Part 9

61 11 0
                                    

*Happy Reading*

Keesokan harinya. Nesya berangkat lebih pagi dari biasanya. Bukan, itu bukan karena Nesya kerajinan atau takut kena Bully lagi seperti kemarin.

Tetapi karena hari ini dia berangkat naik angkot, dan tak ingin sampai terjebak macet yang akan berakhir terlambat masuk sekolah.

Maklum, rumah Nesya memang melewati pasar tradisional yang punya jam-jam macet. Pokoknya udah sebelah dua belas dengan arah puncak pas weekend.

Entah karena tidak terbiasa berangkat subuh atau karena habis minum obat flu. Sesampainya di kelas, Nesya pun tertidur pulas di bangkunya. Entah berapa lama. Yang jelas, dia baru terbangun saat merasa seorang menepuk-nepuk bahunya. Ternyata Renata pelakunya.

"Kenapa lo? Tumben tidur di kelas? Sakit?" tanyanya. Dengan mimik perpaduan antara kepo dan khawatir.

"Nggak, kok. Cuma abis minum obat flu, doang, tadi sebelum berangkat. Makanya ngantuk lagi," terang Nesya. Masih berat membuka mata. Kepalanya saja masih direbahkan berbantal tangannya sendiri.

"Obat flu?" beo Renata. Nesya mengangguk. "Lo ke ujanan ya kemaren pas balik?"

Nesya mengangguk lagi. Karena memang itulah yang terjadi. Sial memang benar kemarin itu. Sudah mah kena bully, suruh bersihin lapangan segede gaban. Eh, pas pulang keujanan pula. Paket komplit banget, kan?

Alhasil Nesya pun semalam meriang dan kena flu. Flu ingus bening. Kalian tahu kan gimana rasanya? Mana badannya juga menggigil dan tak bisa jauh-jauh dari selimut. Bahkan sampai pagi ini pun, Nesya tak luput dari balutan jaket kain yang sebenarnya sudah lumayan lusuh.

Btw, hodie kemarin gak Nesya ambil di loker. Soalnya masih gak tahu itu dari siapa dan ... ya, Nesya sungkan aja pakenya.

"Kalau sakit, ngapain masuk? Istirahat aja harusnya," ucap Renata perhatian.

"Gue udah ketinggalan pelajaran kemarin. Masa hari ini juga harus ketinggalan. Nanti gak lulus gue."

Beginilah memang Nesya. Paling rajin kalau urusan sekolah. Selama kakinya masih bisa melangkah. Dia pasti akan datang ke sekolah. Tak perduli apa pun kondisinya.

"Cuma dua hari, Nes. Lo gak akan susah ngejar pelajarannya. Daripada kek gini, kan?"

"Gue gak papa, Ren. Percaya, deh. Cuma masih ngantuk doang dikit. Nanti juga baikan."

"Tapi--"

"Ssttt, udah, Ren. Jangan ajak gue berdebat dulu. Gue beneran ngantuk, nih. Gue mau tidur lagi. Nanti bangunin kalau ada guru, ya?" sela Nesya cepat. Lalu sengaja menenggelamkan kepalanya kembali pada lipatan tangan di atas meja.

Tring!

Baru saja akan memejamkan mata lagi. Sebuah notifikasi chat masuk. Membuat Nesya terpaksa meraih ponselnya dalam saku jaket, dan mengangkat kepalanya meski masih sangat malas sekali.

Matanya sepet bet kek salak muda.

Maaf, kak. Aku gak jadi order gelang sama kakak. Soalnya, aku gak suka kakak dekat-dekat sama idola aku.

"Lagi?" gumam Nesya tak habis pikir. Setelah membaca isi chat dari salah satu pembelinya.

Faktanya, ini bukan kali pertama pembelinya membatalkan orderan hanya karena alasan sepele barusan. Dan semuanya karena gosip itu.

"Naga, lagi. Naga lagi," desah Nesya tak habis pikir. "Sialan, ya? Bikin usaha gue rugi aja. Mana bahan udah dibeli, lagi," omel Nesya kemudian

Gadis itu pun menyimpan lagi ponselnya ke saku jaket. Lalu kembali merebahkan kepala yang masih berat. Kali ini menghadap kiri. Tepatnya ke arah jendela.

Degh!

Seketika Nesya pun tertegun. Karena ternyata Naga sudah ada di bangkunya entah sejak kapan. Refleks, Nesya pun memutar kembali kepalanya ke arah lain. Di mana kali ini Renata lah yang dia lihat.

