya dan sontak membuat dua kepala cantik itu beputar ke arah pemuda yang kini tengah mengetuk jam tangan mahalnya sebagai kode. "Udah, sore banget. Mama kamu nanti marah kalau kita nggak buruan balik."

"Ah, iya. Ayo pulang!" Renata pun buru-buru menghampiri Davin, meninggalkan Nesya yang masih belum rela sebenarnya. Seolah sengaja memanasi, Renata langsung bergelayut manja pada lengan kekar Davin, sesampai ia di dekat pria itu.

Ish! Sialan Renata!

"Kami duluan, ya ..." Renata melambai sok selebritis. "Titip Nesya ya, Ga," pamitnya kemudian, membuat Nesya makin melongo di tempatnya.

Naga hanya bergumam sebagai jawaban. Sementara Nesya masih menatap tak percaya pada Renata yang kini mulai menjauh dari pandangannya.

Apa-apaan itu? Kok kampret banget si Renata jadi temen, ya? Ish, nggak bestie lagi, lah.

"Ayo!" Selepas Renata dan Davin pergi. Naga menghampiri Nesya dan memberikan kode lewat dagunya ke arah parkiran mobil.

Huft ... kalau udah begini. Bisa apa Nesya selain nurut. Bahkan saking patuhnya, Nesya juga tak berkomentar apa pun saat Naga membukakan pintu samping kemudi dan menyuruhnya naik, lagi-lagi dengan memberi kode lirikan.

Ish! Nih cowok pelit banget sama suara doang? Nesya mendumel dalam hati sambil mengikuti titah sang paduka Naga.

Degh!

Baru juga duduk, Nesya sudah refleks menahan nafas dengan tubuh membeku, saat tiba-tiba saja Naga mengikis jarak dan mendekatkan wajah mereka.

Bukan untuk melakukan hal yang iya-iya, melainkan untuk memasangkan seatbelt pada tubuh Nesya. Hanya sekilas memang. Namun, efek yang ditimbulkan sungguh luar biasa untuk jantung Nesya. Mana aroma parfum mahal Naga seolah tertinggal di penciumanya. Membuat jantung Nesya makin-makin blingsatannya.

Kan .....! Baru mulai loh ini. Belum juga jalan. Tapi Nesya udah jantungan begini. Apa kabar nanti? Nesya rasanya ingin menangis hanya dengan memikirkannya saja.

'Wahai jantung yang sudah kurawat sedari orok. Tolong kerjasamanya, dong. Jangan norak, please!' Batin Nesya berbisik kesal. Nesya juga berdoa, semoga setelah ini tidak ada lagi apa pun yang  membuat jantungnya berulah lagi. Dan bisa lebih kuat lagi menghadapi pesona Naga yang semakin bahaya untuknya.

"Makan di mana?"

"Hah?!"

Nampaknya Nesya terlalu larut pada lamunannya. Hingga tak siap saat Naga tiba-tiba melayangkan sebuah pertanyaan.

Eh, tadi Naga nanya apaan, dah?

"Ehm ... sorry. Tadi lo nanya apa, Ga?" cicit Nesya malu. Karena tercyduk melamun.

"Makan di mana?" ulang Naga tanpa ekspresi berarti.

"Maksudnya?" Nesya masih belum paham.

Naga terlihat menghela napas panjang sejenak, sebelum melirik Nesya sekilas. "Lo belum makan dari siang. Emang nggak lapar?"

Lapar! Lapar banget malah. Tapi ...

"Oh, nggak, kok. Gue nggak lapar sama sekali." Gengsi juga buat ngaku. Sayangnya ....

Kruk ...

Seketika Nesya ingin sekali menenggelamkan diri ke dasar bumi paling dalam. Saat tiba-tiba saja perutnya malah berbunyi kencang, Ttdak bisa diajak kerja sama sedikit pun untuk mendukung kebohongannya.

Perut sialan!

Nesya melirik malu pada Naga, dan menemukan pria itu tengah mengulum senyum tipis meski matanya fokus menatap arah depan.

Kesal, Nesya refleks menendang kaki Naga yang bisa ia jangkau. Saat Naga akhirnya menoleh, sebisa mungkin Nesya memasang raut garang pada pria itu. Berharap, Naga tahu jika ia kini tengah sangat kesal karena ulahnya yang menertawakan Nesya diam-diam.

Namun, bukannya kata maaf. Naga malah semakin mengulum senyum dan menepuk puncak kepala Nesya dengan sayang.

Aduh, salah langkah ini, mah. Malah makin baper, njir!

Diam-Diam BucinWhere stories live. Discover now