Mampus. Sejak kapan tuh cowok ada di sana?

"Kenapa lo? Gak jadi tidur?" tanya Renata kembali kepo.

Gimana bisa tidur? Abis kecyduk gini kantuk auto hilang, say. Yang ada jantungnya kini yang malah dag dig dug gak karuan. Tapi gak pake syer, ya. Soalnya Nesya bukan penyanyi dangdut.

Bukan cuma karena Nesya baru lihat Naga lagi setelah kejadian si adik kelas ember. Tetapi juga ... karena dia tadi ngomel nyebut-nyebut nama Naga, kan? Nah, jadinya harus gimana ini?

"Ekhem! Gak jadi. Beser soalnya. Pen pipis dulu." Nesya pun beralaskan, seraya beranjak dari duduknya dan hendak pergi.

Tetapi baru berapa langkah, dia pun berhenti dan melirik Renata lagi. Gadis itu meminta atensi Renata kemudian.

"Kalau gue gak balik sampai 20 menit. Susulin, ya?"

"Kenapa?" Renata pun bertanya bingung.

"Jaga-jaga aja. Kali ada yang isengin gue lagi nanti di toilet. Kan, gue sekarang banyak hatters-nya," sahut Nesya santai. Sambil kembali melangkah pergi.

Nada suaranya tak di rendahkan sedikit pun. Seakan memang sengaja menyindir kondisi saat ini akibat ulah Naga. Tetapi, itu bukan berarti Nesya minta perhatian lebih pada Naga. Atau malah minta perlindungan. Karena Nesya bisa melindungi dirinya sendiri. Kemarin juga begitu, kan?

Beruntung, kali ini dia tak bertemu orang iseng seperti dugaannya. Yang ada malah, toilet tersebut sepi sekali. Tak seperti biasanya yang selalu penuh. Hanya ada seorang siswi yang entah siapa itu, dan langsung tersenyum ramah saat melihat Nesya.

"Kakak udah selesai? Bareng yuk, keluarnya."

Hah?! Bareng? Maksudnya gimana, nih? Perasaan mereka gak satu kelas, deh.

Namun, karena tak merasakan sesuatu yang jahat dari gadis itu. Nesya pun hanya bisa mengangguk setuju dan keluar bersamaan dari toilet.

Beberapa siswi berpapasan dengan Nesya. Awalnya, wajah mereka jutek dan menatap Nesya tajam. Namun, entah kenapa langsung menunduk takut saat melihat gadis di sebelah Nesya. Hal itu membuat Nesya makin curiga.

Siapa gadis ini?

Nesya gak lagi masuk jebakan orang jahat, kan?

Akan tetapi, ternyata gadis itu lumayan baik. Dia bukan hanya menemani Nesya sepanjang perjalanan, tapi bahkan mengantar Nesya sampai ke depan kelas. Setelah itu, pergi begitu saja seolah sudah menjalankan tugas.

Lah?

"Siapa, Nes?" tanya Renata kepo. Seperti biasa.

"Nggak tahu. Tadi gak sengaja ketemu di toilet. Terus dia ngajak barengan," terang Nesya tanpa curiga.

"Barengan sampe depan kelas?" beo Renata heran. "Dia bukan angkatan kita deh, kayaknya?" imbuhnya lagi.

Memang bukan. Orang sedari tadi tuh cewek manggil Nesya 'Kakak', kok. Itu berarti dia adik kelas Nesya, kan? Tapi ... siapa?

Tak lama, guru pun datang. Membuat Nesya terpaksa menyampingkan kecurigaannya terlebih dahulu dan kembali fokus pada pelajaran.

Namun, nyatanya hari tak berlangsung damai lebih lama. Karena pada jam pelajaran kedua. Di mana harusnya itu adalah jam olah raga. Nesya pun terpaksa tak bisa mengikuti untuk kali ini.

"Nesya mana? Kok, gak bareng?" tanya Davin. Saat hanya melihat Renata yang datang untuk bergabung dalam barisan setelah ganti baju.

"Gak bisa ikut olah raga dia."

"Kenapa? Masih sakit?" tebak Davin. Namun, ternyata Renata menggelengkan kepala.

"Bukan karena sakit."

"Lalu?" Davin bingung.

"Karena baju olah raganya di rusak orang."

Hah?!

Diam-Diam BucinWhere stories live. Discover now